Demam non-fungible token (NFT) global yang terjadi sejak awal tahun ini membuka kesempatan bagi pemain lokal menawarkan kemudahan kepemilikan benda seni (digital) yang selama ini absen untuk para kolektor. Terhitung tahun ini setidaknya ada empat platform marketplace NFT yang sudah beroperasi di Indonesia. Mereka adalah TokoMall, Kolektibel, ChickenKingNFT (milik KFC), dan Paras Digital yang masing-masing menawarkan nilai uniknya.
Menurut data Wette.de, pasar NFT global memiliki kapitalisasi pasar sebesar $43,08 miliar dan volume perdagangan sekitar $3,6 miliar. Sementara menurut DappRadar, volume penjualan NFT melonjak menjadi $10,7 miliar pada Q3 2021, naik lebih dari delapan kali lipat dari kuartal sebelumnya.
Marketplace NFT terbesar di dunia, OpenSea, mencatat volume penjualan hingga $3,4 miliar pada Agustus 2021. Aktivitas tetap kuat bahkan pada September ketika pasar saham global goyah. Kenaikan harga mata uang kripto selama pandemi COVID-19 sering disebut sebagai pendorong di balik pertumbuhan pasar NFT — karena orang menggunakan mata uang kripto untuk membeli NFT — tetapi para pengamat mengatakan bahwa aset kripto memiliki nilai, terlepas dari kondisi pasar.
Hingga Oktober, Beeple masih menempati urutan pertama dalam daftar seniman NFT teratas dengan total nilai karya seni sebesar $145,03 juta. Menurut Cryptoart.io, sejauh ini dia telah menjual 1346 karya seni dengan penjualan rata-rata bernilai $107.752. Seniman peringkat kedua, Pak, mengikuti dari jarak yang cukup jauh dengan nilai total $56,41 juta.
Memahami NFT
Dari berbagai literatur, NFT paling mudah dipahami sebagai aset digital unik. Aset ini ada di berbagai industri, mulai dari seni digital, real estate virtual, hingga barang koleksi, game, dan masih banyak lagi. Pada dasarnya, semua jenis media dapat dicetak atau diberi token dan diubah menjadi NFT: seni, kartu perdagangan, meme, gif, klip video, klip audio, tweet, artikel ini — apa saja. Setelah diberi token, aset ini dapat dibeli, dijual, dan diperdagangkan menggunakan mata uang kripto.
Mengapa dunia berbondong-bondong terjun ke NFT? Menurut serial entrepreneur Amerika Serikat Gary Vaynerchuck (atau “GaryVee”) , ada tiga nilai tambah yang ditawarkan NFT, yakni utilitas, akses, dan mata uang sosial. Jika Anda memahami konsep di balik kartu keanggotaan, rewards kartu kredit, tiket ke acara khusus untuk anggota VIP, artinya Anda paham NFT.
“Jika Anda pernah membeli skin atau item virtual lainnya untuk gim video Anda, Anda memahami NFT. Alasan Anda menginginkan item itu adalah untuk menjadi utilitas di dunia yang Anda pedulikan, atau untuk memiliki pengaruh dan hak membual di antara teman-teman Anda dan orang lain. NFT akan memperluas utilitas yang sama dan ‘melenturkan’ mata uang sosial ke segala hal lainnya,” terang Vaynerchuck.
Dia melanjutkan, alasan orang membeli NFT adalah alasan yang sama dengan orang yang memakai pakaian berlogo desainer, mengendarai mobil mewah, atau menggantung gambar di dinding dengan orang penting. Itu alasan yang sama orang peduli dengan centang biru di Instagram.
“Bertahun-tahun ke depan, saya percaya bahwa kita semua akan memeriksa dompet digital satu sama lain dan terikat pada kepentingan bersama dalam pembelian NFT kita. Setiap orang akan memiliki semacam proyek NFT, dengan cara yang sama setiap orang memiliki akun media sosial.”
Di satu sisi, NFT akan membantu orang biasa menyadari takdir mereka yang sebenarnya sebagai seniman. Cara ini mirip dengan platform media sosial yang membawa orang menjadi influencer. NFT akan membuka pintu bagi begitu banyak orang dengan kecenderungan artistik untuk menjelajahi jalan yang tidak pernah mereka pikirkan.
Hal berikutnya yang menarik adalah NFT merevolusi kepemilikan IP. Fakta bahwa seniman akan terus mendapatkan royalti dari penjualan kembali karya digital mereka, akan memberdayakan pembuat konten dengan cara yang belum pernah dilihat sebelumnya. Setiap marketplace NFT populer memiliki aturan dan pilihannya sendiri dalam mengatur dan pembayaran royalti.
