Melalui artikel terdahulu yang bertajuk “Mengenal Cryptocurrency dan Mekanisme Transaksinya”, DailySocial mengulas konsep dasar cryptocurrency dan cara kerja blockchain sebagai salah satu aplikasinya. Dari ulasan tersebut disimpulkan, bahwa secara umum blockchain memberikan beberapa manfaat ketika diterapkan dalam sebuah proses bisnis. Pertama, sifatnya yang terdesentralisasi dapat memperluas akses keuangan karena tidak terbatas adanya perantara dalam proses transaksi. Hal ini sekaligus menghadirkan efisiensi karena tidak ada batasan waktu dan tempat dalam operasinya.
Kedua, menciptakan solusi keuangan dengan biaya transaksi yang lebih murah –jika dibandingkan dengan rate transaksi konvensional—dengan tetap mengedepankan keamanan transaksi. Sifat mata uang crypto yang tersusun dari algoritma rumit (terenkripsi) dan divalidasi oleh jaringan yang mengusung membuat blockhain dinilai sangat aman. Dengan keunggulan tersebut, diharapkan bisnis perbankan akan menjadi yang paling merasakan disrupsi blockchain, terlepas dari penerapan riil saat ini yang masih terbatas.
Menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Eny Panggabean, penerapan blockchain di sektor finansial publik di Indonesia dapat didesain menjadi beragam bentuk. Misalnya untuk mendukung layanan pembayaran lintas negara (cross-border payment) dan remitansi melalui private blockchain. Selain yang merujuk langsung pada transaksi finansial, Eny turut menyampaikan beberapa skenario lain yang dapat didorong melalui blockchain, misalnya mencatat kepemilikan tanah, membantu rekap perdagangan saham, hingga merekam obligasi pemerintah.
Ettienne Reinecke, CTO Dimension Data Group, turut memberikan contoh penerapan blockchain yang dirasa cukup visioner dengan perkembangan digital, yakni mendukung bisnis Internet of Things (IoT). Dalam IoT platform berjalan secara real-time, pebisnis akan menghasilkan jutaan transaksi yang dikumpulkan dari mesin yang terdistribusi. Log yang dihasilkan akan sangat banyak. Jika sistem tersebut menerapkan model transaksional dan harus dikelola secara tersentralisasi, menggunakan middleware sebagai perantara, kemungkinan besar sistem akan menjadi lambat dan mahal.
Mengenal risiko
Di balik sifatnya yang terdesentralisasi, modal blockchain juga menghadirkan beberapa risiko yang perlu dicermati. Sistem berbasis blockchain tergolong sangat “bebas”, artinya tidak ada jaminan perlindungan konsumen seperti dalam proses yang tersentralisasi (misalnya Bank Indonesia sebagai regulator). Semua transaksi dikelola di ranah publik, sehingga privasi data konsumen juga terancam tidak terjaga baik. Di luar sistem, blockchain juga memungkinkan terjadinya kegiatan kriminal, seperti pencucian uang dan pendanaan untuk kegiatan terorisme –pihak berwenang akan sulit untuk melayak atau mengontrol kegiatan transaksi tersebut.
Salah satu tugas utama negara dalam sektor keuangan ialah menjaga stabilitas sistem yang ada. Jika blockchain tidak diregulasi, besar kemungkinan akan terjadi disrupsi yang mengganggu sistem. Kebijakan sentralisasi yang ada saat ini selalu menitikberatkan kebijakan moneter dari aturan yang dirilis Bank Indonesia. Untuk itu jika memang ke depannya akan dimungkinkan penerapan blockchain secara masif, sejak sekarang perlu ada banyak hal yang dilakukan, khususnya untuk pihak yang berkepentingan meregulasi sistem moneter di negara.
