Di tengah banyaknya startup yang ingin mendigitalkan proses bisnis UMKM, CrediBook menawarkan solusi yang sedikit berbeda, yakni fokus pada pemberdayaan usaha grosir konvensional dengan pendekatan teknologi rantai pasok melalui layanan CrediMart. Solusi yang dihadirkan ini dinilai tidak mengganggu rantai pasok, justru membantu mereka dalam meningkatkan kapasitas penjualannya.
Co-founder & CEO CrediBook Gabriel Frans menjelaskan, pihaknya melihat sektor grosir ini agnostik, dalam artian banyak kategori produk yang bisa dijual oleh grosir. Oleh karenanya, kekuatan inilah yang menjadi landasan CrediMart untuk menjangkau lebih banyak pengusaha grosir dari lebih banyak sektor usaha.
“Sektor produknya [CrediMart] agnostik. Selama grosir yang menjual barangnya ke pedagang ritel, itu masuk segmen CreditMart karena kita enggak memotong pemasoknya. Jadi tidak terbatas di warung saja,” ucap dia dalam konferensi pers virtual, pekan lalu (26/11).
Sejak CreditMart dirilis pada September 2021, terhitung sudah bekerja sama dengan lebih dari 50 toko grosir konvensional yang tersebar di 14 kota di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Mereka mayoritas adalah pedagang grosir untuk toko kelontong dan makanan yang bisa dikatakan punya permintaan tertinggi di industri ritel.
Solusi CrediMart
Layanan CrediMart berangkat dari kondisi toko grosir konvensional yang mengalami rata-rata penurunan volume penjualan hingga 20%. Selain itu, kehadiran CrediMart juga dilatarbelakangi oleh pelayanan toko grosir konvensional yang kurang nyaman, seperti antrean panjang, terbatasnya jangkauan layanan pelanggan ritel antara 10 km-15 km, keterbatasan metode pembayaran, dan potensi kerugian hingga 30% yang disebabkan oleh manajemen stok yang kurang baik.
Oleh karena itu, CrediMart menyediakan tiga dukungan bagi toko grosir konvensional. Pertama, kapasitas digital berupa dasbor online ordering (untuk permudah toko grosir menerima pesanan dan manajemen stok) dan toko online via CrediMart (untuk meningkatkan pelanggan ritel baru secara online untuk permudah proses belanja dan meningkatkan kenyamanan berbelanja grosir).
Berikutnya, dukungan logistik berupa CrediMart Assistant yang akan mengambil barang dari toko grosir konvensional untuk diantarkan ke peritel dalam waktu 1×24 jam. Terakhir, fleksibilitas pembayaran dengan metode tempo, untuk menjawab kebutuhan dan mendukung pengelolaan arus kas peritel, sebab toko grosir konvensional memiliki keterbatasan modal untuk memberikan pembayaran tempo.
“Hampir semua [peritel] pakai paylater, mereka tetap bisa maintain behaviour-nya. Tenornya bergantung sektor, untuk FMCG bisa tujuh hari tenornya karena turn over rate-nya tinggi. Kadang juga ada peritel yang sering stok, nilai belanjanya bisa Rp700 ribu-Rp1 juta, tapi ada juga yang jarang stok, tapi sekali belanja sampai jutaan.”
Tren pembayaran dengan paylater ini, menurut Gabriel, akan bertahan, bahkan diprediksi akan menuju tren ke cashless seiring penetrasi bank yang lambat laun akan meningkat.
Dia melanjutkan, dampak CrediMart bagi toko grosir konvensional setelah bergabung adalah mereka dapat meningkatkan omzet, bahkan ada yang meningkat hingga 50% per hari; jangkauan pelanggan ritelnya meluas hingga radius 25 km-50 km; jumlah unique retail konsumer naik hingga 56%; dan, manajemen stok lebih rapi, sehingga meminimalkan penumpukan stok barang.
Sementara bagi peritel, pengalaman berbelanja mereka jadi lebih nyaman karena cukup membuka situs CrediMart tanpa harus datang ke toko fisik; proses stok barang lebih cepat; dan mereka lebih leluasa dalam mengelola arus kas dengan metode pembayaran tempo.
Di dalam CreditMart turut disertakan solusi pembukuan digital CrediBook untuk permudah pengusaha grosir dalam manajemen pencatatan keuangan. “Ada hubungan yang erat antara grosir dan peritel, kami masuk untuk menjembatani kebutuhan mereka. Oleh karenanya, CrediMart cocok untuk digunakan. Kami percaya diri dengan impact yang kami bawa.”
Langkah berikutnya, Gabriel akan memperluas cakupan kemitraan dengan pengusaha grosir yang berlokasi di Jawa Timur, dan luar Pulau Jawa, seperti Bali, Nusa Tenggara, dan Sumatera. Kemudian, memperluas kategori barang dagang, seperti kriya, fesyen, industri rumahan, dan bahan bangunan.
Dalam menjaring mitra grosir, pihaknya menetapkan sejumlah kriteria persyaratan, di antaranya adalah kapabilitas mitra dalam menangani pesanan yang masuk harus yang terbaik agar para peritel mendapat layanan yang terbaik dari CrediMart, kemudian menawarkan harga yang terbaik, dan lokasinya yang terjangkau dengan armada logistik.
Di ranah pembukuan digital untuk UMKM, CrediBook bersaing dengan BukuKas, BukuWarung, dan masih banyak lagi. Di luar itu, semakin banyak perusahaan yang menyediakan ragam solusi digital untuk permudah UMKM go digital dari berbagai aspek bisnis.
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dari 64,2 juta unit UMKM, baru 19% di antaranya yang sudah masuk ke ekosistem digital. Pemerintah sendiri menargetkan 30 juta unit UMKM bisa memasuki ekosistem digital pada 2024. Berikut solusi UMKM yang telah disediakan para startup.