Bulan ini setidaknya ada dua informasi, atau juga boleh dibilang gosip, mengenai rencana dijualnya dua perusahaan telekomunikasi Indonesia. Yang pertama adalah XL milik Axiata dan Indosat milik Ooredoo. Kedua perusahaan tersebut dikabarkan akan dilepas karena pasar Indonesia yang sudah tak lagi menguntungkan. Saham XL Axiata rontok akibat berhembusnya kabar akan dilepasnya XL oleh Axiata, sementara Ooredoo langsung segera membantah isu ini dan menegaskan Indosat masih menjadi salah satu bisnis Ooredoo yang menjanjikan.
Kabar ingin dilepasnya XL oleh Axiata langsung disambut dengan spekulasi masuknya Grup Djarum sebagai salah satu kandidat kuat yang selanjutnya menjadi tempat berlabuh XL. Spekulasi ini langsung menghiasi banyak pemberitaan selepas rumor akan dilepasnya XL.
Sedikit berbeda dengan XL Axiata, kabar Indosat yang rencananya akan dilepas Ooredoo langsung direspon dengan cepat. Dikabarkan melalui laman resmi perusahaan Ooredoo langsung tegas membantah tidak akan menjual Indosat karena menurut mereka Indosat masih menjadi bagian strategis dalam rencana bisnis yang telah disiapkan Ooredoo.
“Ooredoo dengan ini mengkonfirmasi bahwa tidak ada niat untuk menjual kepemilikan bisnisnya,” tulis pihak Ooredoo.
Awan mendung di dunia telekomunikasi?
Yang menarik perhatian adalah apakah ini tanda-tanda awan mendung sedang menggelayuti industri telekomunikasi tanah air? Jika ditarik sedikit ke belakang sebelum isu tarif interkoneksi dan network sharing yang menjadi perbincangan di industri tanah air isu OTT (Over The Top) menjadi isu yang sangat populer. Kala itu para operator telekomunikasi menilai hadirnya OTT asing secara bebas di Indonesia tidak memberikan keuntungan bagi pihak operator. Operator banyak yang mengeluh karena mereka yang membangun infrastruktur tapi OTT yang menikmati hasilnya.
OTT memang sekarang memiliki banyak pilihan layanan, termasuk beberapa layanan yang disediakan operator telekomunikasi seperti berkirim pesan atau melakukan panggilan. Salah satu yang dikhawatirkan juga mengenai Project Loon milik Google dan juga Facebook yang terus berinovasi yang bukan tidak mungkin nantinya masuk ke bisnis operator. Sebuah peringatan bagi operator telekomunikasi.
Sebenarnya para operator di Indonesia tidak tinggal diam menyikapi dominasi OTT asing di Indonesia. Banyak dari mereka mulai mendirikan, berinvestasi, atau menjadi inkubator yang diharapkan bisa melahirkan OTT lokal yang berkualitas dan juga banyak diminati masyarakat Indonesia. Seperti XL Axiata dengan Elevenia, Yonder, dan Tribe, atau Indosat Ooredoo dengan Ideabox, Cipika, hingga aplikasi Obrol. Termasuk juga kerja sama dengan beberapa OTT asing yang ingin masuk ke pasar Indonesia.
Selain sempat diprotes operator telekomunikasi lokal seperti kita ketahui bersama OTT asing yang beroperasi di Indonesia juga tengah “dikejar-kejar” oleh pemerintah karena dianggap belum mematui aturan yang mengharuskan mereka membayar pajak. Sama seperti yang operator telekomunikasi harapkan, kontribusi bagi Indonesia yang potensi pasarnya dieksploitasi.
Permasalahan operator telekomunikasi ini sebenarnya sudah ditawarkan jalan keluarnya, yang paling sering diberitakan adalah regulasi. OTT diharapkan bisa membangun sinergi dengan operator untuk bisa memberikan solusi yang terbaik bagi semua pihak, dan bisa berimbas pada berlanjutnya pembangunan dan peningkatan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Salah satu hal lain yang diupayakan adalah mendorong hadirnya OTT lokal yang bisa menggantikan kehadiran OTT global.