Hal krusial yang tidak pertama dilakukan ialah adanya uji coba dan melakukan pembuktian dari keandalan yang ditawarkan oleh blockchain ain. Dari situ, pemerintah perlu menyesuaikan regulasi dan menyusun aturan untuk penegakan hukum sebagai payung penyangga sistem yang berjalan, misalnya guna mencegah kegiatan pencucian uang atau korupsi. Lalu, harus ada tata kelola, manajemen risiko, dan standardisasi operasional yang kuat, tujuannya untuk menghindari fragmentasi pasar. Untuk membangun sistem blockchain sebenarnya juga diperlukan investasi yang tidak sedikit, sehingga perlu dilakukan kajian mendalam soal ROI (Return of Investment) dari penerapannya.
Studi kasus penerapan blockchain di Indonesia dan dunia
Bank Central Asia (BCA) mengklaim saat ini sudah menggunakan teknologi blockchain untuk aktivitas operasional di internal perusahaan. Visi dari penerapannya ialah untuk mempercepat transaksi pembayaran, mengurangi kompleksitas transaksi di back-office. Selain itu juga ada POS Indonesia, perseroan ini mengembangkan sebuah sistem bernama “Digiro.in”, yakni penerapan blockchain untuk layanan multicurrency atau lebih tepatnya ialah untuk evolusi layanan giro yang menjadi salah satu model bisnis yang diterapkan POS Indonesia.
Ada juga Digital Artha Media Corporation (DAM Corp), sebuah perusahaan fintech-enabler beroperasi di Indonesia yang mencoba mengembangkan solusi white label blockchain untuk membantu perusahaan di bidang finansial. Solusi yang ditawarkan diklaim mampu membantu perusahaan dalam melakukan transisi dari model bisnis tersentralisasi menjadi terdesentralisasi. Sebuah startup asal Singapura juga baru mengumumkan kehadirannya di Indonesia. Bernama Veiris, startup tersebut mengusung teknologi visual komputer berbasis blockchain guna membantu korporasi menyelesaikan proses Know Your Customer untuk meningkatkan engagement dengan para mitra.
Di luar negeri, blockchain juga sudah mulai terealisasi. Misalnya di Kanada, Royal Bank of Canada (RBC) sudah mengembangkan sebuah sistem berbasis Distributed Ledger Technology (DLT) yang diberi nama Hyperledger. Penerapannya sudah diaplikasikan untuk membantu transaksi dengan cabang bank di wilayah Amerika Serikat dan Kanada. Menariknya, Hyperledger didesain secara terbuka, melalui mekanisme tertentu institusi perbankan bisa terhubung ke dalamnya. Di Singapura, Bank Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC) menerapkan blockchain untuk membantu memuluskan transaksi antar kantor Cabang di Singapura dan Malaysia. Dengan suksesi tersebut, diklaim membuat proses transaksi hanya memakan waktu maksimal 5 menit.
Pendapat para pakar soal implementasi blockchain
Dalam sebuah kesempatan diskusi di sesi #SelasaStartup yang diselenggarakan DailySocial, salah satu pemateri Country Blockchain Leader IBM Indonesia, Juliandri Jenie, menerangkan lebih lanjut seputar implementasi blockchain di beberapa bidang. Di awal presentasinya ia menunjukkan tentang ambisi Spotify membawa blockchain di industri musik digital. Pada bulan April 2017 lalu, Spotify mengakuisisi sebuah startup blockchain bernama Mediachain Labs. Tujuannya Spotify ingin menghadirkan sebuah mekanisme perhitungan dan pembayaran royalti yang lebih adil untuk pencipta musik. Keunggulan blockchain yang ingin dikembangkan ialah untuk melacak melacak siapa pencipta lagunya, judul lagu yang sudah diciptakan, dan sebagainya, sehingga royalti dapat didistribusikan dengan lebih tepat juga.
Untuk di Indonesia Janie menjelaskan ada beberapa bidang yang dapat dioptimalkan dengan blockchain, salah satunya di bidang supply-chain. Menjelaskan soal aplikasinya, ia menuturkan:
“Blockchain akan sangat terasa manfaatnya untuk perusahaan supply chain. Keuntungan yang bisa mereka rasakan adalah peningkatan visibilitas informasi logistik dan dokumentasi di seluruh rantai pemasok. Keuntungan lainnya termasuk mengurangi biaya dan risiko melalui otomasi, pelacakan yang dapat diukur dan aman terhadap risiko fisik dan kejadian dalam rantai pasokan, serta memungkinkan terciptanya model bisnis baru.”
