Jum’at (29/4) perhelatan akbar Indonesia E-commerce Summit & Expo (IESE) 2016 yang digelar Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memasuki hari ketiga. Bersamaan dengan itu, Bekraf meresmikan peluncuran perangkat Internet of Things Telmi yang bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Kreatif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Pada dasarnya, Telmi dapat menjadi media untuk mengakomodir hak ekonomi berupa royalti bagi musisi Indonesia.
Perangkat IoT Telmi
Tak ada yang memungkiri, pertumbuhan industri digital yang pesat telah membuka pintu peluang baru bagi tiap sektor bisnis konvensional dan yang paling disorot adalah e-commerce. Sektor musik pun mendapat kesempatan yang sama, lewat hak royalti. Bila dahulu royalti didapat dari penjualan kaset atau CD, kini hal tersebut coba digali lebih jauh memanfaatkan perangkat IoT bernama Telmi yang diluncurkan oleh Bekraf pada gelaran IESE 2016 di hari ketiga.
Telmi sendiri dikembangkan sekelompok praktisi teknologi yang terdorong untuk memajukan industri musik Indonesia. Di gelaran IESE 2016, Telmi yang dikembangkan secara open source secara resmi diserahkan kepada Bekraf. Selanjutnya, Bekraf sendiri memfasilitasi LMKN dan LMK untuk menyedikan perangkat Telmi dan SDM yang diperlukan.
Dalam hal ini, LMKN juga berwenang menyusun regulasi, menentukan besar dan pembagian royalty, sosialisasi Telmi, hingga penerapan dan pengawasan Telmi. Sedangkan LMK dapat memungut royalty dari yang memutar musik.
“Ini adalah satu usaha untuk tingkatkan kesejahteraan para pencipta lagu. Selama ini para pemilik hak terkait karya musik tidak terapresiasi dengan benar karena tidak ada alat ukur bila musiknya dimainkan. […] Nama atau brand sistem ini adalaah Telmi. Telinga musik indonesia. Ini adalah sebuah platform IOT,” ujar Kepala Bekraf Triawan Munaf.
Pada dasarnya, Telmi berbentuk sebuah box yang dapat mendeteksi musik yang dimainkan oleh pengguna venue yang memasangnya secara real time tiap 10 detik. Musik tersebut akan tercatat di server dan dari sana royalti bisa diurus lebih jauh. Telmi rencanaya akan dipasang di tempat-tempat umum seperti kafe, mall, dan coffee shop.
Membentuk 1000 technopreneur dan membangun industri e-commerce yang bisa dipercaya
Era digital yang berkembang pesat membuat pemerintah bergerak untuk mengjar ketertinggalan Indonesia dari negara-negara maju. Inisiatif ambisius untuk melahirkan 1000 technopreneur yang mendirikan startup pun lahir. Dan untuk mewujudkan hal tersbut bukan perkara mudah, karena tidak bisa mengandalkan program-program seperti hackathon saja.
CEO Bubu Shinta Danuwardoyo yang hadir sebagai pembicara mengatakan, “Tantangan terbesar adalah mendapatkan orang-orang berbakat khususnya developer. Sulit bagi kita [Indonesia], […] karena sebagian besar orang-orang terampil di inodnesia itu outsource. Pada waktu yang bersamaan, kita perlu dapat dukungan dari berbagai lembaga pemerintah, univesitas, wirausahawan berpengalanan, dalam bidang ini.”
Pada akhirnya, untuk menciptakan 1000 technopreneur yang dibutuhkan adalah aksi yang didukung oleh sistem, infrastruktur, dan ekosistem yang baik. Dari sisi entrepreneur sendiri, butuh passion yang lebih dari cukup untuk berani mengeksekusi mimpinya menjadi nyata.
Managing Partner Kejora Andy Zain mengatakan, “Get involved, karena top 20 orang terkaya di Amerika saat ini, enam darinya dari sektor teknologi. […] Indonesia belum, masih menunggu Anda.”
Tokopedia dengan William Tanuwijaya adalah salah satu dari sekian banyak role model lokal technopreneur yang sukses dan ingin diciptakan lebih banyak lagi oleh Indonesia lewat program 1000 startup. William sendiri yang hadir dalam gelaran IESE 2016 hari ketiga memberikan pesan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat terlibat dalam industri digital, dan sudah waktunya Indonesia menjadi Komodo di negeri sendiri layaknya Alibaba yang diibaratkan sebagai Buaya di sungai Yang Tze oleh Jack Ma.
Bagi William, membangun sebuah platform e-commerce adalah membangun sebuah kepercayaan. Bila kepercayaan yang harus dibangun, faktor-faktor seperti dukungan infrastruktur untuk kemudahan dan kecepatan akses hingga faktor keamaman adalah elemen yang harus dipertimbangkan.
“Security sangat penting dan harus kita sadari sebagai pelaku e-commerce. Kita lakukan praktik terbaik seperti tiga lapis keamanan, data, infrasturktur dan aplikasi. […] Semua orang harus menyadari keamanan sangat penting, tapi bukan berarti memperlambat pertumbuhan ekonomi,” ujar CEO Matahari Mall Hadi Wenas yang turut hadir sebagai pembicara IESE 2016.
Industri e-commerce yang tengah menggeliat seksi ini pun diminta untuk fokus mengembangkan sektor UKM. Tak ada yang memungkiri, UKM sudah menjadi tulang punggung ekonomi bagi Indonesia. Pendiri Nurbaya Initiative Andi Sjarif percaya bila UKM Indonesia menggunakan teknologi maka mereka bisa menumbuhkan bisnisnya dua kali lipat lebih baik.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Anies Baswedan yang turut hadir di IESE 2016 menjelaskan bahwa untuk melahirkan entrepreneur di Indonesia saat ini harus dimulai dari mindset. Ada perubahan yang dibutuhkan Indonesia dari hulu ke hilir terkait pendidikan untuk menumbuhkan karakter yang baik.
Anies mengatakan, “Kami ingin agar kampanye tentang pendidikan tak berhenti di sekolah, tetapi muncul di rumah-rumah kita [warga Indonesia]. Karena pendidik terpenting dan pertama adalah orang tua. Parent is the most imporant educators. […] Kampanye paling masif adalah harus menjangkau orang tua. Bukan ajarkan mereka mendidik, tetapi ber-partner dan ajak mereka belajar. Ga ada rumus parenting, tapi saling belajar di antaranya.”
Di hari terakhir perhelatan terbesar untuk e-commerce yang digelar oleh idEA ini, turut hadir juga CEO GDP Venture Martin Hartono, Head of SMB Facebook SEA Nadia Tan, CEO Go-Jek Nadiem Makarim, Managing Director Intel Indonesia Harry K. Nugraha, Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM Yulius, dan pembicara-pembicara lain yang telah malang melintang di industri terkait.
Melalui perhelatan IESE 2016 ini diharapkan ada masukan bagi pemerintah dan juga pelaku industri terkait untuk mendorong industri e-commerce ke tingkat selanjutnya. Juga, masukan untuk membuat peta jalan e-commerce Indonesia lebih baik lagi.