Peran teknologi untuk mendemokratisasi proses bisnis perusahaan kian meluas, tak terkecuali dalam divisi sumber daya manusia (SDM). Sejatinya, produk teknologi untuk sistem informasi SDM (Human Resources Management System – HRIS) sudah banyak dijajakan di pasaran, khususnya dari vendor luar negeri. Namun karena keterbatasan yang ada, baik dari sisi fitur maupun tahapan implementasinya, masih banyak aktivitas SDM perkantoran yang dikerjakan secara manual. Contohnya pengajuan cuti dengan formulir kertas, proses screening kandidat, sampai penggajian yang ditransfer manual.
Di samping itu, kultur di setiap negara bisa jadi berbeda, sehingga sangat penting bagi pengembang sistem untuk memahami kebutuhan dan pengalaman pengguna yang diharapkan. Ini menjadi peluang bagi startup lokal untuk berinovasi dengan pemahaman yang dimiliki. Berbentuk Software as a Services (SaaS), sudah ada beberapa produk HRIS yang dikembangkan oleh pemain lokal, salah satunya CATAPA. Startup yang dinakhodai oleh Stefanie Suanita (Founder & CEO) ini terbilang cukup gesit dalam melakukan pengembangan produk; di masa pandemi lalu, mereka meluncurkan beberapa fitur untuk penyesuaian.
Salah satunya CATAPA Safe, yakni sebuah aplikasi yang berfungsi mengidentifikasi jarak antar karyawan selama berada di area kerja. Dirilis sejak April 2020, layanan ini memiliki tiga tujuan utama, yakni melakukan Track, Trace, dan Isolate. Apabila ada karyawan yang positif Covid-19, perusahaan dapat melacak siapa yang pernah melakukan kontak dengan karyawan bersangkutan selama 14 hari ke belakang untuk segera diisolasi.
Selain itu, untuk mendukung kegiatan work from home atau remote working, dirilis juga CATAPA Contactless Attendance. Aplikasi presensi yang memungkinkan tim SDM mendeteksi keabsahan mereka dengan melihat foto sampai lokasi bekerjanya.
DailySocial berkesempatan untuk melakukan wawancara eksklusif dengan Stefanie, membincangkan isu-isu dalam kebutuhan SDM perusahaan dan tren teknologi yang akan mentransformasi HRIS di Indonesia.
Permasalahan dalam sistem SDM tradisional
Menurut Stefanie, ada beberapa urgensi yang membuat perusahaan mulai mempertimbangkan layanan digital untuk menunjang HRIS. Pertama, dari sistem yang sudah ada masih banyak aspek yang dikerjakan manual, seperti yang disebutkan di awal tadi.
“Banyak perusahaan yang masih pakai Excel untuk pengajuan cuti, isunya akan terjadi single point of failure. Berkas dan knowledge-nya hanya tersimpan di laptop satu orang tim HR saja. Akan terjadi permasalahan jika orang tersebut sakit atau bahkan keluar dari kantor,” kata Stefaine.
Ia melanjutkan, “Belum lagi kalau menyangkut urusan payroll. Mungkin untuk karyawan yang gaji bulanannya tergolong besar, transferan telat beberapa jam tidak terlalu berdampak. Tapi ada beberapa karyawan dengan gaji pas-pasan yang sangat bergantung dengan pemasukan tersebut. Delay satu-dua jam menjadi sangat berpengaruh bagi mereka.”
Kedua, layanan HRIS canggih yang ada biasanya cenderung mahal. Terlebih lagi yang dari vendor internasional, banyak yang belum memberikan dukungan penuh dengan kultur kerja di sini – misalnya sistem payroll yang disesuaikan beleid perpajakan di Indonesia, atau terintegrasi dengan sistem pembayaran di Indonesia. Kemudian yang ketiga terkait dukungan penggunaan; banyak perusahaan yang bilang ke Stefanie berpindah ke layanan HRIS lokal karena menginginkan dukungan penggunaan yang lebih cepat.
Sebagai SaaS, CATAPA mengenakan biaya berlangganan per karyawan dengan biaya sekitar 12 ribuan. Stefanie mengklaim, dengan transformasi digital di ranah sistem SDM dapat menghemat biaya sampai 120 juta Rupiah per tahun dan penghematan waktu hingga 12 ribu menit. Karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang lebih untuk pengadaan infrastruktur dan pekerja tambahan.
Tren teknologi HRIS
Spesifik untuk penunjang HRIS, Stefanie mengungkapkan ada tiga teknologi yang akan membentuk tren di 2021. Pertama, penggunaan cloud-based HRIS yang makin masif. Menurut Gartner Report, 55% revenue HRIS datangnya dari solusi berbasis cloud. Mengindikasikan peminat yang semakin besar.