Di Rarible, seorang seniman dapat mentokenisasi dan mengatur penjualan NFT sendiri. Sebagai contoh, ketika membuat listing di Rarible, ia bisa mengatur berapa persentase royalti yang ingin diperoleh di setiap penjualan kembali di secondary market.
Di tahap pertama, setelah minting sebuah produk seni digital pertama kalinya, seniman tersebut mendapatkan semua bagian penjualan setelah dipotong komisi platform.
Di penjualan berikutnya, seniman tersebut akan mendapatkan komisi 20% dari setiap penjualan, meskipun dia tidak lagi terlibat langsung di penjualan itu. Sayangnya, ketika barang dipindah ke platform NFT lain, misalnya OpenSea, skema royalti itu tidak lagi berlaku dan tidak bisa ditransfer.
Co-founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani menjelaskan, royalti adalah hal terpenting bagi setiap kreator. Dia mencontohkan di industri musik, dulu untuk mendengarkan musik dari musisi kesayangan itu mediumnya melalui piringan hitam, kaset, dan CD. Seiring berjalannya waktu, mulai hadir iTunes hingga Spotify yang sebenarnya membantu rantai pasok ke konsumen akhir.
Namun, keberadaannya mematikan rantai pasok yang sebelumnya sudah terbentuk karena musisi tidak bisa lagi mencetak kaset hingga CD. Akhirnya label musik pun ikut terdampak sampai akhirnya gulung tikar. Padahal, pendapatan terbesar musisi itu datang dari penjualan barang fisik karena disitulah sumber royaltinya.
“Musisi itu tidak terproteksi dari zaman dulu, dari awalnya dapat royalti dari setiap penjualan keping CD, sekarang kehadiran platform digital jadi tidak bisa produksi CD. Royalti yang didapat dari platform digital kalau dihitung-hitung lebih untuk long term, sebab kalau dibandingkan dengan penjualan CD revenue di depan lebih besar,” terang Edward.
Kehadiran royalti disinyalir menjadi pendorong mengapa banyak seniman tertarik untuk masuk ke dunia NFT. Selain Rarible dan OpenSea, banyak pilihan marketplace dengan proposisi unik yang mereka tawarkan. Termasuk di antaranya adalah Axie Marketplace, CryptoPunks, NBA Top Shot Marketplace, SuperRare, KnownOrigin, Foundation, Nifty Gateway, Solanart, dan Hic Et Nunc.
Platform terakhir ini, menurut pantauan DailySocial, menjadi favorit destinasi para seniman lokal untuk menjual hasil karyanya. Salah satunya adalah band Souljah yang memanfaatkan NFT untuk memasarkan karya seni lagu berjudul “Keep On Moving”. Souljah merilis NFT dalam jumlah terbatas dan tidak pernah dirilis lagi pada 30 September 2021 melalui situs sendiri dan menjual merchandise digital melalui Hic Et Nunc.
NFT dengan kearifan lokal
Hype NFT membuat orang-orang berbondong-bondong menjadikan platform ini sebagai komoditas alternatif investasi, terlebih didukung kehadiran secondary market di berbagai platform marketplace populer. Meskipun demikian, NFT masih merupakan pasar yang sangat baru, sehingga perlu ekstra hati-hati.
Di balik risiko tersebut, banyak platform marketplace global yang kurang ramah bagi orang Indonesia yang masih awam dengan dunia NFT. Untuk membeli sebuah karya di platform NFT, kolektor memerlukan wallet (dompet) yang kompatibel dengan jaringan blockchain yang mendukung NFT yang hendak dibeli melalui marketplace pilihan.
Jika berencana jual beli NFT melalui platform blockchain berbasis Ethereum, diperlukan dompet yang kompatibel. Sebagai contoh, OpenSea kompatibel dengan dompet Metamask, Bitski, Fortmatic, WalletConnect, dan lainnya. Selayaknya mengisi uang di dompet, Anda perlu mengisi dompet dengan beberapa aset kripto dengan jumlah tertentu sebelum membeli, mendaftar, atau mencetak NFT. Selain itu, perlu mencari tahu aset kripto apa yang digunakan oleh marketplace yang ingin digunakan.
Terakhir, membuat akun di marketplace. Pada sebagian besar marketplace, proses mendaftar, membuat NFT, menjual, hingga membeli di platform tersebut menimbulkan biaya jaringan blockchain yang besarannya tergantung pada sistem berbasis blockchain mana yang digunakan.
Mayoritas marketplace NFT hanya menerima pembayaran dengan koin Etherium. Ada beberapa lainnya yang menerima mata uang fiat dan metode pembayaran yang lebih standar, misalnya PayPal, namun hal ini masih jarang terjadi. Karena kondisi demikian, transaksi NFT bisa dikatakan cenderung mahal bila menggunakan ETH. Per tanggal 10 November 2021, 1 ETH seharga Rp67,6 juta ($4.808).
