Oke, anda punya ide dan konsep brilian untuk membangun sebuah situs jejaring online. Ide yang sangat orisinil, belum ada yang punya, unik! Anda langsung mengkontak teman-teman web developer, programmer, dan designer untuk mengajak rapat mengenai ide ini. Wah! Responnya ternyata sangat positif! Pasti akan banyak yang bergabung ke komunitas ini, pindah dari Friendster atau Facebook. 3 bulan kemudian, ide anda terbukti jitu mendatangkan banyak pengguna yang beralih dari Friendster dan Facebook. 300.000 member baru hanya dalam waktu 3 bulan! Sebuah prestasi yang hebat.
Namun, setelah 3 bulan muncul pertanyaan baru. Bagaimana mendatangkan uang dari sini? Kita kan perlu uang untuk melakukan maintenance, meng-hire karyawan, biaya hosting, domain, dan lain-lain. Dari mana kita bisa dapat uang dari situs kita? Dan layaknya jutaan pebisnis online lainnya, anda pun membuka spot iklan sebagai sarana pembiayaan (monetisasi). Langkah spontan yang biasa dijumpai di layanan seperti MySpace, LinkedIn, Friendster dan Facebook. Apakah ini salah? Tentu saja tidak, lha wong menghasilkan uang halal kok, so no problem! Masalah mulai muncul ketika kita menyadari betapa kecilnya uang yang kita dapat dari click iklan di situs jejaring sosial kita. VentureBeat -dengan sederhana namun mendalam- memaparkan mengenai lemahnya pembiayaan situs jejaring sosial menggunakan iklan. Salah satu isu yang diangkat di paparan tersebut adalah kecilnya uang yang didapat dari CPM (cost per thousand views) yang lebih kecil dari 1 dollar. Kevin Keleher dari Wired Magazine juga mengulas secara rinci masalah revenue melalui iklan di situs MySpace dan situs jejaring sosial lainnya. Di post ini, dijelaskan rincian perhitungan revenue yang bisa didapat melalui iklan berbasis CPM.
Masalah lain yang muncul adalah kebanyakan metode pengiklanan yang justru menggagalkan usaha dari pengguna untuk engage ke layanan yang disediakan. Dalam bahasa sederhana, iklan yang mengganggu. Memang Kompas bukan sebuah layanan jejaring sosial, namun iklan yang tiba-tiba menutup layar anda ketika pertama membuka situs Kompas.com adalah contoh yang bagus untuk ini. Ketika kenyamanan pengguna dikorbankan untuk menampilkan iklan premium yang mendatangkan uang banyak, maka akan dapat mengurangi tingkat kunjungan pengguna yang merasa terganggu.
Contoh kasus yang cukup mengagetkan saya, adalah bagaimana Facebook benar-benar banting tulang untuk mendapatkan pembiayaan. Pada kenyataannya, situs jejaring sosial sekelas Facebook saja masih sulit untuk mendatangkan revenue. Bayangkan, dengan traffic yang sangat tinggi, pengguna yang jumlahnya fantastis, ternyata belum bisa membantu Facebook mendatangkan revenue yang signifikan. Namun tentu saja hal ini *untuk sementara* lebih baik daripada me-monetize sesuatu dengan mengorbankan pengguna, misalnya menjual email. Hahaha, itu bercanda kok, tidak mungkin Facebook sebegitu desperate-nya cari uang :p
Kalau saya berfikir bahwa Facebook apps itu adalah sebuah ladang yang cukup subur untuk dimonetize. Kenapa? Karena pada kenyataannya banyak pengguna yang menggunakan aplikasi-aplikasi yang tersebar di facebook, meskipun dikembangkan oleh pihak ketiga. Dan tidak jarang juga, aplikasi-aplikasi ini justru memasang iklan untuk memonetize aplikasi mereka. Ini tentu saja sebuah kesempatan yang terbuang, dan seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Facebook sebagai sumber revenue.
Salah satu strategi yang ditempuh Facebook antara lain kerjasamanya dengan CNN baru-baru ini untuk menyiarkan live streaming acara inagurasi Presiden Obama beberapa hari lalu. Rumor menyatakan Facebook mendapat revenue yang cukup besar dari kerjasama dengan salah satu media televisi besar di Amerika ini, meskipun rincian strategi dan total keuntungan tidak di-disclose.
