Hari Jumat sore kemarin, saya sempat datang (agak telat) ke sebuah forum diskusi dan kumpul-kumpul yang diadakan oleh Seven Music, yang dihadiri oleh orang dari berbagai pihak, antara lain dari manajemen artis, band yang baru mulai berkarya, dan band yang sudah tergabung ke Seven Music. Saya sempat dikenalkan ke beberapa partisipan diskusi, salah satunya adalah band Tokyolite, yang baru selesai melakukan home recording EPnya, dan menawarkan CDnya untuk dijual. Uniknya mereka sudah berkesempatan tampil di sebuah acara TV di Jepang, setelah ditemukan oleh para produser acara tersebut karena video-video mereka di YouTube. Tokyolite tentunya masih berada pada awal karir mereka, dan kalau mereka cerdik, kesempatan-kesempatan yang sudah mereka dapatkan sejauh ini bisa mereka manfaatkan untuk membangun terus karir di seputar musik.
Dalam masa kapanpun, memperkenalkan musik kepada khalayak pendengar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari industri musik. Tiap tahun pasti ada musik baru yang ingin diperdengarkan, dan salah satu fungsi industri media adalah memenuhi kebutuhan ini. Tentunya dengan defragmentasi media seiring dengan bangkitnya internet, proses menemukan musik menjadi sesuatu yang gampang-gampang susah, meski berbagai platform sudah memungkinkan itu. Band yang menerbitkan musiknya melalui internet tidak cukup berhenti di situ, tapi mereka juga perlu berusaha menarik perhatian – dan bersaing dengan jutaan website lain, apapun isinya – supaya orang paling tidak dapat datang dan menikmati musik mereka.
Jadi, selain berkarya, artis atau band perlu juga menemukan cara untuk mendistribusikan musiknya kepada pendengar atau calon pendengarnya. Banyak band yang menggunakan layanan seperti Myspace atau Bandcamp supaya tidak perlu membangun website sendiri, dan menggunakan kekuatan media sosial sesama pengguna layanan tersebut. Ada yang pandai memanfaatkan layanan seperti Youtube, seperti contoh di atas, tapi selain usaha sendiri, pada dasarnya band/artis itu memerlukan bantuan untuk mencapai distribusi sebanyak-banyaknya.
Tentunya, dengan merebaknya internet dan makin murahnya produksi musik, jumlah musik yang disebar meningkat secara eksponensial, sehingga terkadang metode-metode biasa untuk mendistribusikan musik tidak cukup. Terdapat beberapa rentetan layanan yang membantu pendengar menemukan musik baru: dari Shazam, yang merekam lagu yang Anda dengar, menyocokkan rekaman tersebut dengan database dan memberikan informasi lebih lanjut soal lagu tersebut; Pandora, yang akan membuatkan saluran radio berdasarkan kata kunci yang diberikan, sampai Soundwave, yang memetakan lagu apa yang sedang didengar orang di suatu daerah tertentu.
Kurasi juga merupakan cara pendengar musik menemukan musik baru. Kalau dahulu penggemar musik akan mengandalkan informasi dari majalah dan jurnalis musik kesukaannya (sampai sekarang, malah) untuk menulis dan meliput soal artis atau band baru yang sedang berkembang, Ohdio (tempat saya bekerja) juga menawarkan kurasi musik yang sesuai suasana hati atau tema tertentu, 8tracks akan menawarkan daftar putar lagu hasil kurasi orang lain dan tentunya layanan-layanan seperti iTunes Radio dan Nokia Mix Radio yang sudah diluncurkan di Indonesia. Relevansi layanan-layanan seperti ini, seperti halnya jurnalis musik, akan bergantung pada kepercayaan pendengar terhadap pilihannya.
Tapi pada akhirnya, apapun platform atau layanan yang tersedia untuk artis atau band, pada akhirnya semua akan tergantung ke pendengarnya sendiri. Kalau sudah memiliki band di SoundCloud, itu tidak menjamin band tersebut akan memiliki pendengar. Sama saja halnya dengan alat musiknya – alat musik boleh sama, tapi musik yang dimainkan dan potensi pendengarnya siapa itu yang akan menentukan masa depan bandnya sendiri.
Kesimpulannya, di mana ada pendengar, di situ lah band harus berada dan menarik perhatian pendengar, karena seperti halnya band Tokyolite tadi, mereka mendapatkan kesempatan main di Jepang bukan karena ada video di YouTube, tapi gabungan faktor keberuntungan, keahlian bermain, musik yang bagus, dan pandai memanfaatkan platform YouTube itu sendiri.
Ario adalah co-founder dari Ohdio, layanan streaming musik asal Indonesia. Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, sebelum bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.