Menyambut pergantian tahun kemarin pemerintah menepati janjinya. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) resmi membuka layanan akses internet berkecepatan tinggi yang kerap disebut 4G LTE. Meskipun begitu tetap saja ada kesan bahwa izin yang dikeluarkan rasanya setengah hati, pasalnya pemerintah memberikan ijin penggunaanya di spektrum 900 MHz yang hanya memberikan lebar pita maksimal 25 MHz saja untuk seluler. Selain itu masih banyak yang perlu dibenahi pemerintah dan operator seluler agar Indonesia dapat menimkati layanan 4G lebih baik.
Penggunaan spektrum 900 MHz sebagai langkah awal penerapan 4G LTE ini sendiri mengundang banyak perdebatan, karena idealnya untuk menghadirkan layanan LTE yang optimal setidaknya operator harus memiliki 20 MHz di spektrum mana saja. Untuk frekuensi 900 MHz sendiri, PT. Indosat memiliki pita dengan lebar 10 MHz dan masing-masing 7,5 Mhz sisanya dimiliki oleh PT. Telkomsel dan PT. XL Axiata. Artinya operator hanya bisa menyediakan kapasitas sebesar 5 MHz saja. Dampaknya alokasi pita lebar masih seperempat dari lebar pita ideal dan kecepatannya baru bisa dirasakan maksimal sekitar 33-36 Mbps, itupun di tempat tertentu di saat jaringan sedang lengang.
Seperti dikutip dari Viva, Presiden Direktur dan CEO Indosat Alexander Rusli pun sempat mengeluhkan ini. “Dikasih yang lebih pelan dari 3G ya, tidak semangat. Kecepatan 4G di 900 MHz (TDD LTE) dengan lebar pita 5 MHz baru bisa 36 Mbps. Sedangkan di jaringan 3G, kami mencapai hingga 42 Mbps,” ujarnya.
Saya pribadi yakin, pihak operator sebenarnya mengalami dilema dengan peluncuran LTE ini. Layaknya memakan buah simalakama dengan peluncuran layanan LTE ini sebenarnya akan memberatkan biaya modal dan operasional mereka. Mengapa? Salah satu alasannya hingga saat ini investasi yang dilakukan untuk 3G sejak tahun 2006 sesungguhnya masih belum “impas”. Namun jika tidak diluncurkan apa kata dunia nanti. Kita juga masih jauh tertinggal dalam hal kecepatan internet, bahkan dari negara tetangga sendiri.
Perlu diperhatikan bahwa dengan membuka layanan ini sama saja kita sudah membangun jalan raya yang lebar untuk dunia luar. Jika tidak mampu dikelola dengan baik, negara ini justru bisa merugi. Perlukah saya ingatkan kembali bahwa negara ini masih belum memiliki regulasi yang jelas untuk pajak bisnis online? Sedangkan masyarakat kita begitu gemar bermain gawai (gadget), termasuk untuk melakukan transaksi secara online.
Bicara mengenai gawai, perangkat yang mendukung untuk LTE di Indonesia saat ini juga masih belum banyak yang diggelontorkan untuk jaringan 900 MHz. Kalau pun ada, harganya dirasa masih sangat mahal untuk masyarakat Indonesia. Di samping itu distribusi SIM card saat ini juga masih terbatas mengigat biaya produksi juga tidak murah.
Masyarakat juga perlu di beri informasi lebih lanjut mengenai bagaimana penggunaan layanan ini. Banyak yang belum memahami bahwa mereka harus mengganti SIM card mereka terlebih dahulu agar bisa menikmati layanan internet yang disediakan operator. Untuk hal ini saya rasa pemerintah maupun operator masih belum maksimal dalam penyebaran informasinya.
Pada dasarnya saya hanya tidak mau layanan 4G bernasib sama seperti adopsi teknologi 3G di tahun 2006 silam yang kurang optimal. Oleh karena itu operator dan pemerintah wajib untuk dapat saling bersinergi dalam membangun ekositem lain yang mendukung layanan 4G LTE ini. Saya juga menunggu janji Kemkoninfo Rudiantara yang mengatakan layanan 4G LTE akan bisa tersedia di frekuensi 1800 MHz secara komersial pada semester kedua tahun 2015.