Contoh lain, LinkedIn. Mungkin strategi LinkedIn ini adalah salah satu strategi yang cukup berhasil mendatangkan uang untuk LinkedIn. Bekerja sama dengan Simply Hired, LinkedIn memberikan kemudahan bagi Simply Hired untuk mencari pekerja-pekerja professional berdasarkan profil mereka di LinkedIn. Berhubung LinkedIn memiliki database yang akurat dan dalam jumlah besar, maka LinkedIn tinggal memberikan fitur kemudahan untuk SimplyHired dalam mencari pekerja potensial melalui LinkedIn. Simbiosis Mutualisme *halah* ini menghasilkan revenue yang cukup besar untuk LinkedIn dalam kerjasamanya dengan Simply Hired, dan Simply Hired pun mendapatkan kemudahan mencari SDM yang cocok untuk klien-klien mereka meskipun harus membayar cukup besar ke LinkedIn. Well at least, it’s worth it… for both side.
Kasus yang sedang hangat-hangatnya, Twitter! Situs microblogging + jejaring sosial ini memiliki basis pengguna yang sangat banyak dari seluruh penjuru dunia. Jutaan pengguna mengirimkan status mereka sampai rate ribuan status per detik. Namun karena metode monetisasi tak kunjung tiba, akhirnya Kevin Thau pun diboyong. Mantan Business Developer Buzzwire ini sengaja didatangkan ke markas Twitter di San Fransisco untuk membawa ide-ide baru mengenai bagaimana mendatangkan revenue untuk Twitter. Sampai sekarang sih memang belum ada terlihat strategi monetisasi yang konkrit di Twitter, namun sudah muncul beberapa indikasi langkah awal untuk memonetisasi beberapa layanannya. Contoh layanan yang dimonetisasi seperti Friend Suggestion, dan yang baru terlihat minggu depan adalah pembatasan request via API Twitter.
Dari langkah – langkah yang diambil ini, memang sepertinya Twitter memiliki strategi monetisasi yang cukup solid, datang dari seorang web business development yang handal. Kenapa saya bilang solid, karena melihat behaviour audience Twitter (terutama korporat) yang sulit mendapatkan exposure di Twitter ketika baru mendaftar. Adalah sebuah keharusan untuk mem-follow ribuan orang terlebih dahulu untuk mendapatkan exposure yang cukup untuk kemudian di-follow oleh orang lain, dan mendapatkan basis follower yang cukup agar dapat mengefektifkan penggunaan Twitter untuk korporat. Hal ini kemudian “didengar” oleh Twitter dan tentu saja diidentifikasi sebagai lahan revenue yang solid, karena tepat sasaran (untuk pengguna yg membutuhkan exposure) dan tidak mengganggu mayoritas pengguna lain (yang tidak membutuhkan exposure)
Oke, lalu bagaimana dengan layanan lokal? Digli, Fupei, dan berbagai macam layanan jejaring sosial lainnya di Indonesia? Apakah cukup hanya dengan iklan saja? Kalau anda dipilih sebagai CEO dari situs jejaring sosial lokal, strategi monetisasi apa yang akan anda tempuh untuk mendatangkan revenue?
Bacaan
http://clickingandscreaming.com/2009/01/06/monetize-or-die-social-networks-in-2009/
http://www.wired.com/techbiz/it/magazine/16-04/bz_socialnetworks
http://venturebeat.com/2008/11/12/monetizing-social-networks-the-good-the-bad-and-the-ugly/
http://chimprawk.blogspot.com/2006/10/selling-social-networks.html
http://www.buzznetworker.com/twitters-monetization-strategy/
http://www.web-strategist.com/blog/2008/02/11/the-many-challenges-of-social-networks/
Kalau saya punya situs social network yg standar2 aj kayak friendster, dll dan malas berinovasi. Otomatis sumber revenue pun ga jauh-jauh dari advertising. Soalnya ruang gerak produknya terbatas. Dan juga social network sites sperti ini bukan sesuatu yang essential atau kebutuhan pokok users-nya. Kalo udah menjadi kebutuhanpokok, otomatis itu akan menjadi sumber revenue.
Lain halnya dengan Facebook. Seperti yang anda sebutkan di atas tadi. Produknya kan berkembang terus (ada apps lah, FBconnec-tlah, itu lah), jadi peluang untuk me-monetize itu akan masih banyak kedepannya. Jadi intinya, kalo produknya ga inovatif, ya just grow your site, build a community, run some ads and get bought by some giant company (kalo ada yang mau).
