Berangkat dari kecintaan terhadap produk lokal, CEO dan Founder KU KA Titonius Karto mendirikan online marketplace yang sarat dengan produk fashion dan makanan minuman buatan Indonesia. Terdapat dua situs yang saat ini tengah dikembangkan dan sudah bisa diakses sejak bulan September 2015, yaitu Ku Ka (baju) dan Kedai KuKa (makanan).
“Untuk Ku Ka konsumen bisa mengakses dan membeli semua produk fashion buatan desainer muda Indonesia, sementara untuk Kedai KuKa konsumen bisa membeli produk makanan dan minuman asli buatan pelaku usaha lokal,” kata Tito.
Saat ini Ku Ka mengklaim telah memiliki sekitar 1.000 penjual produk lokal. Sebanyak 600 di antaranya menjual produk baju, peralatan rumah tangga, produk seni dan juga kecantikan. Total produk yang ada saat ini di portal Ku Ka sudah lebih dari 3500 produk. Sedangkan produk makanan dan minuman di Kedai Ku Ka telah mencapai lebih dari 400 produk yang berasal dari hampir 300 penjual.
“Ku Ka didirikan lebih dari sebuah marketplace biasa, kita ingin mengajak semua orang di Indonesia yang memiliki usaha kecil-kecilan (UMKM) di rumah untuk kemudian menjual dan mempromosikan produknya di Ku Ka dan Kedai Ku Ka,” kata Tito
Proses selektif kurasi penjual
Hal lain yang paling membedakan Ku Ka dan Kedai Ku Ka dengan marketplace lainnya adalah semua penjual yang ada hanya bisa menjual produk buatan Indonesia. Jika ada penjual nakal yang kemudian menjual produk luar seperti buatan Tiongkok atau Bangladesh akan segera dihapus keberadaan tokonya. Hal ini dilakukan untuk memastikan semua produk yang dijual buatan asli Indonesia.
“Tim kami senantiasa melakukan proses kurasi untuk penjual, selain itu untuk menambah lebih banyak penjual kami juga secara aktif melakukan pendekatan langsung di seluruh kota di Indonesia terutama kalangan UKM, koperasi dan komunitas,” kata Tito.
Pendekatan yang dilakukan secara personal oleh tim Ku Ka dan Kedai Ku Ka terbukti telah menampung jumlah penjual UKM yang ada di Indonesia. Saat ini tercatat komunitas Ku Ka dan Kedai Ku Ka telah tersebar di 13 kota besar di Indonesia.
“Bulan depan rencananya Ku Ka dan Kedai Ku Ka akan membuka kantor cabang di Yogyakarta, untuk mendapatkan lebih banyak penjual lokal untuk menjadi bagian dari komunitas Kuka dan Kedai Ku Ka ,” ungkap Tito.
Saat ini Ku Ka dan Kedai Ku Ka juga menyatakan telah mendapatkan transaksi cukup aktif setiap harinya, dalam kesempatan tertentu Ku Ka mengklaim pernah mendapatkan nilai transaksi hingga Rp 60 juta dalam satu hari saja.
“Kebanyakan pemesanan yang datang di Ku Ka adalah repeat order, namun demikian banyak juga jumlah konsumen baru yang kemudian membeli berbagai produk di Ku Ka dari lokal hingga mancanegara,” kata Tito.
Dengan pilihan pembayaran melalui kartu kredit, bank transfer, rekening ponsel dan kemitraan yang dilakukan dengan perusahaan logistik ternama di Indonesia Ku Ka senantiasa konsisten dalam hal pengiriman, penyediaan produk serta kesigapan tim yang ada.
“Meskipun saat ini metode komunikasi yang kami tawarkan masih mengandalkan cara-cara tradisional yaitu melalui WhatsApp, BBM dan SMS, kami berkomitmen untuk membantu para pemilik usaha untuk memotong kendala komunikasi yang biasanya cukup mengganggu dan terlalu lama dengan pembeli,” kata Tito.
Ekspansi mancanegara dan rencana penggalangan dana
Saat ini Ku Ka dan Kedaikuka masih menjalankan bisnisnya secara bootsrapping, namun demikian diharapkan akhir tahun 2016 nanti akan mendapatkan pendanaan dari investor asal Malaysia. Siapa VC yang akan berinvestasi dan berapa jumlah uang yang akan dikucurkan masih belum bisa diinformasikan.
“Tentunya kami berharap pendanaan yang nantinya akan kami dapatkan bisa memperluas bisnis kami, menambah jumlah pegawai dan menambah fitur serta teknologi yang ada,” kata Tito.
Saat ini Ku Ka dan Kedai Ku Ka hanya tersedia dalam versi web saja, rencananya akhir tahun 2016 akan diluncurkan aplikasi mobile di platform mobile untuk Android dan iOS.
Terkait dengan target pasar yang disasar sepenuhnya adalah masyarakat Indonesia, namun demikian tidak dapat dipungkiri dengan ragam produk yang ada dan tergolong niche, banyak juga konsumen mancanegara yang kemudian tertarik untuk membeli berbagai produk food and beverage serta fashion yang ditawarkan, di antaranya adalah negara Jepang dan Malaysia.
“Target pasar utama kami tentunya adalah masyarakat Indonesia namun demikian seiring berjalannya waktu penjual kami juga mulai menerima banyak pesanan dari luar negeri, untuk ke depannya potensi ini akan kami kembangkan,” kata Tito.
Saat ini Ku Ka belum melakukan monetisasi dan masih memberikan layanan gratis dengan 0% komisi kepada semua penjualnya hingga akhir tahun 2016, namun demikian melihat potensi serta peluang yang ada, diharapkan marketplace yang memfokuskan kepada produk buatan lokal ini akan berinovasi dan melakukan transformasi yang positif sebagai startup Indonesia.
“Saya percaya dengan model bisnis yang kami jalankan dan mendukung semua usaha dari UKM asal Indonesia Ku Ka dan Kedai Ku Ka bisa menjadi marketplace yang lengkap, terbaik dengan produk berkualitas buatan asli Indonesia,” tuntas Tito.