Dark
Light

Korupsi Payment Gateway Pembuatan Paspor

2 mins read
March 20, 2015

Kerugian Finansial / Shutterstock

Sejatinya, pembayaran elektronik dibuat untuk memudahkan proses pembayaran tradisional yang dapat menghabiskan banyak waktu. Oleh karena itu mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana pada Juni 2014 lalu menawarkan konsep payment gateway untuk diterapkan dalam sistem pembayaran pembuatan dokumen paspor secara elektronik. Tetapi kini proyek tersebut dipermasalahkan, karena disinyalir telah merugikan negara hingga 32 miliar rupiah.

Dalam pemberitaan CNN Indonesia, mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menjelaskan bahwa alasan utama adanya sistem payment gateway ini berkaitan dengan desakan dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangun (UKP4) yang meminta kementrian untuk meningkatkan pelayan publik.

Amir mengatakan, “Kalau kami tidak meningkatkan itu, kami nanti diberi rapor merah. Itu alasan utama adanya payment gateway.”

Menurut Amir, konsep payment gateway ini diberikan kepadanya oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang memaparkan payment gateway beserta video pengakuan dari orang-orang dengan track record baik soal kelebihan dan kemudahan payment gateway untuk mengurus paspor.

Sayangnya, meski menurut Denny segala perizinan sudah diurus, pada 11 Juli 2014 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengirimkan surat ke Kemenkumham yang menjelaskan bahwa program ini belum mendapatkan izin karena masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak. Atas dasar surat tersebut Amir menghentikan program ini secara resmi. “Tapi secara praktik di lapangan, baru berhenti pada Oktober,” tuturnya.

Masalah ternyata tidak selesai sampai di situ saja. Setelah penghentian program tersebut, Kepolisian mencium adanya tindak korupsi dibalik program ini. Bahkan Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan menyebutkan bahwa program payment gateway ini merugikan negara hingga 32 miliar.

“Total kerugian negara tiga puluh dua milyar sembilan puluh tiga juta enam ratus sembilan puluh lima ribu rupiah (Rp. 32.093.692.000),” ujar Anton seperti dilansir dari Kompas.

Selain itu, penyidik juga menduga adanya pungutan tidak sah sebesar 605 juta Rupiah dari sistem tersebut dengan membuka rekening di luar ketentuan. Rekening yang menjadi tempat menampung potongan uang hasil pungutan pembuatan paspor tersebut juga diduga menjadi modus operandi korupsi dari sistem ini.

Sebagai pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini, Denny bukannya tidak memberi pembelaan sama sekali. Menurut Denny, program payment gateway atau pembayaran layanan paspor secara elektronik tersebut tidak menyebabkan kerugian negara, malah memberi memberi masukan hingga 32,4 miliar Rupiah.

Denny mengatakan, “Laporan BPK Desember 2014 itu mengatakan, program itu memberi masukan Rp 32,4 miliar. Artinya, negara menerima uang Rp 32,4 miliar, mana ada kerugian negaranya.”

Denny juga menyebutkan bahwa program tersebut diadakan dengan tujuan untuk merubah cara pembayaran paspor dari manual menjadi lebih simpel. Karena cara manual yang melalui loket dapat menimbulkan antrean panjang dan juga rawan calo serta pungutan liar.

“Diubah menjadi online yang kemudian (membayar) bisa menggunakan ATM, credit card, SMS kanking, e-banking,dan lain-lain,” jelas Denny dikutip dari Jawa Pos.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar juga menyebutkan bahwa kasus dugaan korupsi payment gateway yang menjerat Denny Indrayana sebenarnya bukan tergolong kasus korupsi. Menurutnya, Denny hanya melakukan terobosan dalam pembayaran saja. Mengenai pungutan sebesar Rp. 5.000 kepada setiap pengguna payment gateway pun merupakan konsekuensi, karena program ini bekerja sama dengan berbagai pihak. Apalagi layanan ini juga sebenarny hanya bersifat opsional saja.

Kasus ini memang masih belum menemukan titik terang, tetapi yang menjadi masalah adalah efek domino yang mungkin ditimbulkan dari kasus ini. Seperti kita tahu, saat ini isu pembayaran secara digital dengan payment gateway masih belum mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat. Buktinya dalam setiap transaksi e-commerce pilihan pembayaran dengan layanan COD masih menjadi pilihan favorit bagi masyarakat.

Dengan pemberitaan mengenai kasus ini, bisa jadi kepercayaan masyarakat terhadap sistem payment gateway justru malah semakin menurun. Ini tentu bukan kabar baik bagi para pemain e-commerce dan juga industri terkait. Saat ini kita hanya dapat berharap, semoga saja pihak yang berwajib dapat segera menyelesaikan kasus ini dengan baik agar semuanya menjadi lebih jelas.

Previous Story

Kenapa Indonesia Menggiurkan di Mata Investor

Next Story

HTC One M9+ Dirumorkan Siap Meluncur dalam Waktu Dekat?

Latest from Blog

Don't Miss

Blibli rayakan ulang tahun ke-12

Ulang Tahun ke-12, Blibli Hadirkan Program “Blibli Annive12sary”

Dengan persaingan yang semakin ketat, eksistensi sebuah e-commerce di Indonesia
TikTok Shop

TikTok Shop Tingkatkan Fitur dan Fasilitas Menjelang Tahun Ketiganya di Indonesia

TikTok merupakan salah satu media sosial yang paling digandrungi saat