Salah satu sektor teknologi yang mengalami pertumbuhan yang lambat dan sepi pendanaan adalah layanan teknologi jasa atau tukang. Meskipun kehadirannya sudah dimulai sejak tahun 2015 lalu, hingga kini belum ada pemain unggulan yang berhasil mendominasi. GoLife, yang digawangi Gojek, malah mengundurkan diri tahun ini.
DailySocial mencoba mencari tahu tantangan, kesulitan dan masa depan layanan jasa dan tukang di Indonesia dan bagaimana masing-masing startup menerapkan strategi agar bisa bertahan.
Efek penutupan GoLife
Penutupan GoLife secara menyeluruh bulan Juli 2020 lalu, menjadi momen penentu potensi dan peluang sektor ini. Meskipun sempat mengalami masa-masa jaya, layanan GoLife yang mencakup jasa pembersihan, jasa pijat, jasa perbaikan, jasa laundry, jasa kecantikan, dan lain-lain ternyata tidak mampu bertahan meskipun didukung jaringan mitra dan jangkauan wilayah ekosistem Gojek yang luas. Salah satu faktor utama penutupan layanan ini adalah kehadiran pandemi sejak awal tahun ini.
Di sisi lain, penutupan GoLife memberikan peluang baru untuk pertumbuhan platform lainnya.
Founder & CEO Help Indonesia Melia Lustojoputro mengungkapkan, saat pandemi baru merebak terjadi penurunan pemesanan secara signifikan. Mereka kemudian mencoba memberikan perlindungan ke mitra helper dan klien dari kemungkinan terburuk, sehingga dilakukan penyaringan order dan membuat SOP baru.
“Penutupan GoLife memberikan efek positif dengan peningkatan order pada aplikasi Help. Tapi banyak mitra kami yang juga menahan diri dan tidak mengambil order. Sehingga kami membuat kebijakan baru, di mana kami mengandalkan hanya sebagian dari mitra yang terpilih untuk secara konsisten mengambil order dan mengerjakannya,” kata Melia.
Hal senada diungkapkan Executive Director TukangBersih Ranti Sabina. Platform mengklaim mendapatkan jumlah pelanggan dan mitra baru yang sebelumnya terdaftar sebagai mitra GoLife.
“Sebagian mitra baru kami berasal dari eks-mitra GoLife. Itu terbukti bahwa sebenarnya minat terhadap jasa ini cukup besar. Tantangan terbesar lebih kepada menjaga kualitas dan monitoring dari layanan,” kata Sabina.
Di sisi lain, layanan Clean & Fix yang ditawarkan Grab dan Sejasa masih aktif. Clean & Fix adalah hasil hipotesis yang dilakukan Grab setelah pilot project dengan Sejasa pada Desember 2018. Sebelum Clean & Fix resmi hadir pada akhir tahun 2019 lalu, Grab memasukkan Sejasa dalam bentuk widget di laman utama aplikasi Grab.
Budget dan ekspansi
Meskipun sudah ada beberapa platform yang menyediakan layanan di luar kawasan ibukota, kebanyakan dari mereka masih membatasi layanan di Jakarta dan sekitarnya. Menurut sudut pandang investor, salah satu alasan masih terbatasnya area layanan yang dijangkau platform jasa dan tukang di Indonesia adalah unit ekonomi yang rentan.
Menurut Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto, secara tipikal layanan marketplace jasa cenderung sangat hiperlokal dan kurang scalable. Mereka tidak dapat memanfaatkan penawaran dan permintaan yang sudah ada sebelumnya di satu pasar untuk menarik pengguna di pasar baru. Ketika mereka datang ke pasar baru, mereka perlu mendapatkan semua pelanggan dari awal.
Efeknya adalah akuisisi pelanggan di satu kota akan sangat berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Ketidakpastian Costumer Acquisition Cost (CAC) itu sering kali membuat model ini dirugikan ketika mulai memasuki pasar baru.
“Kami melihat ini sebagai salah satu tantangan besar yang harus dihadapi para pendiri startup. Di Indogen Capital, kami sangat bangga memiliki koneksi untuk membantu startup menembus kota-kota tingkat menengah dan tier ketiga yang pada akhirnya akan menjadi pembeda untuk memenangkan seluruh pasar Indonesia,” kata Chandra.
Hal senada diungkapkan CMO RenovAsik Indra Setiawan. Menurutnya tantangan utama memperluas area layanan adalah budget operasional. RenovAsik saat ini baru beroperasi di Jabodetabek, karena untuk berekspansi ke kota lain dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk kantor, kegiatan pemasaran, perekrutan tim, dan infrastruktur.
