CEO Telegram Pavel Durov hari ini menyambangi kantor Kemenkominfo untuk bertemu Menkominfo Rudiantara mengonsolidasikan permasalahan yang mengemuka beberapa waktu terakhir. Beberapa pembahasan hari ini di antaranya tentang penanganan isu terorisme dan konten radikal yang berkembang di platform Telegram yang menjadi alasan Kemenkominfo memblokir 11 DNS layanan web Telegram.
Dari rilis resmi yang kami terima dari Kemenkominfo, Durov memiliki komitmen yang sama dengan pemerintah dalam penanganan isu terorisme di Indonesia. Ia mengutarakan bahwa pembuatan “Joint Statement” sangat perlu direalisasikan untuk dapat bersinergi bersama. Sebagai tindak lanjut dari komitmen ini, Kemenkominfo dan Telegram sepakat untuk mengatur dan mengelola prosesnya.
[Baca juga: Pemerintah Blokir Situs Telegram]
Dalam pertemuan tersebut turut hadir Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Samuel A Pangerapan. Pihaknya mengapresiasi itikad baik yang dilakukan Telegram dan komitmen yang diutarakannya. Dalam waktu dekat (estimasi maksimal pekan ini), 11 DNS web yang telah diblokir akan segera dipulihkan.
Indonesia adalah negara istimewa bagi Telegran
Pasca pertemuan ini, pekerjaan rumah Telegram ialah membentuk tim khusus untuk berkomunikasi secara intend dengan pemerintah dalam berbagai upaya pemberantasan terorisme dan konten negatif. Hal ini telah disetujui Durov, pasalnya ia mengakui jika Indonesia termasuk negara yang diistimewakan oleh perusahaannya. Kendati demikian tidak diungkapkan mengenai data pengguna yang ada di Indonesia saat ini, yang pasti sangat sigifikan.
“Kami juga sudah membentuk kanal langsung yang akan membantu tim Menkominfo melaporkan konten yang membahayakan publik ke moderator kami sehingga waktu yang dibutuhkan akan berkurang secara signifikan,” jelas Durov.
[Baca juga: Yang Diinginkan Pemerintah Agar Tak Lagi Terjadi Pemblokiran Layanan]
Sejauh ini, selain digunakan untuk kebutuhan komunikasi personal, aplikasi pesan Telegram banyak dimanfaatkan (dari kapabilitas API – Application Programming Interface) oleh komunitas untuk membuat inovasi berbasis bot –termasuk untuk kebutuhan pendidikan. Di Yogyakarta ada komunitas pecinta sejarah yang menggunakan Telegram sebagai media diskusi dan arsip pengetahuan. Pun demikian beberapa universitas bahkan memanfaatkan untuk bot sitasi digital, dan masih banyak lainnya.
Tentu harapannya dengan adanya konsolidasi ini menjadi sebuah jalan tengah yang akan memberikan kenyamanan bagi semua pihak. Baik untuk konsumen yang begitu diuntungkan dengan layanan Telegram, pun bagi pemerintah untuk tetap bisa mengawasi atas konten negatif di dalamnya.