Laporan Google-Temasek bertajuk “e-Conomy SEA 2019” menempatkan e-commerce dan online travel menjadi sektor digital yang paling besar partisipasinya terhadap ekonomi digital regional. Tahun 2019, masing-masing memberikan sumbangsih $38 miliar dan $34 miliar, akan meningkat hingga $153 miliar dan $78 miliar tahun 2025 nanti.
Sebelumnya di tahun 2018 riset yang sama menempatkan online travel di peringkat pertama, pengalaman yang diberikan e-commerce dalam memberikan pengalaman baru membuat pertumbuhannya menggeliat. Upaya pemain dalam melakukan promosi juga dinilai memberikan dampak yang signifikan – festival belanja online seperti 9.9, Singles Day, 12.12 selalu disambut meriah oleh seluruh komponen bisnis.
Data Google Trends mencatat, peningkatan promosi layanan e-commerce selalu konsisten setiap tahunnya. Strateginya pun mulai beragam, mulai dengan menggandeng influencer hingga membuat fitur gamifikasi untuk menarik minat pengguna terhubung dengan aplikasi. Teknologi seperti machine learning juga telah memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan penawaran produk untuk para konsumen.
Perluasan saluran logistik juga dinilai turut menyumbangkan peningkatan bisnis e-commerce. Bahkan untuk memanjakan penggunanya, beberapa pemain memberikan opsi pengiriman cepat – kurang dari 24 jam pasca pesanan diselesaikan. Dari semua upaya tersebut, mulai dari promosi sampai opsi logistik, berhasil mengubah kebiasaan mendasar ketika orang berbelanja online. Jika sebelumnya e-commerce banyak digunakan untuk membeli barang-barang “besar” seperti smartphone atau televisi, saat ini kebutuhan sehari-hari pun dapat diakomodasi.
Rata-rata per hari ada lebih dari 5 juta pesanan yang diproses e-commerce dengan nilai rata-rata $15-$20.
Pesan antar makanan jadi tren kekinian
Tahun 2015, sektor ride-hailing terhitung memiliki kapitalisasi pasar $3 miliar, tahun ini angkanya mencapai $13 miliar dan diproyeksikan mencapai $40 miliar di tahun 2025. Jika empat tahun lalu industri ini masih tentang penyediaan transportasi alternatif, sekarang sudah bertransformasi lebih luas mengakomodasi banyak kebutuhan lain. Yang mulai terlihat signifikan adalah layanan pesan antar makanan, seperti GoFood atau GrabFood –dan mungkin ke depan juga terkait layanan finansial.
Riset menyoroti, sejak tahun 2018 layanan pesan antar makanan ini telah memberikan pengaruh besar pada pergeseran kebiasaan konsumen. Berbagai kalangan mulai gemar menikmati layanan tersebut, dengan dalih efektivitas di tengah kepadatan lalulintas dan cuaca. Di area metro, layanan ini memiliki tingkat pesanan yang sangat tinggi.
Banyak hal yang menjadi pendorong, terlepas dari promo dan pemasaran yang dilakukan terus-menerus para decacorn, aksesibilitas ke produk makanan menjadi lebih luas. Layanan pesan antar makanan menjembatani menu-menu dari restoran hingga pedagang kaki lima. Dari sisi bisnis, hadirnya platform tersebut juga menghadirkan banyak keuntungan. Beberapa telah memanfaatkan untuk meningkatkan hubungan dengan konsumen melalui program loyalty dan reward.
Kanal hiburan di internet tetap diminati
Sejak tahun 2015, setidaknya tercatat adanya 100 juta pengguna internet baru di kawasan Asia Tenggara. Aplikasi video, musik, hingga game menjadi kanal hiburan yang banyak diminati — melalui ponsel pintar. Tahun ini tercatat nilai pasarnya menyentuh $14,2 miliar dan akan tumbuh hingga lebih dari 2x lipat di tahun 2025. Kebanyakan pengguna masih memilih konten gratis, kendati memaksanya untuk melihat iklan di aplikasi.
Tren baru yang ditangkap ialah konten video singkat seperti Bigo Live dan Tik Tok yang berhasil memesona pasar. Dukungan kemampuan seperti lip-sync menghasilkan konten-konten viral yang disukai hampir semua kalangan masyarakat. Selain itu penikmat game online juga mendapatkan pertumbuhan yang sangat besar. Dicontohkan salah satu yang terpopuler, Fire Fire yang dikembangkan Garena, berhasil menggaet 450 juta pendaftar dengan 50 juta pengguna aktif.
Budget hotel menopang industri travel
Sektor ini dinilai sebagai yang paling matang dalam ekonomi digital Asia Tenggara. Potensi pariwisata menjadi salah satu pendorong utama. Di sisi pasar, peningkatan minat kelas menengah untuk bepergian –baik domestik maupun internasional—memberikan sumbangsih berarti untuk online travel. Alternatif layanan pun muncul, misalnya dengan lahirnya budget hotel seperti OYO dan RedDoorz.
Platform agregator seperti Tiket.com, Traveloka, hingga Booking.com juga mulai meningkatkan manuver. Kemitraan dengan pemain digital lain, misalnya ride-hailing, juga terus diupayakan. Tidak berhenti hanya sebagai penyedia tiket perjalanan, kini aplikasi online travel mulai menyediakan kanal “experience“, didorong kebutuhan pengguna yang ingin memaksimalkan pengalaman perjalanan mereka. Berbagai hal kini bisa diakses melalui satu platform, seperti tiket hiburan hingga karcis ke sebuah pertunjukan.
Integrasi layanan
Catatan lain yang menarik disimak adalah soal integrasi antar layanan yang dihadirkan platform untuk meningkatkan kenyamanan pengguna. Misalnya awal tahun lalu, Hooq menyepakati kerja sama untuk menghadirkan layanan streaming video di aplikasi Grab. Atau aplikasi Gojek yang kini menghadirkan kanal berita dari Kumparan. Soal integrasi ini, menghadirkan varian layanan yang lebih luas di tiap platform.
Jika diamati, ride-hailing dan e-commerce menjadi yang paling gencar melakukannya. Di kedua aplikasi tersebut, hampir setiap layanan digital mulai ada. Aksi perusahaan seperti akuisisi dan investasi pada akhirnya dipilih beberapa startup untuk meningkatkan kapabilitas menyeluruh di platformnya.