Guilty Gear Strive belakangan ini sedang jadi salah satu perbincangan paling hangat di komunitas fighting game. Pertama kali diumumkan oleh Arc System Works di ajang EVO 2019 kemarin, Guilty Gear Strive memukau banyak orang karena tampilan visualnya yang luar biasa dahsyat. Beberapa tahun terakhir ini memang Arc System Works dikenal sebagai developer fighting game dengan teknik 3D canggih—lihat saja Dragon Ball FighterZ—dan Guilty Gear Strive berhasil meningkatkan kualitas visual itu lebih tinggi lagi.
Sayangnya ada satu isu yang cukup membuat para penggemar khawatir. Kabarnya, Arc System Works telah melakukan perombakan gameplay besar dan Guilty Gear Strive akan menjadi game yang lebih simpel dibandingkan prekuelnya. Beberapa video juga menunjukkan indikasi hal tersebut, mulai dari kecepatan pertarungan yang lebih rendah, combo lebih pendek, dan sejumlah penyederhanaan lainnya.
Mengapa Arc System Works melakukan perubahan-perubahan di atas, dan apa tujuannya? Baru-baru ini Ars Technica mewawancarai desainer dan director seri Guilty Gear, Daisuke Ishiwatari, untuk menjawab pertanyaan tersebut. Berikut ini beberapa poin pentingnya.
“Simpel” adalah kata yang kurang tepat
Banyak orang berkata bahwa Guilty Gear Strive akan menjadi game yang simpel, tapi menurut Ishiwatari, kata simpel itu sebetulnya kurang tepat untuk menggambarkan tujuan para developernya. Sebetulnya tujuan aslinya adalah mereka ingin membuat game yang “terlihat gampang”, lebih nyaman untuk ditonton, tapi tanpa mengurangi kedalaman gameplay yang jadi ciri khas Guilty Gear.
Sejak dulu tim developer Guilty Gear selalu ingin membuat game yang sangat terpoles dan memuaskan bagi para “maniak” fighting game. Tapi Ishiwatari mengakui bahwa dengan gaya Arc System Works yang lama, mereka telah gagal dalam hal menarik pengguna baru karena sistem dan antarmukanya sangat kompleks. “Bagian besar dari filosofi pengembangan yang sekarang adalah menyederhanakan hal itu untuk para penonton. Membuatnya terlihat sangat fun, dan saya rasa hal itulah yang akan menarik para pemain,” kata Ishiwatari.
Daisuke Ishiwatari is really out here trying to save fighting games pic.twitter.com/ojjjMtGGOW
— Woolie Versus (@WoolieWoolz) November 18, 2019
Adaptasi dengan era serba online
Perubahan lain yang terlihat seperti simplifikasi tapi sebetulnya bukan adalah bagaimana Arc System Works menangani fitur online. Ishiwatari mengaku bahwa ia cenderung menyukai fighting game yang hardcore atau kompleks. Tapi mereka perlu menyeimbangkan antara pengalaman permainan hardcore itu dengan kenyamanan menonton.
Dewasa ini fighting game telah menjadi genre yang sangat dipengaruhi oleh komponen online. Karena itulah developer perlu memfasilitasinya, contohnya dengan membuat timing input yang lebih longgar. Zaman dahulu, ketika mereka mengembangkan game untuk audiens arcade, hal-hal seperti ini tidak perlu, tapi kini menjadi perlu.
Secara umum ada dua jenis implementasi fitur online yang populer digunakan oleh fighting game, yaitu netcode berbasis delay dan netcode berbasis rollback (Anda bisa membaca penjelasan detailnya di sini). Netcode berbasis rollback banyak dipandang sebagai solusi yang lebih baik, tapi implementasinya jauh lebih rumit. Selama ini Guilty Gear menggunakan netcode berbasis delay, namun tim engineer di Arc System Works pun sebetulnya memiliki perbedaan pendapat tentang cara mana yang lebih cocok. Mereka masih terus bereksperimen untuk menentukan solusi finalnya.
Guilty Gear Strive adalah eksperimen besar
Tidak hanya implementasi online, banyak hal dalam Guilty Gear Strive sebetulnya merupakan eksperimen besar oleh tim Arc System Works. Tampilan visual misalnya, adalah evolusi lebih lanjut dari Guilty Gear Xrd yang dirancang dengan ekspresi tertentu.
Bila Guilty Gear Xrd (juga Dragon Ball FighterZ dan Granblue Fantasy Versus) ingin memberikan suasana menyerupai anime 2D, Guilty Gear Strive justru ingin memberi suasana seperti film live-action. Karena itulah mereka menerapkan sejumlah efek visual baru seperti gerakan kamera yang lebih dinamis, transisi adegan (cut) yang lebih mulus, dan sebagainya. Ishiwatari berkata bahwa membuat sekuel yang sama seperti Guilty Gear Xrd lagi adalah “hal yang tidak ada gunanya”.
Eksperimen serupa juga mereka lakukan dalam hal penerapan antarmuka. Ishiwatari berkata bahwa ada artikel atau survei yang mengatakan bahwa para pemain Guilty Gear punya gerakan mata yang lebih banyak daripada pemain fighting game lain. Mereka cenderung memperhatikan seluruh sudut layar, karena begitu banyak informasi yang ada.
Kemampuan memroses banyak informasi ini memang menjadi keunikan tersendiri bagi pemain Guilty Gear, tapi Arc System Works juga ingin mencoba mengurangi persebaran informasi itu. Mereka ingin pandangan para pemain lebih terfokus ke satu titik, karena itulah antarmuka Guilty Gear Strive didesain lebih terpusat ke tengah layar.
Guilty Gear Strive direncanakan untuk terbit di tahun 2020. Masih cukup banyak waktu bagi Arc System Works untuk menerapkan perubahan, baik dari segi teknis, visual, hingga gameplay. Saat ini yang mereka lakukan adalah bereksperimen dan mencoba-coba pendekatan baru, tapi sebagian besar hal yang di Guilty Gear Strive sekarang sifatnya masih belum final. Bisa jadi akan banyak elemen berubah nantinya, tapi yang jelas filosofi desain game ini sudah tersampaikan: menjaga gameplay tetap hardcore tapi menjadikannya lebih enak ditonton.
Sumber: Ars Technica