Hingga hari ini peta persaingan aplikasi hiburan di Indonesia, baik itu media sosial ataupun streaming video/audio, didominasi pemain global. Kesempatan platform lokal sebenarnya masih ada, tapi butuh diferensiasi mencolok dan sesuai dengan kegemaran orang Indonesia agar dapat mengakuisisi pengguna baru.
Formula tersebut berhasil diterapkan Vidio dan Mola TV yang bertahan karena strateginya menayangkan konten olahraga secara eksklusif, di tengah gempuran platform streaming video global. Menurut penelitian Nielsen Sport di 2017, Indonesia (77%) menduduki posisi ke-2 secara global setelah Nigeria (83%) sebagai negara yang memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap sepak bola.
Formula “eksklusivitas” itu tidak berlaku untuk aplikasi streaming audio. Tidak ada platform lokal yang mendominasi di vertikal hiburan ini. Kesempatan akhirnya mencuat sejak podcast menjamur di Indonesia. DailySocial pernah mengulas seberapa besar peluang pemain lokal untuk menjadi raja di negeri sendiri lewat konten berbasis suara ini. Noice adalah salah satu yang sedang berusaha mengejar posisi tersebut.
Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO Noice Rado Ardian mengatakan, industri podcast dan audio non-musik terus bertumbuh, namun platform penyedia konten audio non-musik yang berkualitas masih sangat terbatas. Alhasil, Indonesia masih dalam posisi asimetri yang signifikan dalam dukungan konten hiburan berbasis digital.
Dalam riset Noice, setidaknya dalam 24 jam, orang Indonesia mengonsumsi konten visual dalam 12 jam atau disebut on-screen, kemudian empat jam off-screen yang menjadi peluang platform audio, dan sisanya delapan jam untuk waktu istirahat.
Momen off-screen, atau Noice menyebutnya dengan screenless moment, adalah momen di mana pengguna mendengarkan konten audio memberikan kemudahan bagi mereka yang sedang multitasking dan produktif berkegiatan tanpa melihat layar, seperti belajar, berkendara, menyetir, atau olahraga, namun tetap ingin menikmati konten hiburan berkualitas.
Validasi tersebut terbukti dengan pencapaian tahunan Noice. Pengguna Noice naik sebesar 144% dalam setahun terakhir atau mencapai hampir 1 juta pengguna. Pendengar aktif harian rata-rata menghabiskan lebih dari 60 menit di platform Noice setiap harinya. Umumnya pengguna mendengarkan konten pada malam hari sebelum tidur.
Para pengguna ini datang dari rentang usia 18-34 tahun dengan berbagai latar belakang pekerjaan, termasuk pelajar, fresh graduate, karyawan, pekerja, dan ibu rumah tangga. Terhitung ada lebih dari 100 konten original yang sudah diproduksi kreator Noice yang jumlahnya terus bertambah. Genre favorit yang banyak didengarkan adalah komedi, horor, dan hobi.
“Ketika show yang [kami buat ternyata yang] mendengarkan semakin banyak, ini menjadi validasi bahwa orang Indonesia butuh screenless moment. Kita mau berikan momen yang tidak diberikan oleh video,” kata Rado.
Konten hyperlocal
Diferensiasi yang selalu ditekankan Noice dibandingkan pemain sejenis adalah strategi hyperlocal sebagai bagian dari hipotesis perusahaan yang ingin menjadi rumah konten audio di Indonesia. Rado menjelaskan konten hyperlocal ini sangat mengedepankan aspek bahasa Indonesia dan bahasa daerah dengan topik-topik yang relevan di tiap wilayah.
Dalam menerjemahkan lebih jauh strategi ini, Noice banyak melakukan pengembangan tools demi meningkatkan pertumbuhan dari sisi suplai dan demand. Dalam meningkatkan suplai, perusahaan bakal banyak melakukan kolaborasi dengan komunitas lokal untuk menemukan bibit kreator berkualitas dapat berkarya melalui Noice.
Dari pantauan Noice, ada banyak kreator lokal dengan konten berkualitas, namun dalam bentuk visual. Untuk itu, diperlukan proses edukasi melalui berbagai webinar agar para kreator dapat membuat konten audio yang berkualitas. Pasalnya, proses membuat konten audio tidak sembarangan karena memainkan unsur imajinasi otak dengan rangkaian kata-kata.
“Sebab membuat konten audio ini berbeda dengan visual karena harus memainkan theater of mind, harus tahu bagaimana meng-capture-nya dalam format audio. Jadi tidak asal convert dari konten visual ke audio, sebab target pendengarnya berbeda,” tambah Chief Business Officer Noice Niken Sasmaya.
Dalam proses pembuatan konten audio, menurutnya, jauh lebih simpel daripada visual karena tidak perlu memasukkan gambar pendukung. Yang dibutuhkan adalah menyusun alur pembahasan dan gaya bicara agar dapat menangkap imajinasi pendengar, sehingga pengalamannya saat tapping pun jauh lebih berbeda.
Niken melanjutkan, tim Noice memberikan dukungan penuh dengan fasilitas studio, tim produksi dan marketing khusus untuk kreator yang ingin membuat konten original dan eksklusif di Noice. “Ada produser dan programmer yang akan bantu memikirkan konsep yang ingin kita buat sesuai minat pendengar, dari situ kita cari talent yang sesuai. Vice versa juga prosesnya [kalau ada talent yang datang ke Noice]. Jadi kita ada brainstorming dengan talent, topik apa yang suka dia bahas.”
Dibantu Grup Mahaka, yang merupakan induk Noice, pencarian talenta lokal akan lebih mudah karena jaringannya di industri radio yang sudah luas di seluruh Indonesia. Niken menuturkan, dukungan Mahaka dalam mendongkrak penetrasi Noice juga gencar, baik dalam content partnership maupun bekerja sama dengan para penyiar radionya.
