Bagi Anda yang berniat mendirikan startup, biasanya ada satu pertanyaan simpel tetapi cukup sulit untuk diputuskan: Apakah Anda harus fokus membangun startup Anda melalui website responsif atau langsung secara membangun aplikasi mobile? Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan beberapa pertimbangan, mulai dari jenis startup, kebutuhan konsumen, hingga tren pasar terkini. Berikut pandangan pelaku startup Indonesia yang bisa jadi pertimbangan.
Dilema ini menjadi suatu hal yang sulit, karena kedua pilihan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada akhirnya hal itu tergantung pada tujuan bisnis Anda. Tak ada perdebatan yang mana lebih baik karena semua lebih kepada panggilan bisnis ketimbang kemampuan teknis.
Memang, jika startup Anda memiliki sumber daya yang cukup, yang paling baik adalah langsung membangun keduanya untuk dapat menangkap perhatian khalayak lebih luas. Startup dengan sumber daya terbatas tidak mampu melakukan keduanya sekaligus, itulah sebabnya penting untuk memahami keuntungan dari kedua pilihan serta menentukan prioritas.
“Fokus dulu dengan masalah apa yang mau diselesaikan oleh startup tersebut. Misal yang mau diselesaikan adalah produktivitas karyawan di jam kerja, akan lebih tepat jika membuat versi web, karena karyawan pasti akan lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar komputer dibanding di depan layar mobile phone. Sebaliknya, kalau masalah yang mau diselesaikan lebih banyak dilakukan user yang sedang mobile/commuting, maka akan lebih tepat kalau dibuat mobile app. Jadi jangan sekedar termakan oleh buzzword ‘Mobile First’,” saran Pendiri dan CTO Froyo Kreatif Indonesia Asep Bagja Priandana.
Untung rugi desain responsif versus aplikasi
Situs responsif tentu pilihan yang paling terjangkau untuk bisnis Anda dibandingkan dengan pengembangan aplikasi mobile. Hal yang dibutuhkan adalah biaya awal mendesain ulang situs Anda untuk menjadi ramah ponsel, biaya pemeliharaan sesekali, dan upgrade.
Jika feasibility di mesin pencari adalah bagian penting dari strategi Anda untuk mengembangkan bisnis dan dapat diakses dari perangkat apapun, maka situs responsif sangat penting dalam mendongkrak traction. Aplikasi mobile tinggal di lingkungan yang tertutup dan tidak dapat diindeks oleh mesin pencari.
Sebuah aplikasi mobile dirancang untuk pengalaman unik. Namun, jangan berpikir desain responsif sebagai jalan keluar yang mudah dan solusi untuk semua masalah. Meskipun situs responsif mengoptimalkan pengalaman Anda, namun tidak menggabungkan semua fitur ponsel pintar seperti kamera atau GPS yang dapat dilakukan aplikasi. Aplikasi mobile akan memberikan pengguna fungsi yang unik dan kecepatan yang tidak dapat dilakukan dengan website responsif.
Pertimbangan budget, teknis, dan bisnis
CEO PriceArea Andry Suhaili memberikan beberapa perbandingan yang semoga bisa membantu pengambilan keputusan Anda. Andry mengatakan, “Dari segi teknis, biaya dan waktu ada beberapa hal: Aplikasi bisa memberikan respon lebih cepat, namun hanya support di smartphone yang mendukung OS (dengan) aplikasinya.”
Andry juga menambahkan situs responsif lebih lambat karena perlu proses untuk menampilkan data dan HTML, tapi sangat praktis karena support hampir semua browser smartphone. Aplikasi membutuhkan budget dan waktu pengembangan lebih banyak ketimbang situs. Selain harus memiliki developer yang sudah berpengalaman membuat aplikasi mobile, proses pembangunan juga lebih banyak terutama di sisi Javascript yang berbeda-beda di setiap device.
“Sedangkan dari segi pemasaran, mobile apps bisa memberikan user experience dan user engagement yang lebih baik ketimbang situs. Keuntungan web responsive ketimbang apps adalah dapat menjangkau hampir seluruh lapisan pengguna internet. Lewat web responsive juga bisa menggunakan berbagai macam channel pemasaran online untuk mendapatkan user baru,” imbuhnya.
Sumber daya
“Start from competency dulu aja. Kalau merasa memiliki kemampuan dalam mengembangkan mobile app, mulai dari situ. Sedangkan kalau keahliannya di web, ya mulai dari web. Karena dua-duanya patut untuk difokuskan. App dengan stickiness-nya yg luar biasa tinggi. Web dengan SEO-nya yg sangat kuat. Ciri-ciri ini tidak dimiliki satu sama lainnya,” begitu pandangan CEO Bukalapak Achmad Zaki.
Langkah ini dilakukan oleh Pendiri AppAja Robin Dutheil. Keputusannya memilih membangun aplikasi sebab tenaga kerja yang dimiliki masih terbatas.
“Menurutku, aplikasi native jauh lebih efisien dari pada versi web: lebih cepat, orang sudah terbiasa cari langsung di app store kalau ada aplikasi. Tapi versi web bisa bantu ketika tenaga kerja terbatas dan kita ingin langsung kena seluruh pasarnya,” papar Robin.
CEO Orori George B. Sumantri memulai dari situs responsif dengan alasan yang sama karena untuk kasusnya pengembangan situs membutuhkan sumber daya lebih sedikit dibandingkan mobile.
Pengalaman pendiri dalam mengambil keputusan
COO Kelase Winastwan Gora mengatakan bahwa idealnya fokus ke mobile, karena menurutnya berdasar hasil penelitian, aplikasi akan dilihat 150 kali setiap harinya oleh pengguna, karena kemudahan aksesnya. Namun ia juga menambahkan perlu dipertimbangkan juga fungsi dari aplikasi yang dikembangkan.
“Ketika kami mengembangkan Kelase, agar lebih cepat diluncurkan ke publik maka kami menggunakan responsive web di awal alpha dan beta release dan membuat aplikasi mobile (Android) untuk web launcher-nya,” ungkap Gora.
Gora juga membeberkan berdasarkan tanggapan dari pengguna, situs responsif kurang cepat untuk diakses apabila bandwidth-nya jelek, sehingga memengaruhi user experience. Hal senada juga disampaikan oleh Robin, bahwa koneksi Internet di indonesia masih belum cukup cepat sehingga situs responsif menjadi lebih lama diakses pengguna.
Pertimbangan PriceArea berbeda lagi. Andry mengatakan lebih condong untuk memulai startup dengan versi web dulu.
“Saat membangun startup, harus banyak melakukan testing, measurement dan analisa pasar terhadap fitur yang ditawarkan. Hingga startup menemukan product market fit, baru diterapkan ke dalam aplikasi mobile untuk meng-engage user dan menawarkan fitur-fitur yang tidak dimiliki oleh browser. Pertimbangan di atas bisa di aplikasikan ke hampir semua jenis startup, kecuali sebuah Startup yang memiliki bisnis model dan strategi pasar yang hanya menargetkan pengguna mobile,” tuturnya.