Pivot adalah bagian dari strategi bisnis. Diambil berdasarkan keputusan, biasanya karena terdesak atau pasar yang lain lebih menjanjikan. Tak jarang keputusan pivot ini dipandang sinis beberapa orang, alasanya mungkin kegagalan di satu pasar. Tapi ada sudut pandang menarik dari pivot ini. Ditulis COO Snips.ai Yann Lechelle dalam halaman Mediumnya. Di sana ia menuliskan bagaimana pivot merupakan sebuah seni dan strategi dalam menjalankan startup.
Kemungkinan pivot mungkin tidak sempat dipikirkan sebagian orang dalam menjalankan bisnisnya. Kebanyakan dari founder akan lebih fokus pada pasar yang dituju beserta dengan kesiapan produknya. Tapi pivot bisa datang sebagai kepastian. Mau tidak mau pivot harus dilakukan.
Siapa sangka Slack, Flickr, dan Facebook merupakan produk-produk yang lahir dari pivot. Bahkan Yann dalam tulisannya menyebut orang-orang di balik ketika perusahaan tersebut sebagai ‘pivot artist’.
Pivot, seperti ditulis Yann, sebagai salah satu seni dalam menjalankan startup memiliki beberapa hal yang memang harus disiapkan lebih awal. Isu-isu seperti isu model bisnis yang bisa mempengaruhi pendapatan, isu teknis seperti integrasi atau migrasi, dan juga termasuk isu-isu terkait infrastruktur, talenta, dan modal. Semua itu harus dipikirkan matang-matang sebelum memutuskan untuk melakukan pivot.
Tantangan melakukan pivot juga harus dihadapi oleh CTO. Para CTO harus menyiapkan masa transisi, sekaligus integrasi dari sistem lama ke sistem baru, jika memang ada kaitan antara keduanya. Belum lagi menyisihkan infrastruktur atau sistem mana yang masih bisa dipakai di model yang baru dengan sistem-sistem yang sudah tidak disiapkan lagi. Jadi akan sangat membantu jika di awal pengembangannya teknologinya sudah dirancang untuk digunakan kembali atau reusable.
Pivot pada dasarnya membutuhkan banyak tenaga. Termasuk tim Human Resources yang harus mempertimbangkan tim, karena hal ini sangat mempengaruhi masa-masa transisi bisnis. Disebutkan Yann, ada 2 kelompok yang memegang peranan penting saat masa-masa transisi pivot. Kelompok pertama adalah para founder dan pegawai pertama. Mereka harus menunjukkan kerja keras dan karisma sebagai bentuk role model bagi pegawai lainnya dalam melewati masa-masa sulit transisi.
Kelompok kedua adalah pegawai yang memiliki talenta, ulet, dan memiliki semangat kerja yang tinggi. Biasanya mereka tidak akan terpengaruh banyak para perubahan model bisnis yang terjadi. Mereka akan bekerja maksimal seperti biasa. Dua kelompok inilah yang akhirnya akan mempermudah dan menyelamatkan bisnis dalam masa-masa pivot.