Dark
Light

Konten Online, Bisnis Paling Tidak Menarik di Indonesia?

1 min read
February 20, 2012

Mari kita lihat satu fakta dari industri internet di Indonesia : kebanyakan perusahaan online mendapatkan uang dari iklan (advertising) karena belum banyak metode yang memudahkan pengguna untuk membayar item secara digital di Indonesia. Dari fakta ini, terlihat bahwa bisnis yang paling memiliki potensi bisnis paling besar adalah bisnis konten / portal berita.

Namun fakta lain justru menyatakan bahwa bisnis konten/portal ini merupakan salah satu yang tertinggal di Indonesia. Tidak banyak pemain kecil-menengah yang masuk dan pasarnya justru didominasi oleh pemain besar seperti Detik, Kompas, PlasaMSN, Okezone dan lain-lain yang mengambil semua vertikal dalam portal berita mereka. Tentu saja konten bukan berarti berita teks semata, namun juga termasuk video, audio atau media seperti smartphone, tablet dan smart TV (selain laptop/komputer) yang bisa dikonsumsi secara langsung oleh pengunjung.

Saya dan Budi Putra (ex Tempo, Yahoo! Country Editor) sepakat bahwa belum banyak pemain di bisnis konten digital di Indonesia meskipun pada kenyataannya banyak investor yang tertarik dan pasar yang tersedia. Beberapa perwakilan consumer brand juga menyatakan cemas akan terbatasnya pilihan untuk mereka beriklan karena jenjang yang ada antara perusahaan konten first-tier dan second-tier sangat berbeda jauh (dari sisi traffic maupun revenue).

Bandingkan saja antara perusahaan konten first-tier seperti Detik, Kompas, PlasaMSN dengan perusahaan konten seperti DailySocial, MalesBanget atau yang baru diluncurkan NyuNyu. Bedanya tentu jauh sekali, dan niche konten yang diambil pun sangat spesifik sekali. Tentu saja harus dibedakan dengan situs-situs yang menyediakan konten curian dan memasang AdSense di seluruh bagian website.

Sepertinya menjadi the next Detik atau the next Kompas bukan menjadi hal yang menarik bagi para entrepreneur digital di Indonesia belakangan ini meskipun demand-nya ada. Saya-pun berani bilang ada banyak investor yang bersedia masuk ke niche konten digital seperti ini, hanya saja tidak banyak yang bersedia mengambil resiko untuk masuk.

Apakah menurut anda masih ada tempat untuk pemain baru di industri konten digital di Indonesia? Sampaikan pendapat anda melalui kolom komentar.

Rama Mamuaya

Founder, CEO, Writer, Admin, Designer, Coder, Webmaster, Sales, Business Development and Head Janitor of DailySocial.net.

Contact me : [email protected]

17 Comments

  1. Itu ‘the next’ Kompas / ‘the next’ Detik di kasi italic dong bro, kirain ada website namanya next kompas. Bagus artikelnya thanks. 🙂

  2. Jika pertanyaannya apakah masih ada tempat untuk pemain baru di industri konten digital di Indonesia? Maka saya akan menjawab masih terbuka sangat luas. Dikenal sebagai penyedia konten niche justru menurut saya memperkuat posisi pemain baru tersebut 🙂

  3. Saya pikir model bisnis masih jadi “beban” bagi calon pemain yang ingin memasuki dunia konten digital, khususnya portal berita. Jika cuma mengandalkan iklan, kuenya saya rasa tinggal sisa atau remah-reman—jika tidak bisa dikatakan habis—media besar seperti yang sudah Rama sebut.

    Sementara risiko overhead membayangi karena portal berita butuh resource yang tidak sedikit.

  4. Dengan antusiasme investor harusnya bisa membantu entrepreneur memecah dominasi pemain2 besar, terutama utk konten niche. My 2 cents 🙂

  5. Kenapa Ram, capek yaaaaa cari iklan hihi….

    Buka opsi subscribtion donk seperti Arstechnica. Saya pasti subscribe.

