Hangatnya e-commerce di Indonesia banyak memberikan kemudahan dalam beraktivitas belanja secara online, dari sekedar belanja biasa hingga menemukan kampanye promo seperti cashback. Snapcart, aplikasi mobile yang memungkinkan penggunanya mendapatkan cashback dari foto struk belanja, juga tak ingin ketinggalan. Namun dengan teknologi Big Data Analytics yang dapat memberikan wawasan perilaku konsumen lebih mendalam, Snapcart dianggap mampu menjadi lebih dari sekedar aplikasi pemberi cashback.
Snapcart didirikan oleh Reynazran Royono (Rey) pada Maret 2015, tetapi baru dibuka untuk publik pada akhir Juli 2015 lalu dan saat ini berbasis di Jakarta. Sebelum mendirikan Snapcart, Rey menghabiskan waktunya dengan berkarir di Procter & Gamble (P&G), Boston Consulting Group, dan terakhir di Berniaga sebagai General Manager. Melalui pengalaman yang banyak fokus pada kebutuhan konsumen dan brand, ia terinspirasi untuk mendirikan Snapcart yang memanfaatkan teknologi Big Data Analytics sebagai salah satu keunggulannya.
Rey mengatakan, “Saya menyadari pentingnya fokus pada pembeli ketika berada di P&G, namun kurangnya wawasan mendalam tentang konsumen menjadi kendala di sisi marketing. Barulah setelah saya bekerja sebagai konsultan dan bekerja dengan pihak telco besar di Indonesia dan mendapatkan pengalaman memimpin situs Berniaga, saya belajar bagaimana Big Data bias mempengaruhi perilaku pembeli secara positif.”
Rey mendirikan Snapcart dengan membawa visi “We Want to Help Everyone Spend Smarter”. Ia ingin setiap pihak yang terlibat dalam transaksi, yakni pembeli dan brand dapat mengefisiensikan pengeluarannya dengan memanfaatkan layanan Snapcart. Rey berkata:
“Kurangnya komunikasi antara brand dan shopper dapat menyebabkan spending menjadi tidak efisien. Kalau kita bisa memperjelas ekosistemnya, melalui Snapcart, […] dari sisi pembeli, dia bisa mendapat kampanye promo yang sesuai dengan profile-nya. […] Dari sisi brand, marketing-nya juga akan jadi lebih efisien, karena berdasarkan konversi data yang terkumpul.”
Bagaimana Snapcart bekerja untuk menghasilkan wawasan
Pada dasarnya penggunaan Snapcart sangat sederhana dari sisi konsumen. Setelah pengguna mendaftar, dia bisa mencari produk promosi di platform Snapcart. Setelah itu pengguna bisa berbelanja sesuai dengan produk yang terdaftar di supermarket atau toko retail terdekat dan menggunggah foto struk belanja yang diambil melalui Snapcart.
Setelah melalui proses verifikasi, paling lama dua hari, nilai cashback di akun Snapcart akan bertambah dan baru bisa didepositkan langsung ke akun bank pengguna setelah mencapai jumlah tertentu, yakni Rp. 52.500. Selain itu masih ada aktivitas tambahan lain seperti Survei, unggah foto Selfie, atau mengulas produk yang menawarakan terciptanya situasi win-win bagi brand dan konsumer.
Dari sisi brand, Snapcart membangun sebuah solusi yang mengumpulkan dan menganalisa data mentah dari struk belanja dan mengubahnya menjadi informasi yang bisa ditindaklanjuti, Data tersebut kemudian diagregasi menjadi wawasan bagi brand secara real time dan lebih aktual, baik itu untuk 50 atau 50.000 struk belanja.
CTO dan Co-Founder Snapcart Laith Abu Rakty mengatakan:
“Ini merupakan tantangan teknologi yang kompleks. Kami membangun sebuah ekosistem yang memproses ribuan format struk belanja, dimana AI dan Big Data merupakan komponen kunci. Ini memberikan kami kemampuan untuk memahami konsumer dan perilaku mereka dari informasi kolektif, sesuatu yang sebelumnya tidak mungkin.”
Ditambahkan Rey, tak menutup kemungkinan juga nantinya mereka akan merilis laporan dari insight perilaku belanja konsumen Indonesia secara berkala. Rey sendiri yakin jika nanti laporan tersebut diterbitkan, hasilnya akan jauh lebih baik dari insight lembaga riset sejenis yang lebih dahulu hadir karena data Snapcart lebih aktual. Tapi, Rey juga menjelaskan bahwa ini masih butuh waktu di mana data yang terkumpul harus lebih kaya dari sekarang.
Untuk meminimalisir kecurangan unggah foto struk, Rey menjelaskan setidaknya ada dua langkah antisipasi yang dilakukan Snapcart. Pertama yaitu menempatkan pembatasan di aplikasi, maksimal lima foto struk terunggah. Kedua, menerapkan back end analisis untuk setiap data yang terkumpul, sehingga dapat mendekteksi bila ada dua foto struk yang sama misalnya.
Rey mengatakan, “Yang terpenting saat ini adalah mendorong kebiasaan orang Indonesia, memastikan mereka mengambil foto struk belanjanya. Snapcart memang mengambil data, tetapi di saat yang bersamaan kami juga membuat engagement antara brand dan konsumer secara langsung.”
Bisnis dan rencana ke depan Snapcart
Kehadiran Snapcart di Indonesia telah didukung sejumlah brand FMCG ternama, seperti Nestle dan L’Oreal. Selain itu, Snapcart juga telah mendapatkan pendanaan awal dari Ardent Capital yang juga telah berinvestasi di aCommerce, Moxy, dan Bizzy dalam jumlah yang tidak diungkapkan.
Terkait monetisasi bisnisnya, Rey tak banyak bercerita. Ia hanya menyebutkan bahwa Snapcart men-charge brand yang menggunakan layanan mereka sesuai dengan kebutuhan wawasan yang ingin diperoleh brand tersebut. “Detailnya tidak bisa kita ungkap lebih jelas. Yang pasti kita charge mereka sesuai dengan engangement mereka. Ada paket-paketnya,” ujarnya.
Setali tiga uang, tak banyak juga rencana ke depan Snapcart yang diungkap oleh Rey. Namun, Rey menjelaskan bahwa ke depannya akan ada lebih banyak fitur yang hadir di layanan Snapcart, seperti menonton video misalnya.
Rey mengatakan, “Kami masih baru meluncur hari ini, saya rasa masih terlalu dini untuk mengungkap apa saja yang mungkin bisa kami capai.”
Saat ini, Snapcart sudah tersedia untuk di unduh di toko aplikasi populer Google Play untuk perangkat Android 4.0.3 ke atas.