Di penghujung tahun 2013 ini, studio game TouchTen berhasil mendapatkan pendanaan dari investor Jepang Cyber Agent Ventures dan beberapa investor lain. Investasi ini menandakan kepercayaan investor terhadap kemampuan perusahaan game di Indonesia untuk dapat terus berkembang dan menawarkan hal-hal yang dapat menjamin kelangsungan perusahaan maupun industri game di Indonesia.
Ini adalah sebuah angin segar bagi para pengembang game, membuktikan bahwa Indonesia juga memiliki tempat di pasar global. Dengan adanya internet yang membuka potensi pasar dunia untuk banyak penggiat wirausaha, sebenarnya kesempatan berkembang menjadi sangat luas dan para pengusaha dapat melihat hampir secara instan bagaimana tanggapan pasar terhadap produk yang mereka tawarkan.
Lalu kenapa game di Indonesia masih belum banyak yang mampu bersaing di pasar global? Anton Soeharyo, CEO TouchTen, melihat bahwa di Indonesia masih lebih banyak pengembang amatir dibandingkan professional dan kondisi industri game lokal kurang mendukung perkembangan yang dibutuhkan.
“Jujur saya agak kecewa dengan orang yang dianggap ‘sesepuh’ dalam berurusan dengan pemula. Alih-alih mendorong mereka untuk berkarya, mereka selalu mengatakan ‘oh, saya sudah pernah melakukan itu’. Dengan kata lain mereka menunjukkan sikap ‘saya yang pertama dan kalian selalu setelah saya’. Bagi saya ini adalah kritik yang tidak perlu,” Anton mengkritisi.
Lebih lanjut dalam wawancaranya dengan DailySocial beberapa waktu lalu, Anton mengungkap sikap seperti itu selain merupakan sebuah kritik yang tak pada tempatnya, juga menunjukan sebuah persaingan yang tak perlu.
“Jujur saja tidak ada persaingan di sini, kita semua ‘kere’, kita tidak seperti Candy Crush Saga.” Anton menyayangkan sikap yang menunjukan seolah-olah pengembang senior adalah pionir dan pemula harus banyak belajar dari pendahulunya.
Tetapi jika hal ini dapat berubah, ia percaya bahwa lanskap game di Indonesia bisa berkembang dan lebih banyak orang yang bisa mengecap sukses bersama-sama. Pada kenyataannya, dunia game selalu berubah dan setiap generasi gamer memiliki karakteristik, keinginan, dan kebiasaan yang berbeda.
Bagi developer pemula atau orang-orang yang bergerak dalam industri game, Anton menyarankan sebaiknya tidak menunggu perubahan dan terus berkarya. “Fokus saja pada hal yang sedang dikerjakan. Jangan terlalu mendengarkan apa kata orang.”
Sedangkan untuk investor, ia melihat bahwa investor lokal lebih banyak yang didasari oleh laba. Mereka secara umum mengutamakan perolehan keuntungan secepat mungkin dibandingkan proses pertumbuhan, perkembangan, dan pembelajaran. Dan tentu saja, bagi negara yang sedang berkembang, dan niatan memajukan ekosistem startup serta mendorong kewirausahaan di Indonesia, hal seperti ini sangat disayangkan.
“Ini hal yang bisa saya katakan, karena TouchTen masih terus berkembang dan membutuhkan tenaga berbakat yang baru. Jadi bisa dikatakan kami masih lampu merah. Hal seperti ini saya sampaikan pada mereka, dan hasilnya mereka tak ingin berinvestasi,” ujar Anton.
Walaupun begitu, bukan berarti TouchTen “alergi” terhadap investor lokal dan bukan berarti investor lokal seluruhnya memiliki pola pikir yang sama. Seperti yang diungkapkan di artikel sebelumnya, Anton mengatakan bahwa hadirnya Ideosource di TouchTen merupakan keputusan yang tepat karena mereka saling mengerti dan menghormati kebutuhan dan kemampuan masing-masing.