Tapi kalo produknya inovatif, just keep innovating as you grow the community and and just that some kickass business model will find its way. Siapa tahu nantinya bisa jadi the next big thing kaya Google. Just my $0.20.
Kalau saya punya situs social network yg standar2 aj kayak friendster, dll dan malas berinovasi. Otomatis sumber revenue pun ga jauh-jauh dari advertising. Soalnya ruang gerak produknya terbatas. Dan juga social network sites sperti ini bukan sesuatu yang essential atau kebutuhan pokok users-nya. Kalo udah menjadi kebutuhanpokok, otomatis itu akan menjadi sumber revenue.
Lain halnya dengan Facebook. Seperti yang anda sebutkan di atas tadi. Produknya kan berkembang terus (ada apps lah, FBconnec-tlah, itu lah), jadi peluang untuk me-monetize itu akan masih banyak kedepannya. Jadi intinya, kalo produknya ga inovatif, ya just grow your site, build a community, run some ads and get bought by some giant company (kalo ada yang mau).
Tapi kalo produknya inovatif, just keep innovating as you grow the community and and just that some kickass business model will find its way. Siapa tahu nantinya bisa jadi the next big thing kaya Google. Just my $0.20.
Kalau saya punya situs social network yg standar2 aj kayak friendster, dll dan malas berinovasi. Otomatis sumber revenue pun ga jauh-jauh dari advertising. Soalnya ruang gerak produknya terbatas. Dan juga social network sites sperti ini bukan sesuatu yang essential atau kebutuhan pokok users-nya. Kalo udah menjadi kebutuhanpokok, otomatis itu akan menjadi sumber revenue.
Lain halnya dengan Facebook. Seperti yang anda sebutkan di atas tadi. Produknya kan berkembang terus (ada apps lah, FBconnec-tlah, itu lah), jadi peluang untuk me-monetize itu akan masih banyak kedepannya. Jadi intinya, kalo produknya ga inovatif, ya just grow your site, build a community, run some ads and get bought by some giant company (kalo ada yang mau).
Tapi kalo produknya inovatif, just keep innovating as you grow the community and and just that some kickass business model will find its way. Siapa tahu nantinya bisa jadi the next big thing kaya Google. Just my $0.20.
@Panca setuju sama inovasi, tapi inovasi yang dihasilkan pun juga *menurut saya* harus lebih terarah dalam artian inovasi yang mengarah ke metode monetisasi.
Kalau mengambil contoh Google, Google memang penuh dengan inovasi akan tetapi produk2 Google yang bisa dimonetisasi sendiri sangat terbatas. Revenue paling besar dari AdSense, dan Google merilis fitur embed iklan Ad-Sense di video YouTube. Selain AdSense, kayaknya Google juga masih harus mengembangkan inovasi untuk mencari revenue.
btw, komennya dobel ya mas? hehe, saya apus salah satu nih ya 🙂
@Panca setuju sama inovasi, tapi inovasi yang dihasilkan pun juga *menurut saya* harus lebih terarah dalam artian inovasi yang mengarah ke metode monetisasi.
Kalau mengambil contoh Google, Google memang penuh dengan inovasi akan tetapi produk2 Google yang bisa dimonetisasi sendiri sangat terbatas. Revenue paling besar dari AdSense, dan Google merilis fitur embed iklan Ad-Sense di video YouTube. Selain AdSense, kayaknya Google juga masih harus mengembangkan inovasi untuk mencari revenue.
btw, komennya dobel ya mas? hehe, saya apus salah satu nih ya 🙂
@Panca setuju sama inovasi, tapi inovasi yang dihasilkan pun juga *menurut saya* harus lebih terarah dalam artian inovasi yang mengarah ke metode monetisasi.
Kalau mengambil contoh Google, Google memang penuh dengan inovasi akan tetapi produk2 Google yang bisa dimonetisasi sendiri sangat terbatas. Revenue paling besar dari AdSense, dan Google merilis fitur embed iklan Ad-Sense di video YouTube. Selain AdSense, kayaknya Google juga masih harus mengembangkan inovasi untuk mencari revenue.
