Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) cepat atau lambat akan disahkan oleh parlemen menjadi produk hukum tetap. Keberadaan beleid itu kian penting karena masyarakat sudah makin terhubung dengan layanan digital.
Dengan kata lain, RUU PDP menjadi satu-satunya harapan bagi masyarakat agar data yang mereka serahkan ke sejumlah platform layanan digital dapat benar-benar dilindungi. Namun aturan perlindungan data pribadi yang lebih ketat punya dampak yang berbeda ke dunia periklanan digital.
Indonesia Digital Association menangkap potensi dampak tersebut. Ketua IDA Dian Gemiano mengakui dampak yang akan dibawa oleh RUU PDP akan besar terhadap periklanan digital. Namun ia meyakini industri periklanan digital tak perlu khawatir asal dapat beradaptasi dengan cepat.
“Aturan-aturan tersebut juga akan melindungi pemilik usaha dari gangguan para pelaku data fraud yang sering merugikan pelaku usaha yang legitimate,” ujar Gemi.
Chairman Asosiasi Big Data dan AI Indonesia Rudi Rusidah menjelaskan, tujuan utama RUU PDP adalah menjaga kedaulatan data masyarakat. Rudi, yang aktif terlibat dalam pembahasan RUU PDP, menilai regulasi itu cukup penting dalam kegiatan periklanan digital untuk meminimalisasi kebocoran data atau penyalahgunaan data. Salah satu caranya adalah dengan menukar data yang bisa diidentifikasi ke pemilik data dengan kode atau nomor-nomor tertentu. Cara tersebut dinamakan pseudonymization.
“Di dalam peraturan itu nanti kalau mau sharing data atau menjual data ke orang lain datanya harus dibikin anonim,” imbuh Rudi.
Industri periklanan digital, baik lokal maupun global, memang sedang menghadapi tantangan besar sepanjang tahun ini. Di Eropa, berlakunya GDPR mengubah banyak hal dalam khususnya cara kerja industri periklanan digital.
Tekanan untuk mengamankan data pribadi di berbagai platform digital pun terus menguat. Kabar terbesar paling anyar datang dari Google yang berencana mematikan secara bertahap third party cookies di peramban Chrome dalam dua tahun ke depan.
Dalam dunia periklanan digital, third party cookies adalah alat yang dapat membantu mereka dalam menelusuri data pengguna antarsitus web yang berbeda. Dengan alat itu pemilik situs dapat melakukan re-marketing atau re-targeting dalam sebuah kampanye.
Data dari StatCounter pada September 2020 menunjukkan pangsa pasar peramban Google Chrome di Indonesia mencapai 77,5%. Hilangnya third party cookies di peramban itu jelas akan memaksa banyak pihak di industri periklanan digital mencari cara baru dalam mengelola dan memonetisasi first party data.
“Penting bagi pelaku industri digital mengerti bagaimana praktik bisnis bisa mematuhi peraturan data pribadi yang ada di industri, meskipun saat ini masih berbentuk RUU,” pungkas Gemi.
–
Gambar Header: Depositphotos.com