“Yang paling utama sih adalah sumber daya manusia ya, karena RenovAsik mengedepankan Quality Control dari internal company ke klien. Untuk memastikan kinerja mandor/tukang di lapangan sesuai dengan yang diinginkan klien,” kata Indra.
Yoofix adalah startup jasa yang berbasis di Yogyakarta. Kini mereka memperluas layanan di Jabodetabek, Bandung, dan sedang dalam tahapan piloting di Surabaya. Menurut Founder & CEO Yoofix Dian Bilhokista, sebenarnya setiap kota telah memiliki platform lokalnya sendiri, tapi memang masih sangat sedikit yang kemudian di antara mereka memiliki layanan di beberapa kota berbeda.
“Tantangan yang paling banyak ditemui adalah perbedaan SOP dan budaya di setiap kota. Harus punya metode khusus untuk setiap kotanya, baik untuk mengajak mitra bergabung maupun untuk mendapatkan pelanggan,” kata Dian.
Sementara TukangBersih, yang fokus ke bidang housekeeping dan men-deliver sebagian jasanya melalui aplikasi dan web, saat ini telah tersedia di kota-kota besar di Jawa dan Bali.
“Demand dari pengguna terlihat jelas sangat besar. Terbukti dengan semakin tinggi peningkatan order dari hari ke hari. Tantangan terbesar kami adalah menyaring dan melakukan pelatihan talenta yang berkualitas agar sesuai dengan standarisasi TukangBersih,” kata Sabina.
Pengelolaan mitra
Secara konvensional saat ini sudah banyak ditemui penyedia jasa seperti ini, namun ketika masuk ke ranah online diperlukan persyaratan dan kriteria yang wajib dipenuhi masing-masing platform.
“Untuk mengetahui apakah mitra tersebut memiliki attitude dan skill yang bagus itu tidak bisa dalam sekali interview terjawab. Bagi kami harus langsung terjun menangani proyek baru bisa terjawab,” kata Indra.
Persoalan attitude dan skill juga digarisbawahi Melia. Menurutnya ketika proses perekrutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pengguna, seorang calon mitra harus melalui tahap yang ditentukan,sebelum dianggap layak bergabung.
“Biasanya dari 100 orang yang mendaftar, hanya 30% yang hadir. Sehingga kami harus melakukan pelatihan berkali-kali, yang tentunya membutuhkan dana tidak sedikit,” kata Melia.
Sementara menurut Dian, tantangan terbesar saat melakukan proses perekrutan mitra adalah menemukan mitra yang sesuai dengan budaya dan nilai yang dibangun perusahan, yaitu mereka harus memiliki kemampuan (hard skill) dan jujur.
Potensi ke depan di Indonesia
Menjelang akhir tahun 2020 jumlah layanan jasa dan tukang di Indonesia makin bertambah. Meskipun demikian, belum ada yang mendominasi layanan dan baru sedikit yang menerima dana segar dari investor.
“Bisnis jasa tentu tentang bagaimana kita memberikan layanan yang memuaskan pelanggan, nah sejalan dengan itu peningkatan demand juga akan terjadi,” kata Dian.
Optimisme serupa diungkapkan Sabrina. Melalui TukangBersih dirinya melihat bisnis jasa pembersihan ke depannya semakin bersinar. Hal ini karena budaya milenial yang menyukai layanan jasa berbasis on demand yang lebih mudah dan praktis dan dilengkapi sistem monitoring.
“Banyak pula permintaan dari platform lainnya untuk bekerja sama, seperti dengan JD Life dan beberapa platform lainnya. Hal ini menjadi tanda baik bahwa jasa ini sangat dibutuhkan dan memiliki demand yang besar,” kata Sabina.
Investor memiliki pandangan yang lebih berhati-hati. Sebagai investor, menurut Chandra, dirinya saat ini belum melihat adanya rencana untuk berinvestasi ke layanan jasa dan tukang di Indonesia. Ia beralasan masih ada tantangan di margin yang sangat tipis dan cukup sulit untuk ditingkatkan. Dirinya melihat ke depannya permintaan layanan pasti akan tetap ada, namun sebagai investor ia ingin melihat bagaimana para pendiri dapat membangunnya menjadi bisnis yang scalable.
“Ada cara untuk membuatnya lebih scalable, dan kami sangat ingin melihat apa yang dapat dilakukan para pendiri untuk mengatasi masalah tersebut,” kata Chandra.