Asosiasi pengusaha e-commerce Indonesia (Indonesian E-commerce Association / idEA) mengungkapkan keberatannya dengan usulan penggunaan domain .id yang diajukan pemerintah. Alasannya selain prosedur yang harus ditempuh lebih rumit, penggunaan domain .id kurang menjual (tidak komersil) untuk skala regional maupun global. Bagaimana seharusnya kita menyikapinya?
Tentunya mari kita lihat dulu latar belakang penggunaan domain .id untuk usaha e-commerce. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi, mensinyalir banyaknya penipuan yang terjadi sehingga penggunaan domain .id diharapkan mampu mengurangi pelanggaran di bidang ini. Ada sejumlah dokumen yang harus disampaikan jika ingin mendaftarkan domain .id.
Sesuai dengan informasi PANDI, untuk membeli domain .co.id misalnya, dibutuhkan identitas pribadi (KTP/SIM) dan izin pendirian perusahaan (SIUP/TDP/Akta Notaris/surat izin yang setara). Kedua dokumen ini, untuk perusahaan yang sudah berbadan hukum tidaklah sulit untuk dikumpulkan, tapi untuk perusahaan yang baru lahir (baru coba-coba) dan belum berbentuk badan hukum tentu saja bakal merepotkan.
Ada dua sisi yang menjadi polemik, antara kepercayaan vs kemudahan. Perusahaan online yang berbadan hukum dan berdokumen lengkap, suka atau tidak suka, bakal memperoleh keuntungan dari kebijakan ini. Untuk perusahaan yang belum berbadan hukum, ini menjadi tonggak supaya belajar membuat perusahaan yang sah di mata hukum, di mana biaya yang dikeluarkan adalah “investasi”. Untuk konsumen, setidaknya perusahaan yang berbadan hukum memberikan kenyamanan untuk jaminan keamanan transaksi.
Tentu saja pelaku usaha mengharapkan pengurusan badan hukum harus semakin mudah dan tidak berbelit-belit. Pengusaha e-commerce juga berharap semua payung hukum yang memberikan insentif di sektor ini segera disahkan dan direalisasikan.
Tentang ide tidak komersil di skala regional dan global, perlu ditelaah dulu berapa banyak perusahaan e-commerce Indonesia yang sudah bermain secara global. Bisa dibilang belum ada, tapi tentu saja kita tidak tahu ekspansi-ekspansi yang ingin dilakukan oleh perusahaan kita di masa depan. Menurut traffic Alexa, hanya perusahaan-perusahaan dari Cina, Rusia dan Jepang yang masuk dalam daftar pemain global dan biasanya lebih suka menggunakan domainnya sendiri — bukan kebetulan kalau negara-negara tersebut tidak menggunakan huruf latin sebagai bagian bahasanya.
Win-win solution yang mungkin bisa ditawarkan menurut saya adalah pendekatan global sekaligus lokal yang dilakukan oleh Amazon. Untuk setiap negara, Amazon menghormati legalitas domain lokal dan berusaha menggunakan domain lokal tersebut, seperti Amazon.de, Amazon.jp, Amazon.co.uk. Domain global Amazon.com lebih banyak digunakan untuk Amerika Serikat dan layanan pengiriman internasional.
Tokobagus misalnya, bisa menggunakan domain tokobagus.com jika seandainya go internasional dan tetap mempertahankan tokobagus.co.id untuk pasar Indonesia. Yang penting adalah bagaimana perusahaan e-commerce tersebut mempertahankan identitasnya sebagai perusahaan Indonesia, berkantor pusat di Indonesia, tapi mampu memiliki citra global seperti halnya Alibaba atau Rakuten.
[gambar: Flickr/bloggingbookshelf]