btw, komennya dobel ya mas? hehe, saya apus salah satu nih ya 🙂
Pertama. Adanya iklan premium di website kompas tidak akan membuat pengunjung lari. Bukan karena iklannya masih bisa ditoleransi, tapi karena tidak ada Kompas “alternatif”
Kedua. Jumlah follower bukanlah hal signifikan. Orang yang follow kita, belum tentu memperhatikan apa yang kita katakan. Apalagi untuk level korporat, susah untuk memunculkan ikatan emosi dengan follower. Itu pun jika mereka mau follow 😀
Pertama. Adanya iklan premium di website kompas tidak akan membuat pengunjung lari. Bukan karena iklannya masih bisa ditoleransi, tapi karena tidak ada Kompas “alternatif”
Kedua. Jumlah follower bukanlah hal signifikan. Orang yang follow kita, belum tentu memperhatikan apa yang kita katakan. Apalagi untuk level korporat, susah untuk memunculkan ikatan emosi dengan follower. Itu pun jika mereka mau follow 😀
Pertama. Adanya iklan premium di website kompas tidak akan membuat pengunjung lari. Bukan karena iklannya masih bisa ditoleransi, tapi karena tidak ada Kompas “alternatif”
Kedua. Jumlah follower bukanlah hal signifikan. Orang yang follow kita, belum tentu memperhatikan apa yang kita katakan. Apalagi untuk level korporat, susah untuk memunculkan ikatan emosi dengan follower. Itu pun jika mereka mau follow 😀
@Toni couldn’t agree with you more. Kasusnya sama kayak detik sih, meskipun kekurangan dimana-mana but everyone’s still donating huge traffic for them.
Kalo soal follower, well at least buat korporat, biar users tau kalo they’re ready to listen to you via Twitter. Just my 2 cents.
@Toni couldn’t agree with you more. Kasusnya sama kayak detik sih, meskipun kekurangan dimana-mana but everyone’s still donating huge traffic for them.
Kalo soal follower, well at least buat korporat, biar users tau kalo they’re ready to listen to you via Twitter. Just my 2 cents.
@Toni couldn’t agree with you more. Kasusnya sama kayak detik sih, meskipun kekurangan dimana-mana but everyone’s still donating huge traffic for them.
Kalo soal follower, well at least buat korporat, biar users tau kalo they’re ready to listen to you via Twitter. Just my 2 cents.
kalau saya yang jadi CEO, saya akan meng-hire Rama untuk menjadi CIO nya 😀
kalau saya yang jadi CEO, saya akan meng-hire Rama untuk menjadi CIO nya 😀
kalau saya yang jadi CEO, saya akan meng-hire Rama untuk menjadi CIO nya 😀
Hmm urusan monetisasi/business development benernya permasalahan kreatifitas, tentu saja yang perlu dukungan sponsor. Masih penasaran strategi monetisasi Twitter sih… 🙂
Hmm urusan monetisasi/business development benernya permasalahan kreatifitas, tentu saja yang perlu dukungan sponsor. Masih penasaran strategi monetisasi Twitter sih… 🙂
Hmm urusan monetisasi/business development benernya permasalahan kreatifitas, tentu saja yang perlu dukungan sponsor. Masih penasaran strategi monetisasi Twitter sih… 🙂
Kalau saya jadi CEO-nya, saya langsung menyerah, karena mengembangkan social network versi lokal di Indonesia sudah kayak bunuh diri. Pak Budiono dari Detik pernah cerita juga kalau dia nggak akan mau ngembangin social network utk Detik (meskipun Detik sudah selesai membuat enginenya, tinggal dijalanin). Karena mereka nggak akan meniru sesuatu yg populer yg dibuat versi lokalnya (entah ya kenapa mereka bikin ngecap.com hihih). Jadi, daripada ngejalanin sesuatu yg nggak ada hasilnya, mending menolak saja jadi CEO. (sorry for the harsh words, for me that’s the truth).
Kalau saya jadi CEO-nya, saya langsung menyerah, karena mengembangkan social network versi lokal di Indonesia sudah kayak bunuh diri. Pak Budiono dari Detik pernah cerita juga kalau dia nggak akan mau ngembangin social network utk Detik (meskipun Detik sudah selesai membuat enginenya, tinggal dijalanin). Karena mereka nggak akan meniru sesuatu yg populer yg dibuat versi lokalnya (entah ya kenapa mereka bikin ngecap.com hihih). Jadi, daripada ngejalanin sesuatu yg nggak ada hasilnya, mending menolak saja jadi CEO. (sorry for the harsh words, for me that’s the truth).
