Pada sebuah kesempatan di pagelaran Puncak Startup Pitch Day, BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif) kembali menegaskan visi dan strateginya untuk tingkatkan kualitas dan kuantitas industri ekonomi kreatif lokal. Disampaikan Wakil Kepala BEKRAF Ricky Joseph Pesik, sebagai lembaga setingkat kementerian yang masih sangat baru, ada beberapa tantangan yang saat ini coba dipatahkan. BEKRAF masuk ke wilayah yang sedang menjadi tren dengan pemahaman yang berbeda, tak lain seputar startup di Indonesia.
Bagi BEKRAF startup merupakan sebuah paradigma baru, dikatakan sebagai versi yang lebih eksklusif dari UMKM yang umum dikenal sebelumnya. Nilai eksklusif tersebut didukung adanya model bisnis dan pendekatan yang lebih modern, terlebih kebergantungannya dengan unsur digital. Ada dua aspek yang begitu mendominasi perbedaan tersebut, yakni startup memiliki financial engineering (terkait dengan funding, valuasi dan sebagainya) dan dihadapkan langsung dengan persaingan global (internet membuat sekat persaingan menjadi kabur).
Langkah strategis yang dirilis BEKRAF sebagai lembaga pemerintahan
Tepatnya ada 16 sub-sektor ekonomi kreatif yang ditangani oleh BEKRAF, yang terbagi ke dalam 6 fungsi. Dengan berbagai keterbatasan tentu akan memakan waktu yang sangat lama untuk mengusung suksesi di seluruh bidang. Dari fakta tersebut BEKRAF menyadari bahwa diperlukan sinergi dengan stakeholder lain yang memiliki lini sama dengan tujuan tersebut. BEKRAF mencoba menjadi lembaga penghubung anter kementerian untuk bersama-sama membangun ekosistem startup Indonesia.
Dalam kesempatan pertemuan ini juga hadir para perwakilan dari berbagai deputi yang ada di tubuh BEKRAF. Dari Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan hadir Abdur Rohim Boy Berawi menyampaikan tentang bagaimana pendekatan berbasis edukasi dan riset menjadi komponen penting untuk merealisasikan ekosistem startup nasional. Saat ini pihaknya mengaku tengah berfokus pada penyusunan data, untuk dapat memetakan berbagai aspek dan kebutuhan pengembangan industri secara tepat. Visinya ke open data, dan saat ini tengah bekerja sama dengan BPS (Badan Pusat Statistik).
Sebagai langkah mengakselerasi pengumpulan data tersebut, BEKRAF kini memiliki sebuah aplikasi survei bernama BISMA (BEKRAF Information System Mobile Application). Selain itu pihaknya tengah gencar bekerja sama dengan kampus-kampus ternama sebagai pusat peneliti ekonomi. Selain itu di Deputi Akses Permodalan, Badan Ekonomi Kreatif yang diwakili Fadjar Hutomo turut memaparkan visinya. Program yang paling ingin ditonjolkan adalah HIVI (How to Invest In).
Program HIVI bertujuan untuk memberikan akses sekaligus edukasi kepada investor yang berminat melakukan investasi ke industri kreatif nasional. Sebagian besar isunya saat ini adalah kurangnya informasi terkait dengan jalur investasi, kesenjangan tersebut yang ingin diminimalkan. BEKRAF menyadari betul, bahwa dengan APBN yang dimilikinya, hampir tak mungkin dilakukan pendanaan langsung. Dari situ pendekatan yang diambil adalah strategi sebagai “mak comblang”.
Beberapa pagelaran diadakan bekerja sama dengan pemodal ventura, baik lokal maupun internasional. Pendekatan kepada angel investor pun terus digencarkan. Sehingga mampu membantu startup untuk melakukan scale-up mengimbangi inovasi yang dirilisnya. Pihaknya juga menyadari betul, bahwa investasi melalui perbankan memiliki kompleksitas dan banyak berbenturan dengan aturan yang berlaku. Sebagai konwledge based economy, suntikan pendanaan dianggap perlu untuk mendorong perkembangannya.
Dukungan bagi startup yang bersifat langsung
Dukungan yang dapat dinikmati langsung untuk operasional startup nyatanya juga dibutuhkan. Menanggapi hal ini, seperti disampaikan Direktur Fasilitasi Infrastruktur TIK Muhammad Neil El Himam, BEKRAF akan memberikan dukungan berupa infrastruktur fisik dan infrastruktur TIK. Infrastruktur fisik akan berupa bangunan seperti co-working space yang mendukung insan kreatif berkarya. Sedangkan infrastruktur TIK mencakup kebutuhan seperti hosting, software dan sebagainya. Menjadi concern karena software legal untuk produktivitas masih menjadi kendala secara umum di lanskap startup Indonesia.
Pemasaran turut menjadi hal yang ingin dibenahi oleh BEKRAF. Menhariq Noor selaku Kasubdit Pasar Segmen Bisnis dan Pemerintahan menyampaikan bahwa isu yang ada saat ini adalah ketidaksesuaian “kemasan” produk yang sebenarnya mampu memberikan nilai lebih terhadap suatu produk dan layanan. Oleh karenanya branding dan packaging akan banyak diupayakan pengembangannya. Hal ini selaras dengan unsur HKI yang semestinya menjadi prioritas sebuah industri kreatif.
Menurut Ari Juliano Gema selaku Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi, HKI seharusnya menjadi ciri khas ekonomi kreatif. Pendaftaran HKI dan sertifikasi produk menjadi program yang terus digencarkan. Tahun ini ditargetkan adanya 1000 pendaftaran HKI dan 5000 sertifikasi produk. Mendukung langkah ini, aplikasi pengetahuan Biima dikembangkan, untuk mendampingi kanal konsultasi yang bersifat langsung. Memerangi pembajakan juga menjadi langkah antisipatif yang sedang terus digencarkan.
Industri butuh kepastian, lebih dari sekedar perencanaan
Ketika masuk ke ranah praktik, maka upaya yang “terasa” akan lebih bermakna dalam mendukung kegiatan industri kreatif. Berlaku sebagai garda terdepan pemerintah, BEKRAF harus mampu memetakan regulasi, memberikan solusi dan pilihan, mana yang sifatnya mendukung dan mana yang akan merusak stabilitas. Pada dasarnya kita dihadapkan pada sebuah sistem ekonomi dari kultur internet. Orang banyak bilang sebagai sharing economy, ada pula yang menyebutnya sebagai optimized economy. Definisinya sama, yakni bagaimana perekonomian dapat terdorong dengan perkembangan digital yang ada saat ini.