UberMOTOR, layanan transportasi roda dua Uber untuk Indonesia resmi meluncur kemarin (13/4). Langkahnya untuk masuk ke pasar nasional di tengah peperangan Go-Jek dan GrabBike, dipertanyakan banyak pihak. Sebelum di Indonesia, UberMOTOR, atau di tempat lain UberMOTO, sudah hadir di Thailand dan beberapa kota di India.
Seperti halnya atlet marathon, startup melangkahkan kaki-kaki bisnisnya dengan tempo cepat cenderung berlari. Meski dituntut ketahanan dan sustainabilitas, pada akhirnya yang tercepatlah yang dianugerahi sebagai pemenang. Namun sialnya, medan tempuh pendiri startup tidaklah sekedar lurus dan menikung, tetapi juga menukik curam, menanjak tajam, dan penuh penghalang. Kulturnya memaksa mereka untuk terus berlari dan tekun sekaligus luwes untuk melakukan manuver.Ketika dihadapkan pada suatu keadaan buntu, para founder wajib memikirkan rute lain selagi mempertahankan posisi terbaiknya.
Fokus memecahkan masalah dan menawarkan solusi untuk pasar yang tepat. Jika harus pivot pastikan keputusan dan intuisi tersebut didukung oleh data yang valid. Begitulah peran founder dalam membawa bisnis mereka meraih skalabilitas dalam tingkat eksponensial. Sebagai startup dengan pertumbuhan valuasi yang tercepat di dunia, Uber tak hanya mengubah cara kerja bisnis konvensional, tetapi juga mendefinisikan ulang bagaimana perusahaan berbasis teknologi bekerja; bahwa produknya tidak lagi apa yang ada di layar komputer desktop saja, serta melibatkan orang-orang di jalanan.
Seperti halnya di Indonesia, Uber mendapat gempuran hebat di negeri asalnya. CEO Uber Travis Kalanick harus menjelaskan pada pemerintah bahwa perusahaannya bukan perusahaan taksi, tetapi teknologi. Gagasan surge pricing dikomentari, Travis harus menjelaskan gagasan sharing economy. Travis memutuskan menanggalkan “cab” pada Ubercab (nama sebelum Uber). Rintangan terus muncul, namun Uber terus mengaspal, begitu pun di Indonesia.
Lahir dan bertumbuh kokoh di Amerika Serikat, tantangan Uber adalah dunia, terutama Tiongkok dan India yang memiliki pasar lebih besar daripada tanah kelahirannya.
Tantangan horizontal
Berhasil mengedukasi pasar Tiongkok dan India, Uber mencoba peruntungannya dengan berkompetisi dengan pemain lokal seperti Didi Kuaidi dan Ola Cabs. Sambutannya luar biasa, namun menariknya Uber belum bisa merengkuh market leader di dua pasar raksasa tersebut. Di Tiongkok, layanan Didi Kuaidi (yang merupakan hasil merger dua layanan car hailing besar) adalah sosok yang tak tergapai Uber saat ini.
Meski ada sedikit perbedaan, Uber yang beroperasi di 26 kota di India tetaplah berada di bayang-bayang Ola Cabs. Kubu Travis memotong tarif tempuh untuk menjangkau masyarakat lebih luas di beberapa kota tersebut.
Untuk kasus di Indonesia, memang belum bisa menentukan siapa pemenang di antara Uber dan GrabCar. Seakan perangnya tak cukup berdarah-darah, Uber justru memasuki medan perang baru yang lebih besar melalui UberMOTOR. Meski cenderung telat mengakuisisi suplai mitra pengemudi, skema UberMOTOR merupakan manuver dari terhambatnya laju Uber akibat perseteruannya dengan Organda DKI. Pihak Dishub DKI akhirnya membekukan Uber dalam hal menambah armada mobil. Uber berekspansi pada ranah yang belum ada peraturannya: ojek.
Melihat kultur dan persistensinya, saya yakin Uber bisa mengambil sepotong marketshare yang signifikan di sektor ojek berbasis aplikasi. Meskipun kami pesimis bahwa layanan UberMOTOR bisa berbicara banyak di tengah persaingan Go-Jek dan GrabBike, Uber sudah menunjukkan kepada banyak startup bahwa untuk mencapai sebuah tujuan, termasuk keinginan menguasai pasar, berbagai jalan bisa ditempuh.