Di balik ramainya NFT di kancah global, belum banyak pilihan platform marketplace yang sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia. Kesempatan tersebut ingin digarap oleh Kolektibel yang dirintis oleh Pungkas Riandika.
Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Pungkas menjelaskan bahwa Kolektibel didesain sejak awal ingin membawa NFT dapat diadopsi oleh orang Indonesia sedini, secepat, dan seoptimal mungkin. “Kami ingin kabar baik ini [mengoleksi NFT] bisa diadopsi oleh masyarakat. Kolektor bisa pakai instrumen pembayaran digital yang dipakai sehari-hari untuk mengoleksi NFT,” terangnya.
Berbeda dengan marketplace lainnya, Kolektibel berdiri di atas jaringan public blockchain Vexanium untuk pencatatan kepemilikan NFT. Vexanium merupakan satu-satunya public blockchain asli Indonesia dengan entitas legal berbentuk yayasan (Yayasan Vexanium Teknologi Nusantara) besutan Danny Baskara.
Pungkas menuturkan keputusan untuk memanfaatkan Vexanium sangat berkaitan dengan awal mula lahirnya Kolektibel yang datang dari hasil diskusi dengan komunitas, yang berisi pebisnis, dosen, dan aktivis sosial media di industri blockchain. Setelah diskusi panjang, ia memandang Vexanium sebagai upaya eksperimental memanfaatkan teknologi blockchain dalam menciptakan lebih banyak use case.
Bagi Kolektibel, tentunya akan lebih mudah mengakses tim Vexanium bila ada yang dibutuhkan karena mereka sudah sepenuhnya legal dan tim ada di Indonesia. Terlebih itu, proses minting dalam Vexanium terbilang ekonomis dan real-time karena adopsinya secara global belum masif. “Makanya di tahap awal ini kami memilih Vexanium agar dapat berkembang bersama.”
Dari segi ketersediaan NFT, Kolektibel menerapkan konten terkurasi berasal dari pemilik IP secara resmi dan memiliki reputasi yang baik, bukan kreator yang bebas menaruh hasil karyanya di platform. Sebelum masuk proses minting, pemilik IP akan menyerahkan berbagai asetnya yang terdiri atas memoribilia, kaleidoskop, dan lainnya kepada Kolektibel. Selanjutnya, aset tersebut dikemas ulang dengan narasi yang lebih menarik agar dapat dikoleksi oleh para kolektor.
“Kami ingin menciptakan marketplace NFT yang jujur dan terpercaya, artinya kami paham bahwa industri ini punya kesan negatif yang banyak sekali. Jadi yang kami coba kembangkan adalah marketplace yang secara legit dan resmi menayangkan NFT dari para IP terkurasi.”
Memakai mata uang Rupiah
Perbedaan mencolok lainnya adalah Kolektibel tidak menggunakan mata uang kripto sebagai metode pembayaran NFT-nya, justru menggunakan fiat alias mata uang yang berlaku di negara tersebut, yakni Rupiah. Perusahaan sudah terintegrasi dengan instrumen pembayaran digital yang populer, sebut saja Gopay, OVO, Virtual Account, kartu debit/kredit, hingga dapat bayar melalui Alfamart, dan Indomaret.
Di kancah global, konsep ini bukan barang yang baru sudah lebih dahulu diadopsi oleh NBA Top Shot yang memakai mata uang Dolar untuk transaksi NFT. Platform ini dibuat oleh Dapper Labs yang menggunakan blockchain FLOW.
Pungkas menuturkan, langkah ini diharapkan akan menjadi breakthrough bagi orang Indonesia karena mereka dapat langsung mengoleksi NFT dengan cara yang mudah. “Kalau diperhatikan di DeFi untuk bertransaksi pakai kripto itu perlu proses yang panjang, salah satunya harus punya wallet, ada gas fee, dan sebagainya. Itu mempersulit adopsi NFT.”
Setelah pembelian NFT di primary market, para kolektor tentunya dapat kembali menjual asetnya ke secondary market dengan harga yang mereka tentukan sendiri. Kolektibel menetapkan revenue sharing dengan para pemilik IP untuk setiap aset NFT yang berhasil terjual dengan persentase sesuai dengan kesepakatan masing-masing.
Melalui kehadiran perdana Kolektibel secara closed beta, perusahaan menggandeng Indonesian Baskeball League (IBL) sebagai mitra IP perdana. Bagi IBL, inovasi ini adalah cara untuk mendekatkan penggemar basket dan IBL beserta para atletnya. IBL menyiapkan video dokumentasi pertandingan, dikurasi secara cermat berdasarkan momentum penting dalam pertandingan.
Shortlist moment tersebut dikemas ulang secara visual dan didaftarkan ke dalam blockchain smart contract, yang membuat tiap aset tersebut tercatat data sejarah kepemilikannya. Menariknya, sambung Pungkas, dalam pembagian revenue, IBL juga memberikan pembagian hasil untuk para atletnya memberikan kesejahteraan tambahan untuk atlet dan klubnya itu sendiri.
Setelah IBL, Kolektibel akan menyasar pemilik IP lainnya yang memiliki berbagai aset dengan kategorisasi di olahraga, kreatif, momen legendaris, dan budaya. Bila dilihat secara turunannya, akan semakin banyak aset NFT yang bisa koleksi oleh para kolektor. “Olahraga itu punya dinamika yang cepat dan dekat dengan masyarakat. Makanya, kategori ini jadi langkah kami untuk memahami lebih jauh bagaimana pengembangan NFT ke depannya seperti apa.”
Rencana berikutnya
Kolektibel adalah startup jebolan Starcamp, venture builder besutan Ideosource. Ideosource sendiri mengelola dua fund, di antaranya Ideosource Entertainment dan Gayo Capital. Berkat kehadiran Starcamp dan jaringannya yang luas, sangat membantu perusahaan, baik dari bantuan moril dan material, sehingga dapat eksekusi setiap rencana dengan cepat.
“Kami sangat terbantu dari sisi teknologi, back office, finance, project management, dan lainnya. Kita tahu NFT itu bergerak cepat maka perlu stakeholder dan partner yang bisa bergerak cepat pula.”
Menurutnya, NFT akan menjadi langkah awal bagi Kolektibel dalam mengutilisasi teknologi blockchain. NFT dapat menjadi akses baru dalam pengejawantahan bentuk baru di program loyalitas dalam suatu brand dan gerbang menuju ritel metaverse. “Konsep metaverse dan NFT ingin segera kami jahit bersama, makanya kami merasa bila saat ini sudah membicarakan NFT, maka metaverse tidak akan terlalu jauh ke depan.”
Pungkas percaya bahwa NFT akan menjadi kunci masa depan karena dapat menjadi nyawa kedua bagi pemilik IP. NFT dapat menerjemahkan dengan caranya sendiri tanpa bergantung pada satu entitas tertentu, murni kepercayaan dari komunitas. “Kami merasa community building akan menjadi forte dari Kolektibel, selain utilisasi pemanfaatan teknologi blockchain dan NFT itu sendiri,” tutupnya.
Secara entitas, Kolektibel terdaftar sebagai PT dengan entitas resmi sebagai marketplace. Perusahaan memakai blockchablin yang ter-decentralized untuk pencatatan kepemilikan aset digital, tapi tidak memakai mata uang kripto untuk transaksi. Dengan demikian, Kolektibel tidak masuk ke radar pengawasan Bappebti.