Celah ini kemudian dimanfaatkan Kolektibel sebagai pemain marketplace NFT baru yang mendesain platform-nya seramah mungkin agar dapat NFT dapat diadopsi secara cepat. Kolektibel mengadopsi NBA Top Shot ke Indonesia dengan memanfaatkan mata uang fiat melalui payment gateway untuk transaksi NFT-nya.
CEO Kolektibel Pungkas Riandika menjelaskan, setiap transaksi NFT dilakukan dengan mata uang fiat dan pembayarannya sudah terintegrasi dengan instrumen pembayaran digital yang populer, sebut saja GoPay, OVO, Virtual Account, kartu debit/kredit, hingga dapat membayar melalui Alfamart dan Indomaret.
Kolektibel berbeda dengan marketplace NFT lainnya karena berdiri di atas jaringan public blockchain Vexanium untuk pencatatan kepemilikan NFT. Vexanium disebut merupakan satu-satunya public blockchain asli Indonesia dengan entitas legal berbentuk yayasan (Yayasan Vexanium Teknologi Nusantara) besutan Danny Baskara.
Vexanium tidak membebankan biaya sama sekali. Berbeda dengan jaringan publik blockchain lainnya yang membebankan gas fee saat bertransaksi NFT. Strategi ini mampu dijalankan karena Vexanium menggunakan mekanisme DPOS (delegated proof of stake). Ini adalah salah satu varian dari proof of stake yang memberi manfaat operasional yang sangat hemat energi dan ramah lingkungan.
“Berikutnya, karena Vexanium memiliki kemampuan untuk approaching para pengambil keputusan (block producer) di entitas DAO Vexanium. Keputusan-keputusan seperti penentuan biaya (resources fee) yang terkait dengan NFT. Hal-hal tersebut tidak dapat ditemui di public blockchain lainnya,” ucapnya kepada DailySocial.
Menurut Pungkas, langkah ini diharapkan akan menjadi breakthrough bagi orang Indonesia karena mereka dapat langsung mengoleksi NFT dengan cara yang mudah. “Kalau diperhatikan, di DeFi untuk bertransaksi pakai kripto itu perlu proses yang panjang, salah satunya harus punya wallet, ada gas fee, dan sebagainya. Itu mempersulit adopsi NFT.”
Pendekatan Kolektibel berbeda dengan rekan sejawatnya dalam hal metode pembayaran. TokoMall hanya menyediakan aset kripto TKO untuk penukaran NFT, Paras Digital yang memanfaatkan NEAR, dan ChickenKingNFT yang menggunakan ETH. Ketiganya memanfaatkan integrasi dengan dompet MetaMask untuk bertransaksi.
TokoMall | Kolektibel | Paras Digital | ChickenKing NFT | |
Jaringan blockchain | Binance Smart Chain (BSC) | Vexanium | NEAR Protocol | Ethereum (OpenSea) |
Koin/Metode pembayaran | TKO | Fiat/IDR, melalui payment gateway | NEAR | ETH |
Dompet | MetaMask, WalletConnect | Tidak ada | MetaMask | Apapun yang kompatibel dengan OpenSea |
Fokus aset NFT | Karya seni digital dari seniman, digital artist, dan komunitas kreatif | Brand pemilik IP dari berbagai kategori, olahraga, kreatif, momen legendaris, dan budaya | Digital collectible, termasuk game, komik, mainan, dan karya | Maskot ayam KFC berkarakter |
Diferensiasi pasar
Masing-masing marketplace NFT ini memiliki target pasar masing-masing untuk memopulerkan NFT di Indonesia. TokoMall, misalnya, menyasar kreator lokal, yang terdiri dari seniman, digital artist, dan komunitas kreatif bereputasi baik untuk terjun ke NFT. Sejauh ini ada 40 mitra yang sudah bekerja sama, termasuk Nevertoolavish, MaximallFootwear, DAMN! I Love Indonesia, Banyan Core, Si Juki, ONIC E-Sports, SoreSore, Mr. Kinur, Karya Karsa, Jakarta Metaverse, dan Museum of Toys.
Dengan cara ini, masing-masing kreator yang sudah memiliki basis penggemar dapat lebih mudah menarik massa untuk mengenal lebih jauh soal NFT. TokoMall juga memungkinkan kolektor menukarkan NFT yang dikoleksi dengan merchandise fisik dari merchant partner di TokoMall melalui fitur TokoSurprise yang baru dirilis perusahaan.
“Pembeda dengan platform lainnya karena yang kita dorong adalah digital meets reality, jadi para kolektor ini berkesempatan untuk menukarkan NFT ke barang asli, jadi enggak sebatas koleksi digital saja,” kata VP Marketing Tokocrypto Adytia Raflein kepada DailySocial.
