Melalui platform, MENA Indonesia mengembangkan bisnis sosial berbasis komunitas untuk memasarkan produk tradisional. Mereka turut memberdayakan ekosistem lokal dengan melibatkan kampung adat, salah satunya menghasilkan diversifikasi produk tenun.
Tidak hanya sebagai cendera mata, produk tenun ini juga dijadikan tiket masuk wisatawan ke kampung adat yang tentunya proses produksi, manajemen keuangan, dan pemasaran dikelola oleh organisasi di kampung adat.
Kepada DailySocial, Co-founder MENA Indonesia Ni Nyoman Sri Natih mengungkapkan, selain memberikan solusi di internal kampung adat, produk turunan tenun juga dikembangkan menjadi brand lifestyle berbasis ekosistem dengan semangat nilai-nilai lokal yang dikawinkan dengan desain kontemporer.
Pemasaran produk juga didukung oleh cerita (storytelling) dibalik proses perancangan dan pembuatannya yang memperkuat identitas produk itu sendiri sebagai agen preservasi budaya Ngada.
“Dimulai dari Ngada, kami sepakat dan komit untuk melanjutkan kolaborasi bersama masyarakat lokal di beberapa kampung adat, melanjutkan program sembari merintis kewirausahaan sosial dalam bentuk brand kultural yang merepresentasi nilai-nilai lokal sejak tahun 2018,”kata Ni Nyoman.
Dengan model bisnis B2C dan direct-to-consumer, segmentasi pasar MENA adalah wisatawan mancanegara yang menyukai perjalanan wisata eco-culture dengan konsep live-in bersama komunitas lokal. Selain itu juga menargetkan masyarakat Indonesia dengan penghasilan tergolong ke dalam A-B+ dari generasi (X, Y, Z) yang mencintai nilai-nilai budaya lokal dalam desain lebih kontemporer dalam sebuah produk kerajinan tangan.
Memperluas kolaborasi dan kemitraan
Secara keseluruhan saat ini MENA telah memiliki 5 penenun perempuan, 2 laki-laki pembuat gelang anyam, 1 mitra koordinator lokal. MENA telah menjalin kemitraan dengan beberapa toko seperti Dia.Lo.Gue dan matalokal MBlocSpace di Jakarta; dan to~ko concept Rumah Sanur di Bali.
Secara berjualan di toko, MENA juga tersedia online di marketplace seperti KuKa Indonesia dan Moselo. MENA juga telah bermitra dengan tokotoko.us di Amerika Serikat, dan terlibat dalam berbagai pesta belanja kultural.
“Strategi monetisasi yang kami terapkan adalah revenue stream dari penjualan produk dengan kerja sama dengan partnerstore (offline), platform marketplace, media sosial, dan webstore. Sharing profit baru dilakukan untuk produk masker. Sebelumnya kami memberikan insentif apresiasi sesuai dengan jumlah produk yang selesai dibuat oleh penenun,” kata Ni Nyoman.
Di masa pandemi ini, tim bekerja lebih responsif dan adaptif dengan kondisi yang ada. Produk aksesoris yang tersebar di partner store harus tutup sementara. MENA kemudian bergerak dengan penjualan online melalui Instagram. Tidak hanya kasus Covid-19 yang berdampak ke Ngada, Nusa Tenggara Timur, juga kasus DBD yang tinggi menjadi perhatian MENA Indonesia.
“Kami berinisiatif membuat masker tenun dari perca dan berhasil membuat 52 masker yang 30% hasil penjualannya untuk donasi kesehatan – 5 KG ABATE untuk Ngada. Melihat antusiasme tinggi dari penjualan masker dan mempertimbangkan kampung adat kolaborator MENA yang menjadi tujuan wisata ditutup, kami merespons dengan membuka produksi masker tenun batch 2 dengan tujuan agar local economy tetap berjalan di desa dengan skema sharing profit dengan penenun,” kata Ni Nyoman.
Rencana usai program Gojek Xcelerate
MENA merupakan salah satu startup dari 11 startup yang tergabung dalam program Gojek Xcelerate Batch 4. Seluruh startup terpilih ini bergerak di bidang direct-to-consumer, menyesuaikan dengan tantangan bisnis di masa pandemi. Disinggung apa rencana usai mengikuti program, MENA yang menjalankan bisnis sosial mulai terdorong lebih progresif untuk menentukan strategi mengingat bahwa “scale up our business” beriringan dengan impact metric. Perusahaan juga berencana melakukan penggalangan dana.
“Ke depan rencananya kami akan lebih memasifkan strategi digital marketing dan teknologi untuk mengoptimalkan peningkatan sales. Hal lainnya, membangun valuable partnership dengan kolaborator dan investor yang sevisi dengan kami. Kolaborator lain dan investor ini akan menambah kesempatan dan demand agar local economy terus berjalan di desa, selain peningkatan kapasitas masyarakat yang terus dilakukan. Kami terus berupaya agar dampak dirasakan secara holistik, baik oleh tim, konsumen, kolaborator, investor, dan masyarakat,” kata Ni Nyoman.