Industri e-commerce dan layanan on-demand di tanah air memang naik daun. Perusahaan seperti Bhinneka, Bukalapak, Traveloka, dan Go-Jek menjadi penyedia layanan yang akrab dengan keseharian masyarakat. Menanggapi fenomena ini Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang UMKM, Koperasi, dan Industri Kreatif Sandiaga S. Uno menyatakan pihaknya akan mendorong startup dan UKM untuk segera masuk ke pasar modal.
Sandiaga juga mengungkapkan saat ini Kadin sedang mengidentifikasi UKM yang dirasa pantas dan potensial untuk masuk pasar modal. Ia menduga ada 50 UKM yang sanggup. Namun dari semuanya ia harap setidaknya ada 10 persen yang bisa melangsungkan IPO dalam satu sampai dua tahun mendatang.
“Kita lagi identifikasi, mungkin ada 50 UKM yang sanggup. Kita berharap dari 50 itu paling tidak 10 persennya bisa IPO (initial public offering / penawaran umum perdana) dalam satu sampai dua tahun ke depan,” ujar Sandiaga.
Dari lima puluh UKM yang diperkirakan potensial untuk masuk ke pasar modal sektor bisnisnya didominasi oleh startup, khususnya e-commerce. Nama-nama seperti Bukalapak, Bhinneka, dan Traveloka muncul sebagai yang diperhitungkan. Demikian juga dengan Go-Jek.
“Seperti Go-Jek malah bisa meningkatkan basis investor karena penggunanya ada 600.000. Sahamnya mungkin bisa ditawarkan ke penggunanya, itu bisa langsung booming,” tutur Sandiaga.
Beberapa waktu yang lalu juga dikabarkan bahwa Ketua Komite Tetap Bidang Telekomunikasi Kadin Indonesia Johnny Swandi Sjam menyebut Go-Jek sudah bernilai lebih dari $1 miliar. Meski belum ada keterangan lebih lanjut soal ini.
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan juga tengah mengkaji kembali besaran modal UKM yang bisa masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari peraturan sebelumnya, kriteria UKM yang bisa masuk ke pasar modal adalah bisnis yang memiliki modal minimal Rp. 100 miliar. Aturan ini akan dikaji dan kemungkinan akan diubah sehingga UKM dengan modal di bawah Rp. 100 miliar bisa menjadi emiten di BEI.