Kebutuhan inovasi IT diprediksi menjadi urgensi baru bagi perusahaan usai pandemi Covid-19 mereda. Temuan ini disampaikan dalam laporan Mulesoft Connectivity Benchmark 2021 berdasarkan hasil wawancara dengan 800 pemimpin IT di dunia, baik dari perusahaan publik maupun swasta, yang memiliki sekitar 1.000 karyawan.
Dalam laporan ini, ada lima temuan besar yang menarik bagi para Chief Information Officer (CIO) maupun orang IT. Pertama, pandemi memunculkan tipping point terhadap kebutuhan IT. Penerapan kerja remote maupun Work From Home (WFH) akibat pandemi memicu kebutuhan IT yang lebih besar.
Perusahaan mengandalkan IT untuk mempercepat proses pengalihan kerja remote. Kondisi ini justru memberikan tekanan luar biasa bagi tim IT untuk bergerak lebih gesit. Karena upaya ini menyita sebagian besar waktu mereka, pelaku IT banyak tertinggal atau gagal menyelesaikan proyeknya. Laporan menyebutkan hanya 37% perusahaan mampu menyelesaikan proyek yang diminta di 2020 atau 4 dari 10 tim IT dapat memenuhi seluruh komitmen proyek.
Tantangan lainnya adalah pertumbuhan budget IT tidak selaras dengan urgensi kebutuhan. Rata-rata anggaran IT diestimasi naik tipis ke 5,84% di 2021 dari 5,62% di 2020. Menurut responden, pihaknya diminta menyelesaikan 30% proyek tahun ini, tetapi anggarannya diestimasi hanya naik tak sampai 6%.
Tantangan integrasi memperlambat transformasi
Kedua, pandemi memberi tekanan pada perusahaan untuk mengintegrasikan sistem, aplikasi, dan data. Sayangnya, 87% responden menilai upaya integrasi memunculkan tantangan yang dapat memperlambat transformasi. Padahal integrasi merupakan faktor kritikal dalam menentukan kecepatan transformasi digital bagi seluruh industri.
Alhasil, perusahaan terpaksa menghabiskan waktu dan biaya untuk mengatasi tantangan integrasi. Rata-rata perusahaan menghabiskan rata-rata sebesar $3,5 juta untuk tenaga kerja IT baru, di mana lebih dari sepertiga waktu dihabiskan untuk menyelesaikan integrasi.
Selain itu, sebanyak 77% responden juga menilai bahwa kegagalan transformasi digital bakal berdampak pada pendapatan perusahaan. Hal ini karena transformasi digital diyakini dapat berdampak terhadap pendapatan perusahaan di masa depan.
“Ambil contoh di sektor jasa keuangan di mana telah terjadi pergeseran perilaku konsumen yang cukup signifikan ke layanan mobile dan online selama 12 bulan terakhir. Dalam konteks ini, 89% responden mengaku akan ada pengaruh negatif terhadap pendapatan,” ungkap laporan tersebut.
Sistem lama menyulitkan transformasi secara agile
Ada tiga tantangan utama yang dihadapi perusahaan yang melakukan transformasi digital. Sebanyak 34% responden menilai bahwa warisan infrastruktur IT lama (legacy) menjadi tantangan terbesar yang dapat menghalangai perusahaan untuk menciptakan inisiatif digital baru.
Kemudian, 30% responden menyebut risk management, compliance, dan legal implication sebagai tantangan terbesar kedua. Di urutan ketiga, alokasi budget dan SDM menjadi tantangan utama selanjutnya.
Selain itu, silo data menurut 90% responden dan warisan infrastruktur IT yang lama (legacy) bagi 60% responden, dinilai mempersulit integrasi ke teknologi baru dan membuat perusahaan sulit bertindak secara agile. Sebanyak 70% responden bahkan menilai legacy IT menjadi tantangan sulit bagi industri healthcare dan 68% di asuransi.
Di balik itu semua, transformasi digital diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan engagement dan inovasi pelanggan, serta penyelesaian proyek yang lebih cepat.
API menghasilkan pendapatan baru
Temuan keempat, sebanyak 96% responden dilaporkan telah mengimplementasi API, yang mana sebagian besar digunakan untuk melakukan integrasi dan menjalankan proyek baru. Dengan kebutuhan tersebut, setidaknya 27% responden menyebut telah meraup pendapatan dari implementasi API.
Laporan ini juga menemukan bahwa penggunaan API dapat berpengaruh terhadap sejumlah aspek penting bisnis. Misalnya, peningkatan produktivitas (59%), self-service (48%), dan peningkatan inovasi (46%). Selain itu, API juga memberikan manfaat lain, yaitu penurunan biaya operasional, peningkatan keterlibatan karyawan, dan pertumbuhan pendapatan (28%).
Terakhir, laporan ini juga menyebutkan bahwa data menjadi aspek penting dalam proses integrasi. Dari berbagai peran yang dibutuhkan untuk melakukan integrasi besar, data scientist berada di urutan teratas bagi 47% responden, naik dari 38% di 2020.
“Data menjadi jantung dari setiap rencana investasi. Maka itu, data scientist dan proyek yang berfokus pada big data dan analitik diperkirakan menjadi fokus utama perusahaan ke depannya,” ungkap laporan ini.
Laporan ini merekomendasikan tim IT untuk dapat memenuhi kebutuhan integrasi dari tim bisnis. Menurut surveinya, banyak perusahaan kini mulai mengembangkan tools sendiri untuk memperlengkapi tim bisnisnya melakukan integrasi aplikasi dan sumber data.
Selain cloud (57%) dan sistem keamanan (53%), sebanyak 45% responden menyebut analitik data dan 43% responden pada integrasi big data sebagai prioritas investasi perusahaan di 2021.