Makin menjamurnya startup berbasis teknologi secara langsung telah mengubah kebiasaan masyarakat luas mengadopsi layanan digital. Didukung dengan digital native company yang mulai banyak bermunculan dan secara langsung men-disrupt berbagai bisnis, termasuk finansial dan berbagai sektor lainnya. Tidak dapat dipungkiri, dengan tetap relevan dan inovatif kini menjadi kunci sukses korporasi.
Melihat tren tersebut, dalam sesi #SelasaStartup teranyar, DailySocial mencoba mengupas potensi kerja sama strategis antara korporasi dengan startup dan perusahaan teknologi. Ada tiga narasumber yang dihadirkan, yakni VP of Investor Relation & Strategy BRI ventures Markus Liman Rahardja, VP of Dgital Business Partnership & Development PT Pegadaian (Persero) Herdi Sularko, dan Plt. Direktur Ekonomi Digital Kominfo I Nyoman Adhiarna.
Upaya untuk tetap relevan
Salah satu alasan mengapa pada akhirnya korporasi harus dengan cepat mengadopsi teknologi ke dalam proses dan sistem mereka adalah agar tetap relevan. Baik di mata pelanggan hingga pihak terkait lainnya. Untuk mencapai hal tersebut, korporasi mulai banyak melakukan perubahan dan inovasi baru yang secara keseluruhan menyentuh teknologi. Apakah yang terkait dengan produk hingga potensi untuk kolaborasi dengan pihak eksternal.
“Kami menyadari sepenuhnya perubahan perilaku dari masyarakat luas saat ini yang terjadi karena mulai banyaknya fintech yang menawar layanan seperti p2p lending, asuransi teknologi, hingga wealth management. Sebagai perusahaan yang sudah menginjak usia 120 tahun, kami juga memiliki beragam produk lainnya di luar bisnis utama kami yaitu gadai, dengan mengadopsi digital kami ingin memperluas eksistensi perusahaan,” kata Herdi.
Sama halnya dengan bank dan pasar, Pegadaian memiliki jumlah cabang yang cukup besar. Tentunya menjadi menarik ketika sumber daya tersebut dimanfaatkan sepenuhnya dengan mulai mengadopsi digital dengan tujuan untuk menyentuh kepada transformasi digital.
Hal serupa juga disampaikan oleh BRI Ventures, yang selama ini mencoba untuk terus menghadirkan inovasi agar bisa tetap relevan, terutama untuk perusahaan yang sudah berusia sekitar 100 tahun. Bukan hanya inovasi saat ini saja namun juga ke depannya. Dalam hal ini Markus menegaskan, ada dua jalur yang kemudian ditempuh oleh BRI Ventures, yaitu eksploitasi dan eksplorasi.
“Untuk eksploitasi kami ingin sistem yang saat ini ditingkatkan lagi, dan untuk eksplorasi menjadi kesempatan bagi kami untuk menyambut ekosistem digital baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk dijajaki oleh kami,” kata Markus.
Dalam hal ini BRI Ventures ingin berinvestasi kepada startup yang memiliki misi dan visi yang sejalan dengan perusahaan, sebagai corporate venture capital (CVC). Apakah itu dalam bentuk inovasi, teknologi hingga jaringan yang dimiliki. BRI Ventures ingin menjalin kolaborasi dengan startup yang high scaling dan high growing.
Kolaborasi dengan startup
Saat ini BRI Ventures menjadi salah satu CVC yang cukup aktif berinvestasi kepada beberapa startup fintech di Indonesia. Mulai dari Investree hingga Modalku, yang keduanya dinilai bisa memberikan keuntungan lebih untuk BRI maupun BRI Ventures sendiri.
“Inilah yang kemudian membedakan antara ‘vendoring’ dengan ventures. Sebagai CVC idealnya kami ingin melakukan kolaborasi yang strategis demi menghadirkan teknologi yang relevan dan bermanfaat bagi kedua pihak,” kata Markus.
Bukan hanya di sektor finansial, BRI Ventures juga telah berinvestasi kepada TaniHub yang merupakan agritech terkemuka di tanah air. Tujuannya tentu saja masih bersentuhan dengan pembiayaan, namun memanfaatkan channel baru yang lebih efektif.
Di sisi lain bagi Pegadaian yang selama ini belum bermain dalam hal investasi, untuk bisa memberikan inovasi baru dan mengadopsi teknologi dengan cepat, kolaborasi atau kerja sama strategis dengan digital native startup, secara masif sudah dilakukan oleh mereka. Mulai dari menjalin kemitraan dengan Tokopedia, hingga mempekerjakan tenaga profesional, yang tujuannya untuk membantu perusahaan melakukan transformasi digital.
“Selama ini kebanyakan korporasi hanya mengandalkan konsultan ketika ingin melakukan perubahan atau menghadirkan inovasi baru. Melalui kerja sama dengan startup dan perusahaan teknologi, paling tidak bisa menyegarkan mindset tim internal kami sekaligus mempercepat proses transformasi digital,” kata Herdi.
Dukungan pemerintah
Sebagai regulator dalam hal ini pemerintah memiliki peranan yang cukup krusial. Bukan hanya untuk melancarkan bisnis yang dimiliki oleh startup dan korporasi, namun juga memudahkan mereka untuk melakukan dialog hingga diskusi dengan para regulator. Meskipun masing-masing sektor ditangani langsung oleh kamenterian terkait, namun Kominfo bisa mendukung semua dalam hal teknologi dan inovasi terkait.
“Salah satu contoh menarik yang kemudian wajib untuk dicermati adalah saat pandemi berlangsung, layanan konsultasi dokter online yang ditawarkan oleh startup healthtech menjadi sangat relevan,” kata I Nyoman.
Namun demikian tidak dapat dipungkiri dengan luasnya persoalan yang dihadapi di berbagai sektor, teknologi dan startup yang mencoba untuk menawarkan layanan terkait harus menunda atau bersabar, karena prioritas dari masing-masing kementerian.
Sebagai contoh teknologi smart farming dan IoT yang bisa bermanfaat bagi para petani dan nelayan, menjadi hal yang tidak diprioritaskan oleh kementerian terkait karena fokus mereka lebih kepada pembiayaan dan hal lain yang lebih dibutuhkan oleh petani saat ini.
“Masing-masing kementerian memiliki prioritas dan cara pandang berbeda. Namun ada baiknya bagi pemerintah untuk mendengarkan permintaan dari startup, perusahaan teknologi atau korporasi yang ingin menghadirkan solusi baru memanfaatkan teknologi,” kata I Nyoman.