Dark
Light

Membongkar Mitos Tentang Online Travel di Indonesia

2 mins read
April 15, 2015
tantangan menjalankan bisnis online travel/Echelon Indonesia 2015
tantangan menjalankan bisnis online travel/Echelon Indonesia 2015

Industri online travel di Indonesia secara potensi sudah tidak diragukan lagi. Sebagai negara yang saat ini memiliki pertumbuhan kelas menengah yang cukup tinggi, mereka menjadikan travel sebagai sebuah kebutuhan. Hanya saja, potensi yang besar tersebut bukan berarti tanpa halangan. Managing Director Wego Graham Hills, Co-founder Hotel Quickly Faustine Tan, serta Chief Operating Officer Pikavia Hanifah Azhar membahas tantangan yang dihadapinya selama terjun di bisnis online segmen travel. Berikut rahasia mereka menarik pengguna untuk menggunakan layanannya dalam panel diskusi hari kedua dalam acara Echelon Indonesia 2015.

Pada tahun 2011, saat pertama kali Wego meluncur Graham menjelaskan bahwa situs pencariannya (Wego) diperuntukkan bagi mereka yang hendak mencari destinasi berlibur, data menunjukkan bahwa pengguna Indonesia 80 persennya mencari tujuan berlibur Bali dan Singapura dan menunjukkan ada gap yang besar tentang pengetahuan tujuan berlibur.

Namun Graham mengatakan bahwa saat ini gap tersebut sudah tidak begitu besar, orang kini tidak hanya mencari Bali atau Singapura saja sebagai tujuan destinasi. Pencarian menjadi lebih beragam yang artinya pengguna Indonesia saat ini telah lebih banyak memiliki pengetahuan lebih banyak. Hal ini juga mendorong banyak pemain untuk terjun di bisnis travel online, dan untuk dapat menarik minat pengguna adalah dengan memahami perilaku pengguna internet Indonesia.

Fokus ke mobile

Faustine membuka percakapan dengan satu poin yang menarik, bahwa orang Indonesia memiliki lebih dari satu ponsel. Hal ini tentu saja benar, kita sangat terikat dengan ponsel saat ini. Untuk itu, mobile menjadi cara yang paling dekat untuk memulai bisnis.

Hal senada disampaikan Hanifah yang mengungkap bahwa traffic terbesar Pikavia berasal dari mobile. “Jadi saat ini kami lebih fokus mengembangkan layanan mobile, ketimbang situs (web). Karena dari situlah traffic kami berasal.

Banyak pendapat yang menyebutkan bahwa permasalahan yang timbul adalah banyaknya keraguan tentang pembayaran melalui mobile. Hal ini dibantah oleh Faustine, menurutnya metode pembayaran bukan masalah besar, yang perlu dilakukan hanya menjalin kerja sama dengan layanan payment gateway.

“Orang Indonesia memiliki lebih dari satu ponsel, dan mereka terbiasa melakukan banyak hal dengan ponsel mereka. Mereka juga sudah mulai melakukan pembayaran melalui ponsel. Nantinya akan lebih banyak yang melakukan dan terbiasa dengan mobile payment,” ujarnya positif.

Bahkan Graham menambahkan, bahwa biaya akuisisi pengguna melalui mobile jauh lebih murah dibandingkan dengan akuisisi melalui desktop. Jadi langkah paling cepat mendekatkan layanan ke pengguna adalah dengan fokus ke mobile.

Strategi akuisisi pengguna dan marketing yang cocok dengan Indonesia

Banyak online travel menawarkan harga yang murah untuk menarik pengguna mengunakan layanannya. HotelQuickly juga melakukan hal tersebut. Wego menawarkan layanan komparasi harga sehingga pengguna bisa menemukan harga tiket penerbangan yang paling baik.

Banyak taktik yang dijalankan oleh layanan online travel adalah dengan memberikan harga yang murah, meski ini adalah taktik yang sering dilakukan banyak pihak dan masih dianggap sebagai cara yang cukup sukses, namun Graham mengatakan bahwa bukan hal tersebut yang dicari pengguna Indonesia. “Saat ini bukan harga yang paling murah yang dicari, namun best value. Pengguna bersedia membayar harga yang lebih mahal bila mendapatkan value yang lebih baik,” ujarnya. Faustine juga menambahkan bahwa yang paling utama ditawarkan HotelQuickly  adalah pengalaman pengguna.

Strategi pemasaran dan akuisisi pengguna yang bisa diterapkan untuk Indonesia adalah dengan mendekatkan diri kepada komunitas traveler. “Travel adalah masalah kepercayaan, orang akan pergi ke suatu tempat jika ia membaca tentang tempat tersebut dari teman, atau influencer yang mereka percaya,” saran Hanifah.

Tantangan terbesar bisnis online travel

Bila segala mitos tentang harga murah dan metoda pembayaran bukan masalah bagi bisnis online travel, lalu apa yang menjadi tantangan ketiga pelaku bisnis ini. Jawaban dari ketiganya sangat berbeda. Faustine mengatakan “Indonesia adalah negara besar, tantangan saya mungkin waktu. Rasanya tidak mungkin untuk travel ke seluruh Indonesia dan mendirikan kantor di masing-masing daerah,” ujarnya.

Sedangkan Graham menyatakan tantangannya adalah menemukan talenta dengan skill yang memadai di bisnis online travel. Hanifah yang bisnisnya fokus untuk travel domestik, menyatakan bahwa untuk membuat orang Indonesia mau berlibur ke dalam negeri ketimbang keluar negeri menjadi tantangan terbesarnya. “Infrastruktur menjadi tantangan terbesar, hal ini yang membuat orang lebih memilih berlibur ke luar negeri ketimbang ke daerah destinasi liburan dalam negeri,” ujarnya. Untuk itu, lebih banyak pengetahuan tentang destinasi indah dalam negeri, bisa memancing lebih banyak pelancong.

Sebagai penutup, ketiga entrepreneur ini menyarankan bila ingin menjalankan bisnis online travel yang harus dipersiapkan adalah harus mengerti perilaku Indonesia. “Jika ingin berbisnis online travel di Indonesia, kalian harus tinggal di Indonesia, dan Indonesia bukan hanya Jakarta. Karena setiap daerah memiliki karakteristik pengguna yang berbeda, mulai dari gadget, infrastruktur, dan cara mereka menggunakan internet sangat berbeda-beda,” tutup Graham.

 

Previous Story

Cheryl Goh Tekankan Pentingnya Edukasi Mengenai Produk saat Masuki Pasar Baru

Next Story

Ekosistem Digital Indonesia Saat Ini dan Perkembangannya ke Depan

Latest from Blog

Don't Miss

Membangun bisnis OTA yang sukses belajar dari penutupan Pergi.com / Pexels

Empat yang Perlu Diperhatikan untuk Memiliki Bisnis OTA yang Sukses

Di Januari 2018, layanan OTA (online travel agency) Pergi.com mengumumkan penutupan

Pergi.com Ingin Digitalkan Industri Travel di Indonesia

Ketika berbincang tentang sepak terjang Faustine Tan, maka di benak