Dark
Light

Memetakan Kesiapan Operator Telekomunikasi Dalam Industri E-Money

3 mins read
November 22, 2013

Seperti yang mungkin sudah diketahui, transaksi pembayaran dengan menggunakan media uang elektronik (e-money) dipandang telah tumbuh secara signifikan di Indonesia dalam beberapa waktu belakangan. Meski jika berbicara jenis transaksinya masih didominasi oleh transaksi berjenis micropayment, saat ini angka jumlah transaksi dari e-money telah mencapai sekitar Rp. 6,7 milyar per hari dan diharapkan akan terus bertumbuh seiring dengan perkembangan dari para pelaku industrinya. Setidaknya hal tersebut yang menjadi key point dalam acara diskusi “New Wave of Less Cash Society: Indonesia Chapter” hari Kamis di Jakarta. Apa hasil yang didapat dari acara diskusi ini dan apa agenda dari para pelaku industri untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang less cash?

Digagas oleh IndoTelko Forum yang juga pada acara tersebut bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-2 (selamat!) diskusi “New Wave of Less Cash Society: Indonesia Chapter” ini menghadirkan pembahasan yang tentu sangat menarik bagi wajah industri teknologi Indonesia dan sekaligus bagi wajah perekonomian Indonesia yang dilihat dari sisi perilaku dan tren konsumer secara luas.

Hadir sebagai pembicara Alex J. Sinaga (Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia-ATSI), Indra Utoyo (Chief Innovation & Strategy Officer Telkom), Daniel Tumiwa (Vice President e-Commerce Garuda Indonesia), Dian Siswarini (Direktur Digital Service XL Axiata), dan Sam Saba (President Director Ericsson Indonesia) berkumpul dalam satu ruangan membahas diskusi mengenai langkah-langkah serta upaya strategis untuk mewujudkan less cash society yang didorong oleh masing-masing pelaku industri tersebut dalam menghadirkan produk dan inovasi yang membuat konsumen atau nasabah kini tak perlu lagi membawa uang dalam berbentuk fisik di kantong mereka namun digantikan oleh perangkat mobile yang kian menjamur di seluruh lapisan masyarakat.

Produk-produk e-money jelas mungkin sebagian dari pembaca sudah familiar atau bahkan sudah menggunakannya, seperti misalnya dari ranah operator telekomunikasi ada T-Cash dari Telkomsel, XL-Tunai, dan juga Dompetku dari Indosat. Di luar lingkup provider juga banyak nama-nama yang “menghiasi” industri e-money Indonesia seperti misalnya ada Doku, VeriTrans, Skye Do-It, Delima, dan masih banyak lagi yang tentu selain berlomba-lomba merangkul nasabah serta merchant sebanyak-banyaknya namun produk-produk ini juga hadir sebagai peng-edukasi masyarakat secara luas dalam betapa menggiurkannya teknologi e-money ini.

“e-money jelas tidak hanya membantu memberi kemudahan dari segi pengguna namun juga bermanfaat bagi penghematan negara. Setiap kali mencetak uang tunai (fisik), biaya yang dibutuhkan mencapai 2 trilyun Rupiah setiap kali mencetak dan semuanya itu dibebankan oleh anggaran negara, dengan adanya e-money yang diproyeksikan dapat menyeluruh bagi seluruh masyarakat, tentu negara setidaknya dapat menghemat ongkos cetak yang besar tersebut,” ungkap Alex di depan audiens yang hadir di dalam acara yang digelar di Balai Kartini, Jakarta (21/11).

Ia menambahkan, dirinya optimis e-money dapat menjamur di masyarakat dalam beberapa waktu mandating. Yang jelas ia dan segenap pelaku industri e-money lainnya bergegas mempersingkat waktu penyebaran e-money di tengah-tengah masyarakat, khususnya bagi pihak operator telekomunikasi yang dimana “the big three” (Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat) dari operator tersebut telah menjajaki teknologi e-money kepada masyarakat.