Kalau saya jadi CEO-nya, saya langsung menyerah, karena mengembangkan social network versi lokal di Indonesia sudah kayak bunuh diri. Pak Budiono dari Detik pernah cerita juga kalau dia nggak akan mau ngembangin social network utk Detik (meskipun Detik sudah selesai membuat enginenya, tinggal dijalanin). Karena mereka nggak akan meniru sesuatu yg populer yg dibuat versi lokalnya (entah ya kenapa mereka bikin ngecap.com hihih). Jadi, daripada ngejalanin sesuatu yg nggak ada hasilnya, mending menolak saja jadi CEO. (sorry for the harsh words, for me that’s the truth).
@Bambang jangan, bangkrut langsung hahahaha..
@Ivan ada yang bilang Twitter should focus on ads, some say they shouldn’t.
@Pitra memang pasti susah sih, but there’s gotta be some ways. Lagi2 dukungan kreativitas itu penting. But, nothing is impossible 😉
@Bambang jangan, bangkrut langsung hahahaha..
@Ivan ada yang bilang Twitter should focus on ads, some say they shouldn’t.
@Pitra memang pasti susah sih, but there’s gotta be some ways. Lagi2 dukungan kreativitas itu penting. But, nothing is impossible 😉
@Bambang jangan, bangkrut langsung hahahaha..
@Ivan ada yang bilang Twitter should focus on ads, some say they shouldn’t.
@Pitra memang pasti susah sih, but there’s gotta be some ways. Lagi2 dukungan kreativitas itu penting. But, nothing is impossible 😉
Saya mikirnya monetisasi lewat aplikasi yang bisa bikin query untuk networks.
jadi dengan fee kecil, orang bisa akses modal sosial yang ada di jejaring sosial.
gambaran umumnya saya tulis di catatan ini
http://www.facebook.com/note.php?note_id=52209989474
Saya mikirnya monetisasi lewat aplikasi yang bisa bikin query untuk networks.
jadi dengan fee kecil, orang bisa akses modal sosial yang ada di jejaring sosial.
gambaran umumnya saya tulis di catatan ini
http://www.facebook.com/note.php?note_id=52209989474
Saya mikirnya monetisasi lewat aplikasi yang bisa bikin query untuk networks.
jadi dengan fee kecil, orang bisa akses modal sosial yang ada di jejaring sosial.
gambaran umumnya saya tulis di catatan ini
http://www.facebook.com/note.php?note_id=52209989474
saya kira pengelola website jejaring sosial lokal harus jeli menangkap peluang mencari uang.
Kita hidup di Indonesia, dengan 30jt pengguna internet yang akan semakin terus bertambah… harus ada inovasi dalam aplikasi website ataupu mobile (kalo bisa bikin aplikasi ciptaan sendiri jangan yang udah instant)..
harus pula melihat bahwa banyak sekali pasar2 yang bisa digali dalam pasar lokal. artinya bermain pasar lokal di Indonesia akan lebih menguntungkan ketimbang bermain di pasar international seperti friendster, facebook, twitter dsb… banyak sekali UKM-UKM yang dapat dijadikan partner..
salam..
saya kira pengelola website jejaring sosial lokal harus jeli menangkap peluang mencari uang.
Kita hidup di Indonesia, dengan 30jt pengguna internet yang akan semakin terus bertambah… harus ada inovasi dalam aplikasi website ataupu mobile (kalo bisa bikin aplikasi ciptaan sendiri jangan yang udah instant)..
harus pula melihat bahwa banyak sekali pasar2 yang bisa digali dalam pasar lokal. artinya bermain pasar lokal di Indonesia akan lebih menguntungkan ketimbang bermain di pasar international seperti friendster, facebook, twitter dsb… banyak sekali UKM-UKM yang dapat dijadikan partner..
salam..
saya kira pengelola website jejaring sosial lokal harus jeli menangkap peluang mencari uang.
Kita hidup di Indonesia, dengan 30jt pengguna internet yang akan semakin terus bertambah… harus ada inovasi dalam aplikasi website ataupu mobile (kalo bisa bikin aplikasi ciptaan sendiri jangan yang udah instant)..
harus pula melihat bahwa banyak sekali pasar2 yang bisa digali dalam pasar lokal. artinya bermain pasar lokal di Indonesia akan lebih menguntungkan ketimbang bermain di pasar international seperti friendster, facebook, twitter dsb… banyak sekali UKM-UKM yang dapat dijadikan partner..
salam..