“Kalau dulu, banyak yang maunya sistem HRIS di-host di server lokal karena khawatir akan keamanan data. Tapi sekarang paradigmanya sudah mulai berubah. Layanan cloud HRIS CATAPA bahkan menawarkan sistem keamanan military grade. Dengan cloud, perusahaan bisa scale lebih cepat dengan biaya terjangkau tanpa harus berinvestasi besar di server dan engineer,” ujar Stefanie.
Tren selanjutnya adalah terkait Employee Wellness System, yakni serangkaian program atau aktivitas untuk mendukung lingkungan kerja sehat. Contohnya ada kebutuhan tim SDM melakukan survei harian, untuk memantau kondisi kesehatan dan tingkat kebahagiaan karyawan untuk menjaga produktivitasnya. Bahkan di saat-saat sekarang ini, catatan suhu tubuh harian juga menjadi salah satu yang diupayakan untuk memantau para karyawan.
“Sepanjang pandemi ini, produk CATAPA Safe banyak diminati. Layanan ini memang dikembangkan salah satunya untuk menunjang lingkungan kerja yang lebih sehat di tengah pandemi,” imbuhnya.
Kemudian tren teknologi terakhir adalah HRIS yang memberdayakan kecerdasan buatan. Fitur-fitur seperti chatbot, facial recognition, hingga optical character recognition akan makin masif diimplementasikan ke dalam sistem.
“Misalnya kami di CATAPA menerapkan OCR untuk menghadirkan fitur resume parser, membantu tim HR melakukan seleksi kandidat secara cepat. Resume atau CV yang masuk tidak perlu dibaca satu per satu, langsung dapat diseleksi sesuai kriteria. Teknologi tersebut juga bisa digunakan untuk mempermudah proses reimbursement dengan men-scan kuitansi belanja yang hendak dilaporkan,” jelas Stefanie.
Perkembangan bisnis CATAPA
Sejauh ini, CATAPA telah melayani lebih dari 30 ribu pengguna, tersebar di seluruh Indonesia. Stefanie bercerita, pandemi ini mendorong digitalisasi di berbagai kota, sehingga turut mendatangkan banyak klien baru perusahaan-perusahaan di luar Jawa. Pihaknya juga masih terus fokus mengembangkan use case sembari melakukan edukasi terkait inovasi-inovasi teknologi dalam sistem HR.
“Ketika berhadapan dengan orang HR, akan lebih relevan bicaranya tentang use case, menempatkan layanan kita di sisi mereka dalam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Misalnya chatbot, alih-alih menjelaskan kecanggihan teknologinya, kita lebih senang menerangkan fungsionalitasnya yang dapat membantu HR menjawab inquiry dari karyawan untuk pertanyaan umum seperti sisa cuti, aturan baru, saldo BPJS dll,” kata Stefanie.
Selain layanan siap pakai yang bisa digunakan HR secara instan, CATAPA juga memiliki stack teknologi yang direpresentasikan dalam Application Programming Interface (API). Salah satu misi utamanya untuk membentuk ekosistem di platform CATAPA.
“API juga memungkinkan layanan CATAPA untuk terintegrasi dengan HRIS yang sudah ada, termasuk terintegrasi dengan mitra penyedia HRIS lainnya, misalnya sistem ERP internasional,” imbuhnya.
Ia juga menceritakan, bahwa pelanggan CATAPA bisa memilih layanan yang dibutuhkan saja, tidak harus menggunakan sistem secara keseluruhan. Hal ini bisa memungkinkan proses transisi dilakukan secara bertahap dan parsial. “Misalnya ada sebuah Bank yang hanya ingin menggunakan chatbot kita untuk melayani karyawannya secara efisien, itu juga bisa dilakukan. Ada juga saat awal Covid-19 kemarin perusahaan yang hanya ingin memakai layanan CATAPA Safe saja.”
Tahun 2021, CATAPA masih akan memfokuskan pada pertumbuhan bisnis, dengan menjaring lebih banyak perusahaan untuk menggunakan layanannya. Portofolio GDP Venture tersebut juga mengatakan masih akan fokus memperluas kemitraan dengan rekanan strategis, alih-alih melakukan penggalangan dana. “Untuk fundraising no, but yes for mutual partnership. Kita masih ingin memperkuat ekosistem fitur di CATAPA,” tutup Stefanie.
–
Disclosure: Artikel ini merupakan hasil bentuk kerja sama antara DailySocial dan CATAPA
Gambar Header: Depositphotos.com