Platform e-commerce Monotaro.id berupaya mendorong segmen B2B untuk beralih pada metode belanja online selama masa pandemi. Pihaknya melakukan sejumlah antisipasi untuk mengakomodasi tren peralihan tersebut.
Presiden Direktur Monotaro.id Daisuke Maeda mengungkapkan, hampir semua perusahaan di dunia mengalami kesulitan untuk berbisnis di masa pandemi ini. Dengan kebijakan pembatasan sosial untuk menekan penyebaran virus, perusahaan harus memastikan kegiatan operasionalnya tetap berjalan.
Tak sedikit pula, perusahaan dihadapkan pada sejumlah tantangan, seperti penghematan pengeluaran, penurunan kapasitas produksi, pengurangan jam operasional, bahkan harus merumahkan sebagian karyawan. Maeda melihat bahwa tren shifting belanja offline ke online mau tak mau harus dilakukan. Hal ini tak hanya berlaku pada segmen consumer saja, tetapi juga korporat (B2B).
“Untuk mengantisipasi [tren] dan menjawab tantangan tersebut, kami menambah jumlah produk di website dalam jumlah yang besar dan signifikan sesuai dengan tren kebutuhan bisnis. Kami juga merilis berbagai fitur baru yang akan meningkatkan kenyamanan berbelanja secara online bagi para pelanggan bisnis (e-procurement),” ujarnya kepada DailySocial.
Dari riset Monotaro.id yang diikuti 6265 pelanggan korporat pada periode Juni 2020, sebanyak 74% pengadaan barang terdampak akibat pandemi, disusul 15% persen sedikit terdampak, dan 11% tidak terdampak sama sekali. Sementara itu, belanja online 44% perusahaan meningkat, tetapi belanja online di 29% perusahaan turun, dan 27% tidak berpengaruh.
Diakui Maeda, bisnis Monotaro.id tumbuh secara signifikan selama masa Pandemi. Peningkatan yang terjadi pada jumlah pelanggan dan transaksi ini dikarenakan banyaknya pelaku bisnis dan juga individu yang beralih dari belanja offline ke online.
Perusahaan mencatat pertumbuhan permintaan melalui website Monotaro.id meningkat hingga 16,31% pada periode Maret-Mei 2020 dibandingkan periode sama pada tahun lalu. Menurutnya, pendapatan perusahaan tetap naik walaupun belum mencapai ekspektasi.
Ada pelanggan maupun calon yang secara terpaksa menghentikan operasional mereka bahkan hingga 100%, juga banyak yang beralih ke metode WFH dan menurunkan operasional/bisnisnya, hingga yang terburuk harus menutup bisnis mereka akibat pandemi ini.
“Mengenai 2021, kami memprediksi sepertinya pandemi masih akan berlanjut hingga Q2, di mana semua akan tergantung pada ketersediaan vaksin, efektivitasnya atau keampuhannya, dan distribusinya. Di sisi lain, bisnis akan berangsur kembali normal, beberapa bisnis baru akan muncul dari situasi pandemi ini, dan bahkan akan bertumbuh cepat.” ujar Daisuke.
Monotaro.id merupakan e-commerce B2B asal Jepang yang menyediakan kebutuhan industri dan perkantoran. Perusahaan masuk ke pasar Indonesia dengan mengakuisisi mayoritas saham Sukamart (PT Sumisho E-commerce Indonesia) pada empat tahun lalu.
B2B mulai terbiasa melakukan pembelian online
Lembaga riset Mckinsey mengungkap bahwa para pengambil keputusan di perusahaan kini mulai terbiasa dengan belanja kebutuhan online selama masa pandemi. Selama tiga kuartal terakhir, pandemi memaksa segmen B2B, baik pembeli dan penjual, untuk go digital secara masif.
Dalam laporannya, sebanyak 70%-80% persen pengambil keputusan B2B di global lintas industri kini lebih memilih interaksi jarak jauh (remote) atau digital self-service. Sebanyak 32% responden B2B mau mengeluarkan budget $50 ribu-500 ribu untuk belanja perusahaan melalui digital, 12% mau mengeluarkan $500 ribu sampai $1 juta, dan 15% di atas $1 juta.
“Dari laporan tersebut, ini menjadi sebuah sentimen yang akan terus meningkat bahkan setelah lockdown berakhir,” ungkap McKinsey.
Para pengambil keputusan di dunia mengatakan bahwa belanja perusahaan melalui online dan jarak jauh sama efektifnya dengan keterlibatan langsung (offline), atau bahkan lebih. Demikian juga dengan para vendor yang meyakini bahwa transaksi digital sama efektifnya dengan pertemuan langsung agar terhubung dengan pelanggan existing.
Dengan kata lain, situasi di mana perusahaan “dipaksa” untuk mengadopsi digital akibat pandemi Covid-19 kini telah berkembang menjadi sebuah keyakinan bahwa tak ada salahnya melakukan transaksi digital.
–
Gambar header: Depositphotos.com