Hi .. salam kenal semuanya, terutama buat daily social .. mohon disambut, saya orba neh ( orang baru ) hehehe. Mau ikut cuap-2 ah, soalnya ini topik yang cukup menarik.
Menurut saya, monetizing strategy adalah sesuatu yang salah kaprah digunakan oleh banyak venture dot com. Dalam prakteknya monetizing strategy mengambil pola : bangun aplikasi yang dibutuhkan banyak orang ( execute the great ideas ), tingkatkan traffic situs and user engagement, then find a way to make money ( monetization ).
Dalam beberapa kasus, monetizing strategy berhasil dan mampu memberikan kesuksesan luar biasa bagi perusahaan yang menerapkannya, misalkan saja google atau yahoo. Namun bila kita perhatikan lebih seksama, metode ini sangat bergantung sekali pada gelombang pasar yang ada pada saat itu atau dapat dikatakan momentum pasar yang tepat ( rasanya google sangat tepat mengungkapkan perasaan mereka dengan meletakkan tombol I’m feeling lucky – karena mereka benar2 lucky ^^ ) .
Pada dasarnya monetizing strategy sangat baik bila ditujukan untuk mendorong inovasi, mereka yang itung2an terlebih dulu biasanya akan selalu menunda2 untuk bertindak dan ini akan menghambat inovasi, selain itu, kebanyakan pola pikir mereka adalah bagaimana membuat sebuah produk yang dapat membuat dunia ini jadi tempat yang lebih baik, bukan melulu sebagai ladang mata pencaharian mereka.
Nah sayangnya, mereka yang sekedar ikut2an membuat produk serupa karena melihat kesuksesan para inovator ini ( kasusnya banyak terjadi di negara tercinta kita Indonesia ini ), bakal kecele dan putus arang saat mereka kesulitan untuk menerapkan strategi monetisasi.
Karena memang motivasinya harus berbeda — karena apabila anda menciptakan sebuah produk yang dicintai banyak orang dan motivasi anda bukanlah sekedar duit, tapi produk anda butuh duit untuk tetap eksis, maka banyak orang yang akan mendukung anda ( think open source ) – tapi lain hal bila sebaliknya, orang tidak akan peduli bila anda hanya mencoba mencari duit.
Saran saya, sebelum memulai, pikirkan terlebih dulu model bisnis yang akan anda gunakan. Model bisnis adalah mesin pendapatan anda, tertanam dalam dasar fondasi bisnis anda. pendekatan ini sangat berbeda dengan strategi monetisasi, karena anda akan membangun produk ( layanan / aplikasi web ) berdasarkan mesin pendapatan yang sudah anda rancang sebelumnya.
Wuuuih panjang juga yagh cuap2nya hehehe .. udah dulu ah tar kalo diterusin bisa jadi blog post tersendiri lagi, gawat tuh, tar daily social kagak laku hehehe ( sorri dori bro )
Hi .. salam kenal semuanya, terutama buat daily social .. mohon disambut, saya orba neh ( orang baru ) hehehe. Mau ikut cuap-2 ah, soalnya ini topik yang cukup menarik.
Menurut saya, monetizing strategy adalah sesuatu yang salah kaprah digunakan oleh banyak venture dot com. Dalam prakteknya monetizing strategy mengambil pola : bangun aplikasi yang dibutuhkan banyak orang ( execute the great ideas ), tingkatkan traffic situs and user engagement, then find a way to make money ( monetization ).
Dalam beberapa kasus, monetizing strategy berhasil dan mampu memberikan kesuksesan luar biasa bagi perusahaan yang menerapkannya, misalkan saja google atau yahoo. Namun bila kita perhatikan lebih seksama, metode ini sangat bergantung sekali pada gelombang pasar yang ada pada saat itu atau dapat dikatakan momentum pasar yang tepat ( rasanya google sangat tepat mengungkapkan perasaan mereka dengan meletakkan tombol I’m feeling lucky – karena mereka benar2 lucky ^^ ) .
Pada dasarnya monetizing strategy sangat baik bila ditujukan untuk mendorong inovasi, mereka yang itung2an terlebih dulu biasanya akan selalu menunda2 untuk bertindak dan ini akan menghambat inovasi, selain itu, kebanyakan pola pikir mereka adalah bagaimana membuat sebuah produk yang dapat membuat dunia ini jadi tempat yang lebih baik, bukan melulu sebagai ladang mata pencaharian mereka.
