Siapa sangka bahwa peneliti belia bernama Faturahman Yudanto yang berasal dari Yogyakarta ini menjadi pemenang pertama mengalahkan Brazil dan Inggris untuk kategori lomba 14-18 Tahun. Adalah karyanya yang berjudul Crusher yang mengkombinasikan konsep pendidikan Biologi dengan aplikasi permainan, membuatnya dia memenangkan lomba permainan internasional Imagine Cup: Break into the Code akhir Agustus lalu dan memperoleh dana pengembangan inovasi sebesar $3.000.
Game Crusher sendiri bercerita tentang sistem imun yang berperan sebagai penghancur bakteri. Pada game tersebut, kita bermain sebagai sebuah sel imun. Sel imun tersebut dipantulkan untuk membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh. Setiap bakteri yang kita hancurkan, kita akan mendapatkan tambahan skor kehidupan tetapi bakteri tersebut terus menerus muncul dan mengurangi level kesehatan kita hingga kita mati, jadi tujuan akhir game ini kita harus mengumpulkan skor kehidupan sebanyak-banyaknya sebelum kita mati. Menekankan pada Gameplay, permainan Crusher memberikan aspek pendidikan bagi anak-anak dan remaja mengenai pentingnya kesehatan dan daya tahan tubuh.
Yuda, begitu panggilan akrabnya tidak menyangka bahwa dia bisa memenangkan lomba itu, ide dan kerja kerasnya lembur selama berhari-hari ternyata membuahkan hasil yang dia tidak sangka. “Kelemahan saya adalah di game arts dan karena itu saya lebih memfokuskan pada gameplay, bahkan karena penasarannya saya rela lembur berhari-hari untuk menyelesaikan game tersebut 10 jam sebelum deadline.”
Yuda sendiri hanya satu dari sekian ratus siswa di Yogyakarta yang memang didesain untuk meneliti sejak dini. Pimpinan Sagasitas Research Center Zainal Abidin, yang merupakan komunitas peneliti muda bergerak di bidang penelitian dan kompetisi siswa, juga telah melakukan hal tersebut bertahun-tahun. Untuk mempersiapkan dalam ajang perlombaan internasional Imagine Cup, Sagasitas Research Center bersinergi dengan Microsoft Innovation Center UGM untuk menyusun roadmap jangka panjang bagi para peneliti muda khususnya di bidang penelitian TIK.
“Penelitian bagi adik-adik kita berbeda dengan penelitian di perguruan tinggi yang menekankan kontribusi pada masyarakat atau keilmuan, yang kita harapkan adalah bagaimana adik-adik kita dapat berpikir kritis untuk selalu melakukan kegiatan bermanfaat di masa mudanya, sehingga bisa menjadi pemuda yang kreatif dan memiliki etika yang baik. Dan saya yakin penelitian dan kompetisi ilmiah akan melatih adik-adik kita ke arah sana,” tegas Research Advisor Microsoft Innovation Center UGM Dr. Ridi Ferdiana.
Lalu bagaimana selanjutnya? Penetrasi penelitian dan inovasi di bidang TIK akan sangat luas dan berkembang bahkan untuk adik-adik yang duduk di sekolah dasar dan menengah. Tugas kita adalah bagaimana penetrasi TIK ini bisa memberikan dampak dan kontribusi positif bagi perilaku masyarakat. Hal tersebut harus bisa dilakukan oleh para peneliti dan rekan-rekan kreatif di Indonesia.