19 January 2022

by Glenn Kaonang

Akuisisi Activision Blizzard Senilai $68,7 Miliar, Microsoft Berpotensi Jadi Besar di Bisnis Game Mobile dan Esport

Microsoft mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi pemilik franchise Call of Duty, Warcraft, StarCraft, Diablo, Overwatch, dan juga Candy Crush

Dalam sebuah wawancara pada bulan Oktober 2021 lalu, bos besar Xbox, Phil Spencer, sempat bilang bahwa perusahaannya belum punya rencana untuk berhenti mengakuisisi studio game. Mendengar hal itu, saya pun bertanya dalam hati, "Kira-kira perusahaan game apa lagi yang bahkan lebih besar ketimbang ZeniMax yang akan dicaplok oleh Microsoft?" Tanpa perlu menunggu lama, Microsoft rupanya sudah punya jawabannya: Activision Blizzard.

Lewat siaran pers, Microsoft mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi Activision Blizzard dengan mahar senilai $68,7 miliar, atau kurang lebih setara 986 triliun rupiah. Seandainya semua berjalan sesuai rencana, ini bakal menjadi akuisisi terbesar di sepanjang sejarah Microsoft, mengalahkan rekor sebelumnya yang dipegang oleh LinkedIn senilai $26,2 miliar.

Pasca akuisisi, Microsoft mengklaim dirinya bakal menjadi perusahaan gaming terbesar ketiga di dunia setelah Tencent dan Sony, kalau dilihat berdasarkan pendapatan. Tentu saja, akuisisi ini juga bakal mendatangkan beberapa franchise gaming besar macam Call of Duty, Warcraft, StarCraft, Diablo, Overwatch, dan Candy Crush, ke portofolio Microsoft.

Sontak, sebagian orang melihat ini sebagai kabar buruk buat Sony. Pasalnya, kalau belajar dari akuisisi sebelumnya (ZeniMax), ada kemungkinan Microsoft juga akan menyulap deretan IP milik Activision Blizzard menjadi eksklusif untuk platform Xbox dan PC.

Di blog Xbox, Phil Spencer mengatakan bahwa saat proses akuisisinya sudah selesai nanti, Microsoft bakal menghadirkan sebanyak mungkin game terbitan Activision Blizzard ke Xbox Game Pass dan PC Game Pass. Harapannya tentu agar kedua layanan subscription tersebut bisa terus bertumbuh lebih besar lagi. Per hari ini, Phil bilang bahwa jumlah pelanggan Game Pass sudah menembus angka 25 juta orang.

Lucu juga seandainya ke depannya Crash Bandicoot dan Spyro (dua franchise game yang besar di ekosistem PlayStation) bakal jadi eksklusif untuk platform Xbox dan PC.

Bisnis game mobile dan esport jadi motivasi utama

Candy Crush Saga / King

Namun menurut saya rivalitas dengan Sony itu baru sebagian dari cerita lengkapnya. Bisa jadi, yang menjadi alasan utama Microsoft justru adalah bisnis game mobile Activision Blizzard. Seperti yang kita tahu, perputaran uang terbesar di industri video game terjadi di ranah mobile. Kalau tidak, Take-Two tidak akan rela mengucurkan dana sebesar $12,7 miliar buat mengakuisisi Zynga baru-baru ini.

Microsoft pun tampaknya juga ingin bisa menguasai porsi yang signifikan di industri mobile gaming. Sejauh ini, mereka cuma punya Minecraft sebagai game yang cukup populer di kalangan mobile gamer.

Activision Blizzard boleh terkenal karena Call of Duty dan Warcraft, akan tetapi sejak mereka mengakuisisi King (pencipta Candy Crush) di tahun 2015, mobile gaming langsung menjadi bagian penting dari bisnis mereka. Pada kenyataannya, berdasarkan laporan finansial terakhir Activision Blizzard (Q3 2021), King tercatat sebagai divisi yang mendatangkan pemasukan terbesar ($652 juta) bagi Activision Blizzard. Di samping itu, Call of Duty Mobile juga terbukti sukses besar, dan Blizzard pun tengah bersiap untuk meluncurkan Diablo di platform mobile.

Tentu saja tidak akan ada perusahaan game yang menolak kehadiran franchise sebesar Call of Duty di portofolionya, akan tetapi Microsoft sendiri sebenarnya sudah punya beberapa franchise game shooter yang tidak kalah terkenal, seperti Halo, Gears of War, Doom, dan Wolfenstein. Jadi, yang mungkin lebih menggoda bagi Microsoft adalah Candy Crush.

Motivasi lainnya bisa jadi adalah esport. "Pasca akuisisi, Microsoft bakal memiliki 30 studio pengembangan game internal, lengkap beserta kapabilitas ekstra dalam hal publishing dan juga produksi esport," tulis Microsoft di siaran persnya.

Blizzard, seperti yang kita tahu, sudah sangat berpengalaman di industri esport, dan beberapa game bikinannya pun sudah memiliki skena esport yang matang, macam StarCraft II, Overwatch, maupun Hearthstone. Dari kubu Activision, Call of Duty pun juga memiliki liga esport profesional yang cukup berhasil. Kita juga tidak boleh lupa bahwa sejak 2016, Activision Blizzard sudah resmi menjadi pemilik organisasi esport Major League Gaming (MLG).

Indikasi lain adalah pergantian jabatan Phil Spencer dari "Head of Xbox" menjadi "CEO Microsoft Gaming". Xbox selama ini sudah sangat melekat dengan ekosistem konsol, dan mungkin akan lebih mudah bagi Microsoft untuk melebarkan sayapnya di segmen mobile dan esportย tanpa harus membawa branding Xbox lagi.

Akuisisi di tengah skandal

Deretan karakter dari franchise game populer milik Activision Blizzard / Activision Blizzard

Menariknya, rencana akuisisi ini diumumkan selagi Activision Blizzard tengah dilanda skandal seputar kasus pelecehan seksual. Kasusnya cukup serius sampai-sampai karyawan Activision Blizzard beberapa kali mogok kerja, dan bahkan tidak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk hengkang, termasuk sejumlah petinggi dan veteran seperti J. Allen Brack (eks bos besar Blizzard) maupun Jeff Kaplan (eks Game Director Overwatch).

Buntut perkaranya, ribuan karyawan Activision Blizzard menandatangani petisi yang meminta Bobby Kotick (CEO Activision Blizzard) untuk mundur dari jabatannya. Otomatis, banyak yang penasaran bagaimana Microsoft bakal menyelesaikan permasalahan ini, apalagi mengingat Bobby masih akan menjabat sebagai CEO Activision Blizzard sampai proses akuisisinya benar-benar selesai. Bisa jadi, jabatan tersebut bakal dioper ke orang lain pasca akuisisi.

Phil Spencer sempat menyinggung sedikit soal ini di blog Xbox, meski tidak secara langsung. "Sebagai sebuah perusahaan, Microsoft berkomitmen untuk menjadi inklusif dalam segala aspek gaming, baik di kalangan karyawan maupun pemain. Kami sangat menghargai kultur setiap studio. Kami juga percaya bahwa kesuksesan dari segi kreativitas dan otonomi berjalan beriringan dengan memperlakukan setiap orang dengan bermartabat dan hormat. Kami memegang komitmen ini untuk semua tim dan semua pemimpin. Kami berharap agar dapat memperluas budaya inklusi proaktif kami ke tim-tim hebat di seluruh Activision Blizzard," tulis Phil.