Nah sayangnya, mereka yang sekedar ikut2an membuat produk serupa karena melihat kesuksesan para inovator ini ( kasusnya banyak terjadi di negara tercinta kita Indonesia ini ), bakal kecele dan putus arang saat mereka kesulitan untuk menerapkan strategi monetisasi.
Karena memang motivasinya harus berbeda — karena apabila anda menciptakan sebuah produk yang dicintai banyak orang dan motivasi anda bukanlah sekedar duit, tapi produk anda butuh duit untuk tetap eksis, maka banyak orang yang akan mendukung anda ( think open source ) – tapi lain hal bila sebaliknya, orang tidak akan peduli bila anda hanya mencoba mencari duit.
Saran saya, sebelum memulai, pikirkan terlebih dulu model bisnis yang akan anda gunakan. Model bisnis adalah mesin pendapatan anda, tertanam dalam dasar fondasi bisnis anda. pendekatan ini sangat berbeda dengan strategi monetisasi, karena anda akan membangun produk ( layanan / aplikasi web ) berdasarkan mesin pendapatan yang sudah anda rancang sebelumnya.
Wuuuih panjang juga yagh cuap2nya hehehe .. udah dulu ah tar kalo diterusin bisa jadi blog post tersendiri lagi, gawat tuh, tar daily social kagak laku hehehe ( sorri dori bro )
Hi .. salam kenal semuanya, terutama buat daily social .. mohon disambut, saya orba neh ( orang baru ) hehehe. Mau ikut cuap-2 ah, soalnya ini topik yang cukup menarik.
Menurut saya, monetizing strategy adalah sesuatu yang salah kaprah digunakan oleh banyak venture dot com. Dalam prakteknya monetizing strategy mengambil pola : bangun aplikasi yang dibutuhkan banyak orang ( execute the great ideas ), tingkatkan traffic situs and user engagement, then find a way to make money ( monetization ).
Dalam beberapa kasus, monetizing strategy berhasil dan mampu memberikan kesuksesan luar biasa bagi perusahaan yang menerapkannya, misalkan saja google atau yahoo. Namun bila kita perhatikan lebih seksama, metode ini sangat bergantung sekali pada gelombang pasar yang ada pada saat itu atau dapat dikatakan momentum pasar yang tepat ( rasanya google sangat tepat mengungkapkan perasaan mereka dengan meletakkan tombol I’m feeling lucky – karena mereka benar2 lucky ^^ ) .
Pada dasarnya monetizing strategy sangat baik bila ditujukan untuk mendorong inovasi, mereka yang itung2an terlebih dulu biasanya akan selalu menunda2 untuk bertindak dan ini akan menghambat inovasi, selain itu, kebanyakan pola pikir mereka adalah bagaimana membuat sebuah produk yang dapat membuat dunia ini jadi tempat yang lebih baik, bukan melulu sebagai ladang mata pencaharian mereka.
Nah sayangnya, mereka yang sekedar ikut2an membuat produk serupa karena melihat kesuksesan para inovator ini ( kasusnya banyak terjadi di negara tercinta kita Indonesia ini ), bakal kecele dan putus arang saat mereka kesulitan untuk menerapkan strategi monetisasi.
Karena memang motivasinya harus berbeda — karena apabila anda menciptakan sebuah produk yang dicintai banyak orang dan motivasi anda bukanlah sekedar duit, tapi produk anda butuh duit untuk tetap eksis, maka banyak orang yang akan mendukung anda ( think open source ) – tapi lain hal bila sebaliknya, orang tidak akan peduli bila anda hanya mencoba mencari duit.
Saran saya, sebelum memulai, pikirkan terlebih dulu model bisnis yang akan anda gunakan. Model bisnis adalah mesin pendapatan anda, tertanam dalam dasar fondasi bisnis anda. pendekatan ini sangat berbeda dengan strategi monetisasi, karena anda akan membangun produk ( layanan / aplikasi web ) berdasarkan mesin pendapatan yang sudah anda rancang sebelumnya.
Wuuuih panjang juga yagh cuap2nya hehehe .. udah dulu ah tar kalo diterusin bisa jadi blog post tersendiri lagi, gawat tuh, tar daily social kagak laku hehehe ( sorri dori bro )
wuidiiiiiii gokil mas komennya hehe, makin nambah ilmu saya. Hehe maaf gak bisa beri masukan buat artikel ini, masih ijo saya di dunia bisnis nie