“Di Mahaka ada banyak radio influencer yang terkenal, kita mau kolaborasikan dua dunia ini. Sedang kita godok rencananya terkait ini.”
Selain menemukan dan meningkatkan kapabilitas talenta, Noice juga membuka wadah agar semakin banyak kreator lokal yang dapat mendistribusikan karyanya lewat feed RSS. Dengan demikian, suplai konten di Noice tidak hanya karya original dan eksklusif saja.
Menurut Niken, apabila ada konten yang berpotensi tumbuh bagus ke depannya dari fitur ini, tidak menutup kemungkinan mereka bakal diajak kerja sama lebih dalam dengan Noice untuk menjadi mitra eksklusif.
Saat ini terdapat sejumlah kreator lokal yang telah direkrut Noice di daerahnya masing-masing dalam bentuk Noice Original maupun Exclusive, di antaranya Lambemu (Surabaya), Capila (Sulawesi), Balik Bandoeng (Bandung), dan Cerita Kampung Halaman (Yogyakarta).
Kehadiran kreator lokal ini mampu mendongkrak persebaran pengguna Noice. Meski mayoritas masih di Jakarta (18,05%), namun terdapat kontribusi yang menarik dari pendengar di Surabaya (16,45%), Depok (8,24%), Makassar (5,29%), dan Bandung (5,28%).
Noice Live
Sementara untuk meningkatkan sisi demand, Noice banyak melakukan pengembangan fitur yang memiliki objektif dapat meningkatkan interaksi dua arah antara kreator dengan para pendengarnya. Fitur yang sejauh ini mewakili objektif tersebut adalah Noice Live yang baru diluncurkan perusahaan dan akan menjadi fitur besar di Noice.
Noice Live sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Clubhouse karena memungkinkan para kreator dapat berinteraksi dengan pendengarnya secara real-time. Topik yang diangkat pun beragam, mulai dari obrolan ringan, komedi, musik, seputar bisnis, hingga isu terkini.
Kendati begitu, menurut Rado, ada beberapa diferensiasi yang membuat Noice Live khas dengan nuansa Indonesia. Yakni, memungkinkan pendengar untuk langsung memberikan komentarnya di dalam room secara live. Fitur ini hadir karena orang Indonesia senang dilibatkan secara langsung dengan kreator favoritnya.
Pendengar yang telah teregistrasi akun cukup membuka aplikasi Noice dan mengklik room yang ingin didengarkan kontennya. Selain itu, para kreator yang sudah terverifikasi yang ingin membuat konten di room Noice Live juga bisa mengundang pendengar untuk menjadi pembicara/guest dalam room tersebut.
“Kami ingin buat pengalaman baru dalam meningkatkan engagement antara kreator dengan pendengarnya secara dua arah. Dari kolaborasi yang sudah kita lakukan dengan kreator, engagement-nya bagus, live session-nya banyak yang stay sampai akhir karena pendengar senang dengan kontennya. Ini jadi warna baru bagi kami, ke depannya Noice Live akan bisa dipakai dalam format lain.”
Noice Live lebih selektif dalam membuka kesempatan bagi kreator yang ingin membuat room, hanya mereka yang sudah terverifikasi saja. Jadi tidak sembarang orang dapat membuka room. Hal tersebut untuk menjaga kualitas konten yang disajikan Noice.
“Tidak semua orang mau jadi speaker, ada yang ingin di belakang layar saja. Makanya kita buat room itu hanya untuk selective creator. Tapi ada kemungkinan bakal kita buka ke lebih banyak orang, seperti publik figure atau selebgram, sehingga konten bisa lebih berkualitas dan lebih banyak engagement terjadi.”
Fitur lainnya yang turut melengkapi ambisi Noice sebagai rumah konten audio adalah audiobook, dinamai NoiceBook. Disebutkan saat ini 70 titel audiobook yang telah dipublikasi, rencananya sampai akhir tahun ini ditargetkan dapat mencapai 150 titel.
Menjadi perusahaan berkelanjutan
Rado menuturkan berbagai upaya Noice yang telah dijelaskan di atas untuk memperlihatkan bahwa pihaknya ingin membuat benchmark di industri bagaimana membuat konten audio yang berkualitas, mengingat industri konten audio itu terbilang masih baru di Indonesia. “Kami ingin berpartisipasi di industri dengan set benchmark agar bisa menginspirasi podcaster lain yang ingin membuat konten audio.”
Di luar itu, perusahaan juga sudah membuat sejumlah rencana monetisasi yang akan dilakukan Noice ke depannya agar menjadi perusahaan yang berkelanjutan. Niken menerangkan secara umum di industri konten audio ada banyak cara monetisasi, contohnya iklan adlibs yang membuka revenue sharing antara perusahaan dengan kreator, seperti yang dilakukan industri radio saat ini.
Cara tersebut akan dilakukan perusahaan pada tahun ini. Adapun strategi monetisasi yang sudah dilakukan Noice baru untuk konten original yang diproduksi bekerja sama dengan kreator yang diangkat sebagai talenta. Ada value yang diberikan untuk mereka.
Perusahaan juga sudah membuat virtual gift di Noice Live yang diberikan pengguna kepada kreator favoritnya dan dapat diuangkan. Hal tersebut sudah dilakukan YouTube melalui Super Chat.
“Ke depannya kami akan mulai buka monetisasi di luar konten eksklusif dan original, akan ada beberapa fitur monetisasi yang akan kita coba. Kami ingin membuat kreator itu bisa menjadikan Noice sebagai mata pencaharian mereka,” tutup Niken.