  6. Bagaimana dengan blog? Banyak blog populer di Indonesia, yang sayangnya tidak dikelola dengan baik. Pemiliknya rata-rata jarang posting dengan rutin

  7. Yang pengen banyak… Yanag ngelakuin “jarang” … kalo saya fikir bergelut di industri kontem digital pastinya para pemain kelas kakap dengan permodalaan yang cukup kuat …., mungkin jika ingin memulai dari komunitas baru bisa rada murah kali ya…!!!!, saya rasa sih orang indonesia jarang melirik hal tersebut karena tadi, menyediakan sumberdaya manusia seperti dan untuk menyaingi mereka yang sudah besar seperti detik,dll gak gampang….,Modalnya gak kecil…, kalo gampang pasti sudah banyak yang bikin wkwkwkw,  Whatever Go Indonesia go..!!!!

    hosting indonesia | multimedia and hosting services

  8. Masih ada tempat? Masih. Patut diingat bahwa content publishing tidak terbatas hanya pada berita, tapi juga bisa mewujud pada buku serta turunannya, berupa buku digital, enhanced book dkk. 

    Tapi tantangannya juga seru: – online payment habit yang baru populer di kalangan menengah ke atas, urban, yang jumlahnya relatif sedikit dan punya banyak pilihan lain. Untuk mass-market, operator billing/ bayar pakai pulsa masih menjadi pilihan yang populer, tapi harga optimum-nya hanya sekitar Rp.3,000-5,000/ download, memaksa content publisher untuk memecah content-nya agar bisa dijual pada optimum price level tersebut. Ketiadaan in-app billing juga menyulitkan karena meniadakan peluang untuk menjual konten dengan sistem sewa (rental) atau berlangganan. Sampai sekarang rencana Nokia dan Blackberry untuk bekerjasama dengan operator-operator besar untuk in-app billing belum terealisasi.

    – content consumption habit. Thanks to Blackberry, sekarang makin banyak orang yang terbiasa membaca teks panjang di layar kecil. Tapi membaca satu buku di layar kecil, yang merupakan kategori mayoritas dalam populasi ponsel di Indonesia, melelahkan. Perangkat ideal untuk membaca buku memang tablet, tapi iPad dan tablet Android keluaran Samsung hanya bisa dijangkau kelas menengah urban, metropolitan saja, sehingga jumlah populasinya relatif kecil, apalagi take-up rate mereka untuk membeli konten. Mestinya ada terobosan dari pemerintah/ BUMN atau perusahaan besar untuk menyediakan tablet murah, seperti yang dilakukan pemerintah India yang membeli 1,4 juta unit tablet seharga U$.34 dari perusahaan Kanada untuk anak-anak sekolah di sana. Saya dengar PT. Inti sedang mengembangkan smartphone dan tablet murah. Mestinya inisiatif ini bisa digandengkan dengan pendanaan dari korporasi/ pemerintah serta dengan para penyedia konten pendidikan atau yang sejenis di Indonesia. Bukankah Depdiknas sudah membeli hak cipta buku-buku teks pelajaran sejak beberapa tahun ini? 
    Saya dengar tahun lalu, pemerintah Timor Leste membeli sekitar 10 ribu tablet murah dari Indonesia dan mengisinya dengan materi pelajaran dari kelas 1 SD sampai 3 SMA. Ini membuat mereka bisa menghemat anggaran karena tidak perlu membeli mesin cetak serta tidak perlu menyediakan perpustakaan di sekolah-sekolah.

  9. kalo konten-nya curian / copas sih pendapatan dari adsense / afiliasi masih bisa nutup. tapi kalo konten-nya bikin sendiri beuhhhhh… jauh, mas. 

  10. Peluang untuk menuju ke persaingan di pasar itu sangat besar. Walaupun memang tidak banyak yang bisa mendapatkan investor seperti yang sampeyan bilang tadi. Contohnya saya membuat http://ibukitakartini.com , awalnya iseng aja untuk latihan nulis tapi lama lama asik juga. Ga sadar kunjungan unik ribuan perharinya, tapi justru investorlah yang sangat sulit dicari. Ternyata masih banyak yang tidak percaya jika bisnis konten digital ini memiliki prospek yng luar biasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

About That MakeMac Deal

Next Story

Tentang Kesepakatan MakeMac

Latest from Blog

Don't Miss

utimaco-hadirkan-solusi-keamanan-data-terkini-untuk-pelaku-industri-di-indonesia

Utimaco Hadirkan Solusi Keamanan Data Terkini untuk Pelaku Industri di Indonesia

Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil melebihi 5% sejak

Menggali Akar Masalah Pelecehan Seksual di Esports Indonesia

Jika dibandingkan dengan olahraga tradisional, esports memang lebih inklusif. Mengingat