Dark
Light

Mereka yang Merintis Platform Monetisasi untuk Kreator

2 mins read
February 10, 2020
KaryaKarsa, SocioBuzz Tribe, dan Trakteer ingin membantu kreator hidup dari karyanya melalui platform monetisasi
KaryaKarsa, SocioBuzz Tribe, dan Trakteer ingin membantu kreator hidup dari karyanya melalui platform monetisasi

Tidak sedikit startup yang ada di Indonesia berkiblat ke startup yang cukup sukses di Amerika. Konsep kemudian di bawa masuk ke pasar Indonesia tentunya dengan penyesuaian yang ada. KaryaKarsa, Trakteer, dan SociaBuzz Tribe, adalah beberapa di antaranya. Ketiganya mengambi konsep yang serupa dengan Patreon untuk dibawa ke pasar Indonesia.

Di luar sana Patreon terkenal sebagai salah satu platform yang mewadahi para kreator untuk berkarya. Solusi yang disediakan berupa platform yang bisa menghubungkan langsung para kreator dengan para fans, dengan demikian kreator bisa membuat konten eksklusif untuk para penggemarnya, tentunya ada transaksi di dalamnya.

Di Indonesia KaryaKarsa, Trakteer, dan SociaBuzz Tribe mereplikasinya. Para kreator atau pekerja seni bisa mendapat penghasilan dari karya yang mereka buat. Mengingat di Indonesia angka pembajakan dan klaim karya orang lain (bisa disebut pencurian konten) yang masih tinggi, ketiganya bisa jadi alternatif solusi.

Hanya saja ada beberapa hal yang menjadi tantangan. Iklim dukungan di Indonesia dan kebiasaan membayar untuk menikmati karya masih tergolong kecil. Masih banyak mereka yang lebih memilih menikmati karya secara gratis, meskipun itu ilegal. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan ketiga platform di atas menjadi besar di Indonesia. Ada potensi ketiganya mengambil peran sebagai jembatan untuk menikmati karya secara legal.

Perjuangan masih di tahap awal

KaryaKarsa mulai diperkenalkan pada Oktober tahun lalu. Startup yang digawangi Ario Tamat ini disebut sudah memilki 1000 kreator yang sudah melalui proses kurasi. Di awal kemunculannya, KaryaKarsa memulai dengan para comic artist/ilustrator.

“Pada awal tahun 2020 kami sudah berhasil mencapai Rp 100 juta total pemasukan terkumpul atas nama kreator, yang biasanya kami bagikan ke kreator seperti gajian melalui #gajiandiKaryaKarsa,” terang Ario.

Hampir di saat yang bersamaan, Miftah Mizwar, Rizki Lizuardi, dan Budi Satria Wijaya mulai memperkenalkan Trakteer. Dirilis pada tanggal 17 Agustus 2019 pihak Trakteer mengklaim sudah memiliki 3000 kreator dan 17.000 pendukung.

“Pada tahun 2020, selain kami fokus untuk bisa berkolaborasi dengan konten kreator di Indonesia, kami juga berusaha untuk terus mengembangkan platform ini menuju versi final dan pengembangan aplikasi mobile. Hingga nantinya bisa benar benar memudahkan kreator dalam membuat karya, juga bersahabat bagi supporter untuk mendukung dan menikmati konten di Trakteer,” terang Miftah.

Sedikit berbeda, SociaBuzz Tribe bukanlah sebuah platform khusus dukungan karya, tetapi merupakan sebuah fitur yang tergabung dengan platform SociaBuzz, sebuah marketplace jasa kreatif dan influencer marketing.

Di bawah kepemimpinan Rade Tampubolon, SociaBuzz saat ini sudah memiliki 39.000 talenta dan kreator konten. Fitur SocioBuzz Tribe sendiri sudah masuk ke dalam roadmap pengembangan sejak tahun 2017 silam. Hingga akhirnya mulai diperkenalkan tahun ini.

Saat ini semuanya masih dalam tahap awal. Masih ada pekerjaan yang harus dibenahi sambil membuktikan bahwa sistem dan model bisnis bekerja dengan baik.

Membantu kreator hidup dari karyanya

Mereplikasi konsep Patreon untuk dibawa ke Indonesia tentunya memiliki risiko, salah satunya pasar Indonesia yang cukup berbeda. Memastikan kreator yang bergabung mendapatkan pendapatan dan mengajak penikmat karya bergabung adalah salah satunya.

Bagi Ario, tantangan terbesar yang dihadapi KaryaKarsa adalah membuat kreator mendapat penghasilan yang berkesinambungan dan bagi para penggemar bisa mendapatkan karya yang mereka inginkan. Kini KaryaKarsa juga tengah menjajaki kerja sama dengan kelompok atau organisasi yang memiliki massa.

“Jumlah kreator kami yang mendapatkan dukungan semakin tinggi, tapi PR-nya adalah bagaimana kreator-kreator lain juga dapat menemukan formula yang pas antara kreator dan penikmat karya supaya kreator dapat berpenghasilan dan penikmat karya mendapat karya yang mereka inginkan secara berkesinambungan. Apakah orang mau membayar untuk konten sudah bukan pertanyaan lagi, tapi bagaimana kami dapat memberdayakan kreator supaya dapat ‘Hidup Dari Karya’,” terang Ario. .

Hal senada dilontarkan Miftah. Menurutnya, sekarang masyarakat Indonesia sudah mulai terbiasa dengan dunia digital. Masalah pembayaran juga mulai hilang berangsur dengan hadirnya pilihan uang elektronik yang beragam. Ini adalah satu hal penting yang bisa jadi awal berkembangnya layanan seperti Trakteer.

“Intinya sih kebutuhan dan kemudahan dalam transaksi membantu model bisnis ini bisa diterima di masyarakat. Kami kira sudah ada model bisnis serupa yang mulai digunakan dan diterima di masyarakat, seperti berlangganan/tip pada aplikasi komik, streaming, hingga konten dalam bentuk tulisan. PR-nya adalah tentang bagaimana kita mengedukasi pengguna agar mengerti terkait sistem dan layanan yang ditawarkan,” lanjut Miftah.

Belajar dari Co-Founder dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie tentang transisi dari profesional pemodal ventura menjadi CEO startup
Previous Story

Cerita Transisi Profesional Pemodal Ventura Menjadi CEO Startup

Next Story

Switch Memasuki Fase Pertengahan Siklus Hidupnya, 30 Persen Gamer Juga Membeli Versi Lite

Latest from Blog

Don't Miss

Alasan KaryaKarsa Menyediakan Asisten AI

OpenAI meluncurkan ChatGPT pada November 2022. Dengan cepat, ChatGPT menarik
KaryaKarsa Karina

KaryaKarsa Luncurkan Karina, Asisten Penulis Berbasis AI ala ChatGPT

Perkembangan teknologi artificial intelligence (AI) berlangsung begitu cepat, dan sekarang