“Dibanding perbankan, operator telko lebih memiliki jangkauan segmentasi pengguna yang lebih luas. Selama ini perbankan kita lihat lebih dekat ke arah segmen middle-up, sedangkan bagi provider tentu seperti yang kita ketahui setiap orang kini memiliki handphone mulai dari segmen low hingga teratas sekalipun. Operator telah menjadi bagian terpenting dari mereka dan itu hal yang sangat baik bagi pengedukasian e-money secara menyeluruh, jadi baik perbankan maupun operator harus ada kolaborasi yang baik agar menghadirkan win-win solution dalam  mewujudkan less cash society,” papar Alex.

Hal tersebut seraya juga diamini oleh Dian Siswarini, sosok penting dibalik layanan digital XL Axiata, yang mengatakan betapa pentingnya Indonesia dalam mengadaptasi tren e-money yang sudah lebih dahulu maju di negara-negara barat. “Di Amerika Serikat sendiri, penetrasi uang tunai turun sekitar 4% tiap tahunnya, begitu juga dengan negara-negara di Eropa yang memproyeksikan di tahun 2030 mendatang akan menjadi negara-negara yang menerapkan less cash society. Hal itu sangat baik apabila Indonesia dapat mengikutinya,” ujar satu-satunya pembicara wanita di forum diskusi tersebut.

Ia pun menambahkan, dari segi pelaku operator telekomunikasi sepatutnya menjalankan langkah-langkah strategis yang merupakan kelanjutan dari perilisan tiga platform e-money yang dibentuk oleh ketiga provider besar tersebut. “Setidaknya diupayakan untuk melanjutkan kolaborasi yang apik antara 3 (tiga) operator besar untuk mewujudkan campaign dari less cash society secara signifikan,” imbuhnya. Mengenai detail kolaborasinya sendiri baik pihak XL Axiata maupun operator lainnya belum dipaparkan secara mendetail, namun yang jelas kemungkinan besar akan berada pada layanan lintas transaksi antar operator.

Jika dilihat dari segi kesiapan para operator telekomunikasi yang tengah menyiapkan berbagai langkah strategis demi perwujudan less cash society, tentu yang menjadi kunci dari kesuksesan tersebut adalah terletak pada minat dan “kesadaran” masyarakat yang dapat diarahkan oleh sistem yang dirancang sendiri oleh para pelaku industri e-money. “Orang tidak akan menggunakan e-money kalau tidak ada [kebutuhannya]. Itu sebabnya, e-money saat ini masih terbatas penggunaannya,” kata Daniel Tumiwa yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Umum Indonesia e-Commerce Association (IdEA). Hal tersebut memang bear adanya. Dengan para pelaku industri yang mampu “mengarahkan” pelanggan kepada need-of-use maka harapan less cash society dapat diwujudkan.

“Seharusnya saat ini pelanggan sudah cukup familiar dengan e-money. Pengalaman saya menemukan banyak pelanggan yang tanpa disadari sudah akrab terlebih dahulu dengan e-money yang datang dari sektor industri gaming dan industri musik. Industri ini bisa dikatakan sudah masuk ke less cash society karena industrinya digital, bayarnya juga digital,” pungkas Daniel.

Previous Story

Fortune PR Jalin Kolaborasi Dengan BISA, Dukung UMKM Masuki Tren Transaksi Online Global

Next Story

Survey: “Orang Indonesia Saat Ini Familiar Dengan E-Money Namun Masih Enggan Untuk Menggunakannya”

Latest from Blog

Don't Miss

utimaco-hadirkan-solusi-keamanan-data-terkini-untuk-pelaku-industri-di-indonesia

Utimaco Hadirkan Solusi Keamanan Data Terkini untuk Pelaku Industri di Indonesia

Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil melebihi 5% sejak

Smartfren Umumkan Paket Unlimited Nonstop Baru: Masih bisa Pesan Ojol saat Kuota Habis

Smartfren kembali meluncurkan sebuah paket Unlimited baru yang bernama paket