Tidak hanya soal kesehatan, pandemi Covid-19 membawa begitu banyak dampak dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah dari sisi teknologi. Dengan pembatasan kegiatan di luar rumah, masyarakat kini lebih banyak memanfaatkan berbagai teknologi internet untuk melakukan berbagai hal secara online. Mulai dari bekerja, berbelanja, belajar, hingga menikmati hiburan.
Namun di balik percepatan penerapan teknologi informasi yang semakin tinggi, kita juga dihadapkan pada ancaman cyber crime alias kejahatan dunia maya. Menurut laporan 2020 State of Malware Report yang diterbitkan oleh Malwarebyte Labs, Indonesia merupakan lokasi dengan ancaman kasus kejahatan dunia maya tertinggi di wilayah Asia Pasifik. Salah satu kasus terparah adalah ransomware WannaCry di tahun 2017 yang sempat menginfeksi banyak industri di Indonesia, termasuk rumah sakit.
Bahaya ransomware saat ini sangat nyata dan semakin canggih, serta hampir tidak dapat terdeteksi oleh program anti-malware tepat waktu. Ransomware berbasis enkripsi akan mengenkripsi file yang disimpan di komputer dan menyebar ke seluruh jaringan. Bahkan setelah terinfeksi, tidak ada jaminan bahwa data yang terinfeksi dapat dikembalikan. Parahnya lagi, menurut penelitian yang dilakukan oleh Ponemon Institute LLC, 59% responden tidak yakin dengan kemampuan perusahaan mereka untuk melindungi diri dari serangan ransomware.
Untuk melindungi diri dari bahaya ransomware, perusahaan perlu memiliki sikap proaktif dan preventif. Mulai dari melakukan security update secara berkala, penggunaan firewall untuk memisahkan extranet dengan jaringan lokal, serta menggunakan VLAN untuk membagi intranet menjadi area-area yang lebih kecil, untuk mengurangi jangkauan risiko infeksi ketika terjadi serangan. Selain itu, para karyawan juga perlu diberikan pemahaman mengenai keamanan informasi secara rutin, misalnya mengenai bahaya membuka tautan/link sembarangan dari email atau website yang tidak dikenal.
Selain itu, hal paling penting untuk diperhatikan adalah mengenai proses backup data yang komprehensif, sehingga apabila terjadi serangan yang menyebabkan hilang atau rusaknya data yang dimiliki, data tersebut dapat segera dipulihkan dengan segera agar bisnis tetap berjalan. Salah satu langkahnya adalah dengan menggunakan layanan multi-version backup solution yang dimiliki oleh Synology.
Salah satu perusahaan multinasional SHISEIDO beberapa tahun lalu mengalami serangan ransomware. Mereka lalu menerapkan layanan Synology Active Backup for Business untuk mengelola proses cross-platform backup dari PC, virtual machine, dan server Windows ke dalam Synology NAS, dengan waktu yang lebih cepat, serta menghemat penggunaan kapasitas storage hingga 56%.
Selain itu, ada pula BBC Media Action yang menggunakan layanan Synology Hyper Backup untuk melakukan backup data rutin secara otomatis dari 16 kantor mereka di seluruh dunia. Dengan kemudahan pengelolaan dan antarmuka yang intuitif, kantor pusat mereka di London dapat menerima update harian secara langsung tanpa harus meminta bantuan dari tim IT. Kolaborasi antar kantor cabang pun dapat dilakukan secara efisien.
Solusi multi-version backup dengan opsi pemulihan cepat dan fleksibel sangat penting dan diperlukan oleh bisnis, terutama dalam menghadapi berbagai serangan cyber crime yang selalu mengintai setiap saat. Dengan solusi ini, proses pemulihan data dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah setelah terjadi serangan, serta bisnis dapat tetap berjalan seperti sediakala.
Selain itu, untuk membahas mengenai berbagai solusi bisnis untuk menghadapi situasi post-pandemi ini, Synology juga akan menyelenggarakan webinar bertajuk “Data & Technology Revolution in Post-Pandemic Era” yang dapat Anda ikuti secara online pada hari Rabu, 4 November 2020 pukul 14.00-16.00 WIB. Jangan lewatkan acara ini karena ada giveaway menarik bagi peserta terpilih. Daftar segera di sy.to/dspostpandemicwebinar.