16 December 2016

by Glenn Kaonang

Kesan Pertama Memainkan Super Mario Run

Mario akhirnya menembus ranah mobile dan keluar dari ekosistem Nintendo

Usai tiga bulan dunia menanti, Super Mario Run akhirnya dirilis secara resmi di App Store pada tanggal 15 Desember kemarin. Total ada 151 negara yang kebagian jatah, beruntung Indonesia termasuk salah satunya.

Hype yang timbul atas game ini begitu besar karena dua alasan. Yang pertama, well, ini merupakan game dengan tokoh Mario, yang bisa dibilang sebagai franchise terpopuler di sepanjang sejarah video game. Kedua, ini merupakan game pertama yang dibuat oleh Nintendo untuk perangkat mobile.

Mempertimbangkan semua itu, wajar apabila saya tertarik untuk mencobanya. Berikut adalah sejumlah kesan pertama saya setelah memainkan Super Mario Run menggunakan iPhone.

Feel-nya masih sangat Mario

Gameplay simpel dan musiknya menjadikan game ini sangat adiktif / Screenshot

Nintendo memang menjanjikan pengalaman bermain yang sama persis seperti seri Super Mario klasik di console NES maupun Super Mario Bros U yang paling baru. Pun demikian, genre Super Mario Run kini bukan cuma side-scrolling platformer, tapi dengan tambahan bumbu endless runner.

Saya katakan "bumbu" karena Super Mario Run bukan endless runner murni seperti Jetpack Joyride atau Temple Run. Setiap level ada garis finish-nya, dimana Mario akan melompat ke tiang bendera seperti yang kita kenal selama ini.

Bicara soal level, desain level-nya sangat variatif dan banyak mengingatkan terhadap seri-seri Mario lawas. Akan tetapi setelah menghabiskan beberapa menit, game ini ternyata lebih susah dari yang saya bayangkan. Bukan karena level-nya menyulitkan – meski terkadang memang ada koin spesial yang diposisikan menjebak – tetapi lebih dikarenakan perubahan mekanik.

Dalam Super Mario Run, Mario akan otomatis melompati musuh-musuh kecil. Berhubung saya dulu sempat memainkan seri Super Mario klasik, saya pun reflek melompat setiap kali ada musuh lewat. Alhasil, deretan koin yang tadinya ada di depan mata jadi tidak terambil, padahal saya sebenarnya tidak perlu melakukan apa-apa untuk mendapatkannya.

Super Mario Run juga memperkenalkan sistem nyawa, dimana pemain diberi kesempatan tiga kali untuk menyelesaikan tiap level. Di sepanjang level juga terdapat sejumlah "pause block" yang akan menghentikan gerakan Mario saat ia berdiri di atasnya, berguna untuk sejenak memikirkan strategi selanjutnya; lewat atas atau bawah misalnya.

Freemium, tapi cukup bayar satu kali

Total ada 24 level, tapi semuanya baru bisa dinikmati setelah membeli in-app purchase senilai Rp 150 ribu / Screenshot

Super Mario Run dapat diunduh secara cuma-cuma, tapi untuk menikmati seluruh kontennya, Anda perlu menebus biaya sebesar Rp 150 ribu. Saya akui banderol ini tergolong mahal, setara game yang dijajakan di Steam. Untungnya, Anda hanya perlu membayar satu kali saja dan dipastikan tidak ada biaya tambahan lagi untuk mempercepat progress atau iming-iming lainnya.

In-app purchase itu akan membuka semua level dalam Super Mario Run – total ada 24 level – plus bonus 3.000 koin. Koin ini bisa dipakai untuk membangun kembali Mushroom Kingdom setelah Princess Peach diculik oleh Bowser.

Mode Build ini awalnya saya kira cuma sekadar gimmick, tapi ternyata ada sejumlah bangunan yang memiliki efek spesial. Salah satu contohnya, ada bangunan yang membuka akses mini game, dimana Anda bisa mengumpulkan koin ekstra setiap 8 jam sekali.

Musiknya istimewa

Tidak bisa dipungkiri, theme song Super Mario Bros dari console NES adalah salah satu musik video game yang paling catchy. Legendanya terus dibawa sampai ke Super Mario Run, namun kini semuanya terdengar jauh lebih modern.

Sound effect saat melompat, menyundul batu atau menendang musuh juga tidak jauh-jauh dari versi klasiknya. Bahkan musik saat tiga nyawanya sudah habis sama persis seperti di seri Mario lawas. Saya sarankan Anda mencoba mendengarkannya sendiri untuk bisa mengapresiasinya.

Simpel dan adiktif

Mode Build bukan sekadar gimmick, tapi terkadang bisa memberikan bonus round / Screenshot

Plot yang diangkat Super Mario Run sangatlah simpel, bahkan hampir tidak ada perannya kalau menurut saya. Game ini lebih menonjolkan aspek replayability, dimana pemain akan merasa tertantang untuk menguasai masing-masing level dan mencatatkan perolehan koin terbanyak.

Tanpa obsesi semacam itu, saya kira game ini bisa dengan mudah ditamatkan dalam waktu kurang dari satu jam. Namun sekali lagi, Nintendo nampaknya ingin kita terus mengulangi level demi level hingga benar-benar menguasainya seperti di seri Mario klasik dulu, serta beradu skor dengan pemain lain lewat mode Toad Rally.

Secara teknis, game ini berjalan lancar dan tanpa masalah sedikitpun di iPhone 5 saya yang sudah berusia hampir empat tahun, padahal setting grafik dan rendering yang terpilih adalah "High".

Gameplay-nya yang simpel dan dalam orientasi portrait – sehingga bisa dimainkan dengan satu tangan – menjadikan Super Mario Run sangat ideal untuk membunuh waktu di tempat-tempat umum, seperti saat berada di dalam bus kota misalnya. Namun perlu diingat, game ini memerlukan koneksi internet, sehingga pada akhirnya skenario bus kota tadi jadi kurang relevan.