Seperti yang telah dituliskan oleh DailySocial beberapa waktu lalu, Touchten berkolaborasi dengan Aquarius Musikindo, salah satu label ‘major independent’ (ini adalah istilah yang digunakan oleh mereka di industri untuk memberi catatan bagi label musik besar yang tidak berafiliasi dengan Big Four: Sony, Universal Music, Warner Music, dan EMI), meluncurkan aplikasi musik. Peluncuran aplikasi ini patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa label musik mau untuk mencoba hal baru yang belum teruji, alih-alih menemukan medium baru untuk mengulang bisnis model lama dari rekaman musik serta keuntungan dari jumlah eksemplar yang terjual.
Maksud saya, jika kita mau meninggalkan isu pembajakan, kenapa tidak sekaligus mencoba hal baru? Kecenderungan yang meningkat dari konser sebagai sumber pemasukan utama bagi musisi telah menekankan bahwa musik rekaman itu sendiri, yang diperoleh secara legal atau ilegal, adalah sebuah cara untuk menjual pengalaman musik, yang dalam beberapa kasus lebih baik untuk dinikmati secara ‘live’.
Saya pikir, jika Anda memeriksa satu persatu orang yang hadir di konser Katy Perry, tentu tidak semuanya membeli CD asli – tetapi mereka pasti telah membayar harga penuh untuk membeli tiket konser. Kenapa? Karena konser merupakan pengalaman yang tak tergantikan, dengan makna yang berbeda bagi setiap orang. Sama seperti lagu-lagu itu sendiri.
Aulia sebelumnya telah menunjukkan bahwa musisi harus bergerak dari menjual musik ke menjual pengalaman, dan konser musik melakukan hal itu – DVD konser musik adalah sebuah ide bagus (meski Anda akan menghadapi permasalahan pembajakan lagi). Tetapi konser musik ‘live’ adalah usaha yang sangat mahal dan dibatasi oleh waktu dan tempat. Jadi kemana Anda bisa menikmati hal yang tidak dibatasi oleh waktu dan tempat? Jawabannya adalah internet.
Tentu saja, live streaming konser di internet bukanlah hal baru, tetapi itu hanya sebagian kecil dari hal yang lebih besar (dan bukanlah yang terbaik, karena ‘live’ berarti seseorang di suatu tempat di belahan dunia lain hanya dapat menontonnya jam 2 pagi). Tidak semua orang bisa membuat iTunes atau Spotify, tetapi ini berarti setiap layanan punya proporsi pengalaman penggunaan yang unik yang dapat kita beri catatan – iTunes untuk ekosistem dan kesederhanaannya; Spotify untuk koleksinya yang luas dan tentunya, kesederhanaannya.
Kesederhanaan adalah mata dari pengguna, tentu saja – semua keajaiban harus terjadi di belakang layar. iTunes menerapkan DRM pada masa awal layanan mereka tetapi karena mereka bisa membuat pengalaman penggunaan sesederhana mungkin, saya bisa bertaruh bahwa tidak ada yang menyadarinya sampai seseorang mencoba menggandakan lagu ke komputer atau perangkat lain. Teknologi diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna, alih-alih menjadikannya lebih rumit – seperti yang saya percayai bahwa salah satu alasan utama pembajakan digital adalah karena lebih mudah dan lebih sederhana untuk pergi ke situs 4shared dan mengunduh file. Tetapi sisi buruk dari internet yang menjadi saluran pembajakan dimana-mana, menampilkan sisi lain dari Internet sebagai saluran untuk memberikan pengalaman dimana-mana.
Saat ini tidak ada model bisnis yang paling tepat, dan saya pikir tidak akan ada satu model bisnis yang mampu menggantikan penjualan produk musik fisik yang semakin menurun. Tetapi saya akan bertaruh bahwa pengalaman musik yang lebih sederhana, yang bisa memberikan imbalan yang lebih pada pengguna berdasarkan lamanya mereka terikat (atau membeli untuk tingkat pengalaman yang lebih tinggi), adalah kuncinya.
Ada jutaan metode yang bisa dicoba, jika label musik bersedia, maka internet bisa menjadi sumber yang sudah cukup besar untuk berbagai layanan ini hidup berdampingan, bahkan dengan iTunes dan layanan seperti Spotify di seluruh dunia. Kolaborasi antara Touchten dan Aquarius adalah awal yang baik.
Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, ia kini bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.
Sebuah pemikiran yang terbuka, yang harusnya dimiliki insan penggerak di industri musik Indonesia. namun sayangnya tidak semua berani melakukan hal itu.
Jika saja mau melakukannya penuh dengan inovasi, dan didukung oleh pemerintah dengan penegakan HaKI secara serius, akan terjadi revolusi musik Indonesia dalam jangka waktu dekat.
Sebuah pemikiran yang terbuka, yang harusnya dimiliki insan penggerak di industri musik Indonesia. namun sayangnya tidak semua berani melakukan hal itu.
Jika saja mau melakukannya penuh dengan inovasi, dan didukung oleh pemerintah dengan penegakan HaKI secara serius, akan terjadi revolusi musik Indonesia dalam jangka waktu dekat.
Sebuah pemikiran yang terbuka, yang harusnya dimiliki insan penggerak di industri musik Indonesia. namun sayangnya tidak semua berani melakukan hal itu.
Jika saja mau melakukannya penuh dengan inovasi, dan didukung oleh pemerintah dengan penegakan HaKI secara serius, akan terjadi revolusi musik Indonesia dalam jangka waktu dekat.