Bhinneka memastikan genderang perang di segmen e-commerce B2B adalah nyata. Setelah sejak tahun 1999 memberikan layanan untuk 20 ribu korporasi tanpa bentuk formalisasi khusus, akhirnya Bhinneka menghadirkan Bhinneka Bisnis yang khusus membidik segmen B2B. Tidak cuma layanannya sendiri, Bhinneka mencoba menggandeng sejumlah layanan e-commerce lain untuk memperluas cakupan layanannya. Di segmen ini sudah hadir Bizzy (Ardent Capital) dan MBiz (Grup Lippo) yang membuat persaingan di sektor ini semakin ketat.
Dalam kegiatan procurement, korporasi dihadapkan pada fakta bahwa mereka memerlukan transparansi perpajakan di invoice dan layanan purnajual yang lebih baik ketimbang layanan marketplace biasa untuk ritel. Di sini layanan e-commerce B2B berperan.
Dalam sambutannya, CEO Bhinneka Hendrik Tio menyebut formalisasi layanan Bhinneka Bisnis sebagai layanan “Bhinneka Bisnis 2.0”. Tak sekedar berjualan produk, Bhinneka melengkapi layanannya dengan jajaran armada tersendiri dan dukungan purnajual untuk servis yang di-endorse oleh banyak vendor. Jika ada masalah dengan produk yang dijual Bhinneka Bisnis, konsumen korporasi seharusnya tidak perlu lagi secara langsung menghubungi pihak vendor.
Platform Smart Procurement yang dimiliki Bhinneka Bisnis mengklaim “keunggulan” seperti: (1) multi-login bagi masing-masing user pemegang kepentingan sesuai dengan fungsi dan tugasnya, (2) fitur proses persetujuan yang disesuaikan dengan level otorisasi dan alur kebijakan, (3) diferensiasi unit-bisnis sesuai struktur organisasi, (4) pengaturan dan kendali batas pembelian seusai kebijakan dan anggaran, (5) pelaporan untuk proses analisis pembelian yang transparan.
Bhinneka Bisnis juga membuka kemitraan dengan layanan e-commerce lain untuk meningkatkan variasi produk. Saat peluncuran, mereka telah bekerja sama dengan Ralali yang menyediakan alat-alat industrial, SwagShop (bagian dari Tees) yang mengurusi pemesanan kaos perusahaan atau komunitas, dan Tiket untuk kebutuhan pemesanan akomodasi.
Saat ini Bhinneka Bisnis menyebutkan telah memiliki 150 ribu produk yang siap dijajakan. Suntikan dana 300 miliar Rupiah dari Ideosource dan masuknya Heriyadi Janwar dari Microsoft sebagai VP Corporate dan Peter Rumahlewang sebagai General Manager Corporate Sales merupakan modal Bhinneka Bisnis lebih serius menggarap sektor ini.
Persaingan di segmen B2B
Tahun 2016 menjadi saksi bahwa tak cuma pasar konsumen ritel yang seksi di Indonesia, tetapi juga pasar B2B. Bermain di pasar B2B menjanjikan pemasukan yang jauh lebih stabil ketimbang ritel, meskipun usaha yang dilakukan lebih besar untuk menggandeng klien.
Selain kehadiran para raksasa di sektor marketplace B2B, hadir pula Vendorpedia yang mencoba memenuhi kebutuhan korporasi yang selama ini didominasi oleh sistem procurement secara offline.
CEO Bizzy Peter Goldsworthy kepada DailySocial mengatakan hanya 11% startup di Indonesia yang menyasar pasar B2B. Hambatan network dan sumberdaya menjadi halangan kebanyakan startup untuk memasuki segmen ini.
Bhinneka Bisnis sebagai pemain lama jelas memiliki keunggulan dengan modal klien yang sudah dijaga selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, mereka tidak boleh lengah dengan situasi ini karena kompetitornya jelas berusaha terus berinovasi.
Dengan semakin mudanya usia pengambil keputusan di dalam perusahaan untuk pengadaan barang dan jasa, seperti disebutkan dalam laporan yang dikeluarkan Google dan Millward Brown, platform digital akan semakin menjadi pilihan bagi korporasi untuk melakukan procurement.