Raflein juga menuturkan, kehadiran TokoMall diharapkan dapat mendorong seniman dan brand untuk berkreasi di dunia NFT dengan platform lokal dan biaya yang jauh lebih bersahabat, daripada harus menggunakan platform global.
Dalam mekanisme TokoSuprise, kreator yang merilis karya NFT dengan jumlah terbatas dipasarkan melalui TokoMall. Setiap kolektor yang membeli karya tersebut berhak untuk menukarkannya ke merchandise fisik ke pihak TokoMall. Ke depannya, TokoMall akan menggandeng lebih banyak kreator dari berbagai vertikal bisnis, seperti perusahaan konsumer hingga industri e-sports agar NFT dapat semakin mainstream di Indonesia.
Sejak dua setengah bulan TokoMall diluncurkan, saat ini telah memiliki lebih dari 8.500 kolektor, lebih dari 5 ribu karya NFT yang diproduksi oleh 40 mitra official. Dari sisi penjualan, tercatat sudah lebih dari 250 NFT terjual dengan nilai transaksi Rp200 miliar.
Sementara itu, pada tahap kemunculan Kolektibel, pihaknya masuk ke segmen olahraga basket lewat kemitraan perdana dengan Indonesian Basketball League (IBL). Bagi IBL, inovasi ini adalah cara untuk mendekatkan penggemar basket dan IBL beserta para atletnya. IBL menyiapkan video dokumentasi pertandingan, dikurasi secara cermat berdasarkan momentum penting dalam pertandingan.
Shortlist momen tersebut dikemas ulang secara visual dan didaftarkan ke dalam blockchain smart contract, yang membuat tiap aset tersebut tercatat data sejarah kepemilikannya. Kesempatan ini juga membuka penambahan pendapatan baru untuk para atlet dan klub lewat penjualan NFT.
Setelah IBL, Kolektibel akan menyasar pemilik IP lainnya yang memiliki berbagai aset dengan kategorisasi di olahraga, kreatif, momen legendaris, dan budaya. Bila dilihat secara turunannya, akan semakin banyak aset NFT yang bisa koleksi oleh para kolektor. “Olahraga itu punya dinamika yang cepat dan dekat dengan masyarakat. Makanya, kategori ini jadi langkah kami untuk memahami lebih jauh bagaimana pengembangan NFT ke depannya seperti apa,” tambah Pungkas.
Adapun Paras Digital berambisi ingin menjadi pelopor transformasi pada digital collectible, termasuk game, komik, mainan, dan karya digital lewat kemampuan smart contract dan teknologi blockchain. Oleh karenanya, target penggunanya adalah pop-culture enthusiast, seperti fandom dan gamers dengan fokus pasar Tiongkok dan Asia Tenggara.
Terakhir, ChickenKingNFT memanfaatkan brand KFC yang sudah kuat untuk menarik kolektor baru. Lewat situsnya, ChickenKing menawarkan 4.848 NFT edisi terbatas yang dihasilkan secara unik. Kisah Raja Ayam, mengacu pada 6 ayam yang berasal dari 6 latar belakang dan karakteristik yang berbeda, yang saling bersaing untuk membuktikan siapa di antara mereka yang berdiri sebagai ayam terbaik di alam semesta.
KFC menawarkan setiap pemegang kartu anggota berkesempatan dapat diskon merchandise fisik dan toko mitra, menghadiri pertemuan komunitas eksklusif, dan penawaran lainnya. Saat ini, ChickenKingNFT dapat dibeli melalui OpenSea.
Langkah awal menuju mainstream
Kehadiran para platform marketplace lokal ini membuka jalan menuju lebih banyak use case NFT lainnya. Di kancah global, sudah banyak pemilik IP dari beragam vertikal industri yang masuk ke NFT, seperti gaming, fesyen, musik, logistik, real estate, identifikasi dan dokumentasi, dan banyak hal lainnya. Artinya, ini semua tinggal tunggu waktu saja sampai terjadi di Indonesia.
“Teknologi ini [NFT] akan masuk ke mainstream karena sudah waktunya,” tambah Edward.
Vaynerchuck percaya bahwa NFT adalah perwakilan dari perubahan budaya besar. Sejarah mengajarkan pada manusia dengan perubahan muncul skeptisisme dan kebingungan masal. Banyak yang mencemooh gagasan atau kelangsungan hidup NFT sama sekali belum memahami implikasi yang lebih besar. Seperti konsep kencan online di tahun 90-an atau naik mobil dengan orang asing (Uber dan Lyft), setiap ide “gila” sampai dianggap tidak.
NFT akan terus dilihat sebagai “keisengan” oleh mereka yang belum mengubah pola pikir untuk merangkul ke mana arah dunia.