Aroma iflix memasuki pasar Indonesia semakin terasa. Terakhir, konglomerat media EMTEK mengkonfirmasi keterlibatannya dalam pendanaan Seri B untuk iflix senilai total $45 juta (hampir 600 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh raksasa televisi Inggris Sky. Sebelumnya ada dua mantan personel Emtek yang direkrut iflix. Mumbrella menginformasikan bahwa Cam Walker direkrut untuk memimpin operasional iflix di Indonesia. sementara David Goldstein menjadi Special Advisor. Belum ada informasi kapan tepatnya iflix bakal beroperasi di Indonesia, tetapi dipastikan pasti diluncurkan tahun ini.
Tahun 2016 menjadi momentum kehadiran layanan streaming konten video di Indonesia, setelah Netflix hadir awal tahun ini. HOOQ, iflix, dan yang terbaru Viu berlomba-lomba menyiapkan layanannya di sini dengan mencoba mengakomodasi banyak konten lokal dan regional yang diharapkan bisa menjadi favorit pemirsa Indonesia. Sebelumnya sempat diberitakan iflix berencana masuk Indonesia di akhir tahun 2015, tapi realisasinya baru terjadi tahun ini.
Kembali soal iflix, sejauh ini mereka telah tersedia di Malaysia, Thailand, dan Filipina. Indonesia bakal menjadi ujian penting apakah konten-konten yang mereka bawa sesuai dengan selera lokal. Hadirnya EMTEK sebagai “pendukung” adalah langkah strategis untuk mencapai target tersebut, apalagi saat ini Netflix, yang tidak menggandeng partner lokal, mendapatkan tantangan dari berbagai pihak, baik dari sisi penyedia layanan infrastruktur (Telkom), maupun pemerintah sebagai regulator yang mensyaratkan perusahaan OTT menggandeng partner lokal atau mendirikan Badan Usaha Tetap.
EMTEK sendiri memiliki sudah layanan streaming Vidio yang bersifat User Generated Content, selain berbagai portofolio digital yang diakuisisinya dalam 2 tahun terakhir. Kehadiran iflix bakal melengkapi portofolio layanan berbasis konten, termasuk tiga stasiun televisi yang dimilikinya. Sebagai penyedia konten, iflix telah bermitra dengan The Walt Disney Company, 20th Century Fox, MGM, BBC Worldwide, Paramount Pictures, Starz, dan Warner Bros untuk mendistribusikan konten yang dimiliki di kawasan Asia Tenggara.
Perbaikan kualitas infrastruktur fixed broadband dan mobile broadband, khususnya kehadiran 4G/LTE, di Indonesia membuat konten berbasis video menjadi primadona baru di kalangan konsumen. Biasanya, yang menjadi “korban” dari naik daunnya layanan konten video adalah stasiun televisi. Itu sebabnya mereka yang berinvestasi di layanan seperti ini tak jauh-jauh dari konglomerat media yang tidak ingin ketinggalan kereta.