Inovator Indonesia Manfaatkan AI untuk Mitigasi Bencana dan Ketahanan Pangan

3 mins read
May 2, 2025

Sejumlah inovator Indonesia memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) untuk menghadapi tantangan krisis iklim dan ketahanan pangan. Contohnya termasuk pengembangan sistem mitigasi bencana di Wonogiri dan riset pertanian berkelanjutan oleh diaspora di California.

Upaya ini menjadi relevan mengingat posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan risiko iklim tertinggi (menurut Bank Dunia), serta tantangan terkait bencana alam seperti tanah longsor dan ancaman terhadap sektor pertanian yang berkontribusi lebih dari 12% PDB nasional. Ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan merupakan prioritas pemerintah dalam Asta Cita dan RPJMN 2025–2029.

AI kini dipandang sebagai teknologi kunci untuk mendorong upaya keberlanjutan, mulai dari prediksi cuaca hingga pengelolaan sumber daya dan penemuan material ramah lingkungan. Memahami pentingnya talenta AI, Microsoft bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Republik Indonesia dan 22 mitra (per April 2025) menjalankan inisiatif elevAIte Indonesia. Program ini bertujuan membekali 1 juta talenta Indonesia dengan keterampilan AI secara inklusif agar masyarakat mampu menciptakan solusi yang relevan untuk tantangan di komunitas masing-masing.

Arief Suseno, AI National Skills Director, Microsoft Indonesia, menjelaskan, “Teknologi AI tidak hanya membuka peluang baru, tetapi juga mengubah cara kita bekerja dan berinovasi. Namun, manfaat AI baru dapat dirasakan sepenuhnya jika masyarakat memiliki keterampilan yang tepat untuk menggunakannya.”

“Karena itu, melalui elevAIte Indonesia, kami ingin memastikan bahwa siapa pun, tanpa memandang latar belakang, dapat mengakses keterampilan dasar AI untuk mengembangkan solusi berkelanjutan dan menjawab tantangan nyata di komunitas sekitar, mulai dari krisis iklim hingga ketahanan pangan. Sebagai bagian dari komitmen keberlanjutan kami dan dampak positif bagi masyarakat, elevAIte Indonesia juga akan mengadakan hackathon nasional yang berfokus pada penyelesaian isu-isu nasional, dengan penekanan pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).” Hingga kini, program elevAIte Indonesia telah melatih lebih dari 735 ribu peserta dari berbagai kalangan, termasuk pelajar, ASN, guru, pelaku UMKM, petani, dan komunitas adat.

Salah satu contoh penerapan AI adalah proyek G-Connect oleh tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) di Wonogiri, Jawa Tengah. Meskipun sebelumnya daerah ini sulit dijangkau teknologi, proyek ini berhasil membangun sistem mitigasi tanah longsor berbasis AI bersama komunitas lokal. Lebih dari 30 sensor tanah dipasang di titik rawan, mengirimkan data pergerakan tanah melalui jaringan bertenaga surya ke platform cloud Microsoft Azure.

Data divisualisasikan secara sederhana melalui Power BI dan ditampilkan di lokasi-lokasi publik seperti kantor desa dan sekolah. Masyarakat setempat dilatih untuk membaca pola grafik data tersebut. Mardhani Riasetiawan, Associate Professor di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM dan Ketua Tim G-Connect, mengatakan, “Kalau grafiknya konsisten, berarti tanahnya aman. Tapi kalau polanya mulai berubah, berarti ada pergerakan. Warga sudah bisa baca itu sendiri sekarang.” Ia juga menambahkan bukti keberhasilan sistem saat 33 sensor terkubur longsor dan adanya peringatan 7 menit sebelum longsor yang menyelamatkan 15 orang.

Sistem peringatan dini disampaikan melalui relawan komunitas menggunakan pengeras suara masjid atau grup WhatsApp. Tim G-Connect kini memanfaatkan pelatihan elevAIte Indonesia (khususnya machine learning dan Copilot Studio) untuk mengembangkan model prediksi berbasis AI dan mengeksplorasi cara komunikasi data yang lebih mudah dipahami, seperti chatbot berbahasa Jawa.

Contoh lain datang dari Ester Rosdiana Sinaga, peneliti dan mahasiswa magister hortikultura dan agronomi di UC Davis, AS, yang juga peserta elevAIte Indonesia. Berangkat dari latar belakang keluarga petani di Sumatera Utara dan pengalaman riset lingkungan, Ester fokus pada pertanian berkelanjutan dan konservasi tanaman herbal tropis Indonesia.

“Saya melihat langsung bagaimana tanaman seperti pisang, kopi, dan kakao yang biasa saya lihat di Indonesia, justru diperlakukan sebagai tanaman konservasi di sini. Itu menyadarkan saya bahwa konservasi tanaman kita punya urgensi yang besar,” ujar Ester.

Risetnya kini mencakup analisis tanaman yang ditanam oleh diaspora Indonesia di AS untuk mengidentifikasi varietas tahan iklim ekstrem, serta mengkaji aspek sosial seperti peran perempuan dalam pertanian dan kesehatan keluarga. Meskipun tanpa latar belakang IT, Ester belajar coding untuk analisis genetika tanaman dan menggunakan AI sebagai co-pilot untuk troubleshooting, mempercepat analisis, visualisasi data, dan penyusunan presentasi.

“AI bukan untuk menggantikan peneliti, tapi mendampingi. Saya tetap pakai pemikiran sendiri, tapi AI bisa bantu saya mencari sudut pandang baru atau mengecek hal-hal teknis yang sering luput,” jelasnya. Ia melihat potensi besar AI untuk pertanian Indonesia (sensor tanah, drone, prediksi cuaca, diagnosis penyakit tanaman) dalam menghemat sumber daya dan meningkatkan kepastian panen.

“Kalau di sini (Amerika Serikat), petani bisa foto tanaman dan langsung tahu penyakit dan solusinya dari aplikasi. Bayangkan kalau itu ada di Indonesia…” katanya. Ester berharap risetnya dapat diadaptasi petani lokal dan mendorong partisipasi generasi muda serta perempuan di sektor pertanian, dengan menekankan perlunya sistem AI yang mudah digunakan. “Itu PR kita bersama,” tutupnya.

Kisah G-Connect dan Ester Rosdiana Sinaga menunjukkan potensi AI dalam menciptakan solusi nyata untuk tantangan lokal. Program elevAIte Indonesia terus membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan keterampilan AI. Pendaftaran terbuka di elevaite.id/binar (untuk aparatur negara/ASN) dan elevaite.id (untuk umum).

Disclosure: Artikel ini disusun dengan bantuan AI dan dalam pengawasan editor.

Previous Story

Signify Luncurkan Fitur WiZ Trackside Mode untuk Pengalaman Menonton Balap F1 Imersif

Huawei-Mate-XT-ULTIMATE-DESIGN-Jadi-Smartphone-Tri-Fold-Pertama-di-Tanah-Air
Next Story

Huawei Mate XT | ULTIMATE DESIGN Jadi Smartphone Tri-Fold Pertama di Tanah Air

Latest from Blog

Don't Miss

Meta Luncurkan Aplikasi Mandiri Meta AI Berbasis Llama 4

Meta pada 29 April 2025 meluncurkan versi pertama aplikasi mandiri

Siap-Siap, Galaxy A Tipe Ini Akan Bisa Akses Asisten AI via Tombol Samping di Galaxy A Series Tertentu

Samsung Electronics Co, Ltd mengumumkan pembaruan perangkat lunak yang akan