Menjelang akhir tahun lalu, DailySocial turut hadir dalam konferensi blockchain internasional di Bali. Di sana beberapa ahli menyampaikan ide dan penemuannya soal pemanfaatan blockchain di tingkat lanjut. Salah satu praktisi blockchain yang hadir adalah Chief Scientist CyberMiles Michael Yuan. Dalam presentasinya ia menjelaskan bagaimana bisnis e-commerce dapat terbantu dengan teknologi blockchain, misalnya untuk menghadirkan efisiensi dalam manajemen identitas, termasuk membantu mewujudkan sistem pelacakan dan keaslian produk, karena semua data bisa disimpan di dalam blockchain dan disinkronisasikan ke semua jaringan. Solusi seperti itu dinilai bisa merevolusi kembali bisnis dan teknologi e-commerce.
Menurut Matej Michalko, CEO Decent, di konferensi yang sama, blockchain dinilai dapat menjadi solusi dari masalah menaun yang menghantui industri konten, yakni pembajakan. Dengan sistem blockhain, para kreator dengan mudah menjual dan mendistribusikan konten ke para penikmat konten secara langsung dengan mekanisme yang disebut dengan “data exchange”. Bayangkan jika sebuah konten dapat didistribusikan dengan enkripsi dan identitas yang unik untuk setiap penikmatnya. Ketika terjadi distribusi di luar ketentuan, pelacakannya akan lebih mudah atau bahkan menjadi mustahil lantaran sistem enkripsi yang diterapkan.
Bank Indonesia sebagai regulator
Sebagai langkah preventif, Indonesia perlu segera menyusun kebijakan baku soal blockchain. Perkembangannya tidak terlihat, namun jika melihat tren teknologi yang ada sebelumnya yang memiliki perkembangan sangat cepat, Bank Indonesia menjadi komponen kunci di sini.
Pertama, dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, perlu diciptakan solusi pengaduan, penanganan, atau transparansi dalam setiap proses bisnis yang diterapkan.
Bank Indonesia juga perlu menjadi trigger terjadinya kolaborasi lintas otoritas, termasuk membangun kemitraan dengan pihak internasional mengingat cakupan blockchain tidak terbatas di suatu negara. Untuk mencegah dampak negatif dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, perlu adanya ketetapan untuk menjamin kesetaraan di sistem pembayaran yang diaplikasikan. Yang terakhir, sekaligus paling esensial, Bank Indonesia perlu menjadi penentu skala prioritas. Teknologi boleh saja maju dengan tetap mempertimbangkan perkembangan, stabilitas, dan integritas ekonomi negara.
Menurut pemaparan Bank Indonesia dalam sebuah kesempatan, pihaknya membutuhkan waktu dua tahun untuk menyelesaikan proses kajian penerbitan uang digital, kurang lebih akan selesai pada tahun 2020 mendatang. Tampaknya regulasi blockchain akan menjadi salah satu bagian di dalamnya.
Antusiasme blockchain di Indonesia sebagai sinergi tahap awal
Menyusul perkembangan blockchain yang ada di dunia dan di Indonesia, enam perusahaan blockchain lokal (Blocktech Indonesia, Blockchain Zoo, IndoDAX, Indonesian Blockchain Network, Luno, dan Pundi X) mendirikan Asosiasi Blockchain Indonesia.
Diketuai CEO IndoDAX Oscar Darmawan, asosiasi tersebut membawa sejumlah visi. Salah satunya ialah untuk mendorong kolaborasi antara pemangku kebijakan dengan pelaku usaha yang akan menggunakan blockchain dan cryptocurrency sebagai landasan teknologi.
Sebagai langkah awal, asosiasi juga telah menjadi bagian Kamar Dagang Indonesia (KADIN) untuk bersama-sama merumuskan program penyelarasan perkembangan blockchain dengan regulasi di Indonesia.