Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang melaksanakan uji publik atas Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Pengelolaan Domain. Dalam waktu sekitar 10 hari mulai dari 30 Maret lalu sampai 8 April 2013 mendatang, masyarakat, akademisi, dan praktisi dapat memberikan tanggapan atas RPM tersebut.
RPM Pengelolaan Domain merupakan turunan dari UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta PP No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. RPM ini mengatur tentang pengelolaan nama domain meliputi pengelola, pendaftaran, penggunaan, pengalihan dan persyaratan serta tata cara penetapan pengelola nama domain. Draft RPM ini sendiri dapat diunduh secara langsung melalui halaman situs Kemenkominfo.
Salah satu pasal krusial yang penting untuk diperhatikan dalam RPM ini yakni pada pasal 39 yang menyebutkan bahwa penyelenggara negara, badan usaha dan organisasi yang berdomisili di wilayah Indonesia harus menggunakan nama domain Indonesia. Perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia juga harus memenuhi ketentuan untuk menggunakan nama domain berakhiran .id.
Aturan penggunaan domain lokal ini menimbulkan pro kontra karena kelebihan dan kekurangannya. Di satu sisi RPM ini akan mendongkrak pertumbuhan penggunaan domain lokal dan memudahkan pihak berwenang untuk mengawasi penggunaan domain dan menghindarkan penipuan, namun di sisi lain aturan ini menjadi hambatan tersendiri bagi perusahaan yang baru tumbuh atau startup.
Sesuai dengan RPM tersebut, pendaftar pengguna nama domain diharuskan untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh pengelola nama domain. Untuk domain .co.id misalnya, beberapa pengelola nama domain mensyaratkan akta notaris atau Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) selain KTP. Syarat-syarat ini memberatkan startup yang baru memulai usahanya.
Hambatan lain akan muncul jika sebuah perusahaan atau startup Indonesia juga menyasar pasar internasional selain pasar domestik. Penggunaan domain co.id memberikan hambatan teknis serta masalah reputasi jika dibandingkan dengan domain .com. Situs dengan domain lokal sulit untuk tampil di halaman depan mesin pencari untuk konsumen global. Pengguna di luar negeri juga akan lebih enggan untuk bertransaksi dengan situs yang mempunyai .co.id dibandingkan dengan situs dengan domain .com. Membeli kedua domain mungkin saja menjadi solusi bagi perusahaan Indonesia untuk mengakali peraturan ini.
Bagi perusahaan asing, RPM ini sepertinya tidak akan menjadi masalah besar karena saat ini pun telah banyak perusahaan asing yang memiliki domain .co.id yang berbahasa Indonesia selain domain .com sebagai situs utama mereka. RPM ini juga tidak berpengaruh banyak bagi perusahaan yang telah ada karena RPM ini tidak berlaku surut.
Sebagian besar RPM ini mengatur tentang pengelola nama domain yang dibedakan menjadi registri (contohnya PANDI) dan registrar. Sampai dengan 8 April mendatang, Kemenkominfo menerima tanggapan atas RPM ini melalui email ke [email protected] dan [email protected]. Jika memang berkeberatan, tidak ada salahnya Anda mencoba menyuarakannya sebelum RPM ini disahkan menjadi Peraturan Menteri.
Sumber Gambar : LA City.