Layanan e-commerce enabler Jet Commerce hari ini (27/2) mengumumkan ekspansi regional menyasar pangsa pasar Vietnam dan Thailand. Ekspansi internasional tahap pertama ini ditandai dengan pembukaan kantor dan warehouse di Ho Chi Minh City dan Bangkok.
Ekspansi ini dilakukan demi menangkap peluang pertumbuhan e-commerce yang terus melesat di pasar Asia Tenggara. Untuk memastikan penetrasi pasar berjalan dengan baik, Jet Commerce membentuk tim lokal untuk store operation, digital marketing, data analyst, designer, copywriter, customer service, hingga tim warehouse. Beberapa lainnya berasal dari Indonesia untuk mentransfer pengetahuan dan keahlian terkait proses bisnis Jet Commerce.
“Tim di Vietnam dan Thailand bekerja menghadirkan solusi dan layanan untuk mewujudkan transformasi bisnis mitra brand kami dari konvensional menuju online, serta membangun kemampuan-kemampuan lainnya yang dibutuhkan mitra brand demi meningkatkan kepuasan konsumen,” ujar CEO Jet Commerce Oliver Yang.
Jet Commerce pertama kali hadir di Indonesia tahun lalu dengan nama J&T Alibaba, kemudian rebranding dengan nama sekarang sejak September 2017 berbarengan dengan dimulainya produk baru, yakni e-commerce enabler. Jet Commerce membantu brand mengembangkan bisnis e-commerce mereka melalui solusi end-to-end yang mengutamakan pengalaman pelanggan.
Terkait pertumbuhan industri e-commerce, riset Google-Temasek dalam laporan e-Conomy SEA 2018 mencatat nilai bisnis e-commerce di Asia Tenggara pada 2018 diprediksi mencapai US$ 23,2 miliar. Adapun Vietnam berada di posisi ketiga senilai US$2,8 miliar dan Thailand di posisi kedua senilai US$ 3 miliar setelah Indonesia yang memimpin dengan nilai US$12,2 miliar.
Kendati pertumbuhan e-commerce di masing-masing negara menunjukkan performa yang positif, pelaku e-commerce terutama brand harus siap mengatasi sejumlah kendala yang kerap dialami konsumen saat berbelanja online. Hasil survei Vietnam e-Commerce and Digital Economy Agency pada 2018 menunjukkan sebanyak 77% konsumen di Vietnam menghadapi masalah pada kualitas produk yang diterima.
Hal ini seringkali terjadi terutama jika konsumen berbelanja online di luar official store brand. Berikutnya, sebanyak 32% mengaku mendapatkan pelayanan pelanggan yang buruk dan 63% menilai kredibilitas penjual sebagai daya tarik mereka saat berbelanja online.