Salah satu hal menarik dan “tak terduga” yang muncul dari game online adalah peluang para pemainnya untuk berbisnis. Ketika item atau bahkan gold ada di dalam sebuah game online, dan game itu menyediakan fasilitas trading antar pemain, maka para pemain tentu bisa saja berjualan item atau gold itu kepada pemain lain yang membutuhkan.
Mungkin ada orang yang sulit percaya bahwa akan ada orang yang bersedia membeli produk imajiner atau tidak riil. Nyatanya yang terjadi justru perdagangan barang-barang digital atau Real Money Trading (RMT) tetap terus tumbuh. RMT menjadi sebuah perdagangan barang virtual yang menghasilkan uang yang nyata. Saat ini barang-barang yang diperjualbelikan tidak selalu barang fisik maupun layanan.
Bermain game bagi sebagian besar orang dilakukan di sela-sela waktu luang atau sebagai selingan. Mencapai satu level tertentu atau memperkuat suatu karakter game dibutuhkan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Tak mengherankan jika ada orang bersedia untuk menghabiskan uang untuk mencapai level tertentu, memperkuat karakternya, atau mendapatkan item langka dengan lebih cepat.
Fenomena RMT ini bukan tanpa kontroversi. Banyak kalangan, mulai dari pemain hingga penerbit game online senang dengan perdagangan dunia nyata ini. Ada pula penerbit game yang tidak nyaman dengan kondisi ini. Square Enix, misalnya, dengan tegas akan mem-ban siapa saja yang ketahuan/tertangkap melakukan RMT. Meskipun demikian, ada perusahaan game yang mengambil pendekatan lain dengan justru memfasilitasi pertukaran item digital melalui sistem lelang.
Barang item yang dijual rata-rata berasal dari permainan populer, seperti DotA2, Lost Saga, atau Dragon Nest.
Tren seperti ini bisa saja menimbulkan potensi gesekan antara publisher dan gamer. Pengembang atau penerbit game tak ayal sering menerima keluhan tentang transaksi yang buruk atau penipuan dari gamer. Kondisi ini bisa merepotkan penerbit karena biasanya transaksi dilakukan di luar sistem. Solusinya bisa saja dengan mengintegrasikan layanan pertukaran yang aman ke dalam permainan atau menyediakan layanan marketplace yang terpercaya bagi kedua belah pihak.
Mengingat potensi keuntungan dan demand yang ada dalam jual beli item dan gold, bisnis seperti ini akan terus ada, terutama melalui forum-forum khusus. Bila melihat dari sisi potensi bisnis, hobi seperti ini bisa menjadi pilihan karier yang berbeda, meskipun saya belum memiliki data yang cukup tentang pasar ekonomi virtual dan dampaknya terhadap ekonomi riil.
Berdasarkan informasi dari orang-orang yang berkecimpung di perdagangan voucher dan RMT, peluang bisnis di bidang ini cukup terbuka lebar.
“Hasil yang didapat cukup lumayan. Bahkan untuk DotA2 penjualan item-nya sangat marak, user-nya saja sekitar 10 juta orang worldwide. Dan transaksi jual beli marak juga terjadi karena banyak item-item baru yg di-publish setiap bulannya,” ujar Edwin Martinus yang memiliki usaha sampingan terkait RMT. Ia sendiri tak mau merinci berapa penghasilan “lumayan” yang didapatinya itu.
Edwin menambahkan, saking maraknya bisnis RMT, salah satu kendala yang dia hadapi justru kelangkaan stok item yang tidak bisa mengimbangi permintaan yang besar itu. “Satu bulan terakhir ini sedang tidak jualan karena stok barang sedang susah,” ungkapnya.
Steve, yang mengelola situs penjualan voucher permainan online JuraganGameOnline, mengatakan bahwa penjualan item dan gold semakin marak dan potensinya lumayan besar. Ia mengakui ada pihak publisher game yang melarang, namun hal itu akan sulit dilakukan. “Anak-anak yang bermain game mereka biasanya berteman satu dengan yang lain atau terjalin pertemanan akibat game. Bagaimana membuktikan bahwa mereka melakukan transaksi uang. Selain itu publisher juga tidak dirugikan, kecuali mereka mendapatkan item atau gold-nya dengan meng-hack game tersebut,” tuturnya.
Seorang gamer yang menjadikan RMT sebagai bisnis, Dinar Wahyudin, mengatakan ia bisa menghasilkan pendapatan rata-rata 10-15 juta Rupiah per bulan. Dinar mengamini pendapat Steve dengan menambahkan, “Mereka bermain game dan menghasilkan item dan gold yang lebih banyak kemudian menjualnya. (Sah-sah saja) Selama melakukan dengan cara wajar.”
Fenomena di atas adalah hal yang terjadi saat ini. Pihak pengembang game sendiri masih terbagi, antara merangkul atau menghalangi dengan alasan demi sebuah gameplay yang adil atau merasakan menjadi pihak yang dirugikan. Dengan logika penerbit game, persaingan menjadi yang terhebat akan dimenangkan oleh orang yang bersedia mengeluarkan uang. Berikutnya RMT bisa berpotensi mengurangi penghasilan penyedia layanan game dari sisi penjualan item mall mereka.
Solusi permasalahan ini mungkin memerlukan komunikasi antara publisher dan gamer terkait bisnis RMT. Meski ada yang kontra, tidak sedikit yang justru tutup mata atau memberi kelonggaran dengan membiarkan RMT terjadi di antara pemain. Kehadiran RMT bisa menjadi salah satu pendorong suatu game akan terus dimainkan oleh banyak orang.