Nokia baru saja memperkenalkan jajaran Nokia X yang berbasis Android di ajang Mobile World Congress (MWC) 2014. Menggunakan Android Open Source Platform (AOSP), Nokia X tidak mengadopsi layanan Google Mobile Services (GMS) sehingga memanfaatkan Nokia Store dan sejumlah layanan Microsoft untuk menggantikannya. Terlepas dari kontroversi adopsi Android oleh Nokia, menurut saya Nokia X bisa menjadi next big thing bagi pengembang di Indonesia. Kuncinya adalah platform Android dan toko aplikasi Nokia Store.
Memanfaatkan keunggulan Android sebagai platform, dari awal Nokia sudah menggandeng banyak aplikasi populer untuk tersedia secara pre-installed di Nokia X. Berbagai macam layanan messaging, media sosial, dan permainan populer sudah terinstalasi di Nokia X, seperti Facebook, Twitter, Line, BBM, Viber, WeChat, Vine, Spotify, Skype, dan Plants vs Zombies 2. Nokia X diposisikan sebagai “jembatan” antara feature phone S40 dan Windows Phone.
Baik CEO Viber Talmon Marco, Senior Director BBM BlackBerry David Proulx, maupun CEO Line Plus Corp Shin Jung-ho dalam rilis persnya mengamini bahwa mereka sangat senang bekerja sama dengan Nokia dan memastikan bahwa kerja sama ini dilakukan supaya mereka bisa menyediakan pengalaman penggunaan aplikasi miliknya di semua platform smartphone yang ada.
Dengan basis APK yang sama, pengembang bisa mendaftarkan aplikasi mobile-nya dengan mudah, baik di Google Play Store maupun Nokia Store. Menurut Nokia sebagian besar aplikasi Android bisa dipublikasikan secara langsung (tanpa perubahan) di Nokia Store.
Untuk yang membutuhkan modifikasi, Nokia menyediakan Nokia X analyzer tool untuk membantu mengidentifikasi perubahan yang dibutuhkan. Dengan Android mendominasi pasar negara-negara berkembang yang menjadi sasaran utama Nokia X, mereka dengan mudah menjaring komunitas pengembang yang sudah ada tanpa perlu lagi susah payah membujuk mereka untuk porting ke platform lain.
Pendiri Dycode Andri Yadi yang menghadiri sebuah event khusus pengembang Nokia di Bandung mengemukakan sejumlah tips untuk pengembangan aplikasi untuk Nokia X:
For Android developers porting apps for #NokiaX make sure you strip off all code that uses Google services & replace with Microsoft services
— Andri Yadi (@andri_yadi) February 24, 2014
Porting Google services to Microsoft services for #NokiaX involves porting GCM to Nokia push notif, Google Maps API to use Nokia Here…
— Andri Yadi (@andri_yadi) February 24, 2014
… and also porting Google in-app to use NIAP, Nokia own in app purchase. #NokiaX #MWC14
— Andri Yadi (@andri_yadi) February 24, 2014
Porting Android ke #NokiaX mostly cmn import jar baru, changing some package names, changing few classes & methods. Gak byk sih kelihatannya
— Andri Yadi (@andri_yadi) February 24, 2014
Sentra peperangan berikutnya adalah antara Google Play Store dan Nokia Store. Baik Google Play Store dan Nokia Store sama-sama mendukung pendaftaran aplikasi berbayar. Yang membedakan adalah Nokia Store sudah mengimplementasikan carrier billing (atau biasa dikenal sebagai potong pulsa untuk pelanggan prabayar) dengan sejumlah operator besar di Indonesia, sementara Google Play Store yang sudah merencanakan hal yang sama sejak lama nampaknya belum mampu merealisasikannya.
Masih belum tingginya adopsi penggunaan kartu kredit (dan kartu debit yang melayani online payment) di Indonesia bisa menjadi momok bagi harapan perolehan pendapatan pengembang yang ingin memasukkan aplikasi berbayarnya melalui Google Play Store. Kemudahan pembelian Nokia Store menggunakan carrier billing sudah lama dimanfaatkan oleh pengguna Nokia Asha dan sekarang pasar konsumen yang sama dibidik untuk jajaran Nokia X. Secara infrastruktur, Nokia Store sedikit memiliki keunggulan ketimbang Google Play Store.
Yang menjadi persoalan tinggal seberapa agresif Nokia meningkatkan jumlah pengguna Nokia X dan jumlah aplikasi yang terdaftar di dalam toko online-nya. Di kisaran harga Rp 1,5 jutaan, Nokia X harus bekerja keras melawan sejumlah vendor asal Cina dan vendor lokal yang mengusung Android dengan spesifikasi teknis yang mungkin lebih baik.