IMD World Digital Competitiveness Rankings kembali dirilis, mengungkapkan penilaian negara-negara di dunia dari berbagai perspektif, kaitannya dengan adopsi teknologi untuk peningkatan ekonomi dan efisiensi di berbagai bidang. Amerika Serikat, Hong Kong, dan Singapura berada di peringkat teratas. Sayangnya Indonesia justru berada di peringkat 62, termasuk yang paling buruk di kawasan ini. Salah satu tantangan yang dikemukakan ialah pengembangan pekerja berketerampilan tinggi yang belum banyak mencukupi.
Ketersediaan talenta berkompetensi menjadi faktor penting, karena memberikan pengaruh kapasitas dalam pengembangan dan integrasi teknologi di berbagai sektor. Termasuk untuk kesiapan negara secara umum menghadapi masa depan persaingan bisnis. Peringkat IMD juga menelisik tentang sejauh mana transformasi teknologi dapat beradaptasi dengan lingkungan di suatu negara. Seberapa jauh transformasi tersebut menyediakan efektivitas bagi para pengambil keputusan di sektor publik maupun privat.
Mengamati performa Indonesia
Lebih detail, IMD membagi penilaian ke beberapa hal, pertama soal pengetahuan. Di Indonesia dari tahun ke tahun tercatat selalu berada di atas ranking 40, sub-faktor utama yang paling menghambat ialah pelatihan dan pendidikan. Secara khusus DailySocial pernah melakukan wawancara kepada kalangan pendidik soal kualitas pendidikan dan gap dengan kebutuhan industri. Memang, soal relevansi masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pendidik. Teknologi berkembang dinamis, sementara adopsinya dalam kurikulum memerlukan waktu lebih untuk penyesuaian.
Untuk pendidikan ranking terbaik Indonesia berada di kategori “Employee training”, hal ini menyiratkan tren peningkatan kapabilitas profesional diri yang dilakukan kebanyakan saat sudah bekerja. Misanya dengan mengikuti sertifikasi tertentu berkaitan dengan teknologi yang digunakan dalam pengembangan.
Faktor teknologi juga memberikan skor yang tidak bagus. Peringkat baik ada di faktor kapital, terkait bagaimana produk teknologi disebarkan ke pasar terkait. Namun demikian dari sisi regulasi dan kerangka kerja teknologinya tidak cukup baik.
Kesiapan adopsi teknologi untuk masa depan bisnis juga memiliki skor ranking yang tidak cukup memuaskan. Salah satu hal yang cukup signifikan dan disorot ialah implementasi big data dan analyitcs, karena beberapa korporasi di sini sudah mulai mengarah ke sana untuk mendapatkan keuntungan lebih. Divisi data makin diperkuat untuk membantu keputusan bisnis. Namun di luar itu perlu banyak peningkatan. Terlebih relasi kemitraan sektor publik-privat juga tergolong tidak terlalu buruk ranking-nya.
Tujuan dari riset ini secara umum untuk menilai sejauh mana suatu negara mengadopsi dan mengeksplorasi teknologi digital mengarah ke transformasi dalam praktik regulasi, model bisnis, dan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Selain itu teknologi juga dinilai dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan lokal untuk menemukan peluang yang lebih baik di masa mendatang.
Faktor pengetahuan mengacu pada infrastruktur tidak berwujud yang menjadi fondasi utama transformasi digital melalui penemuan, pemahaman, pembelajaran teknologi baru. Faktor teknologi menilai konteks keseluruhan sejauh mana pengembangan teknologi bergerak. Dan faktor kesiapan masa depan menilai tingkat adopsi oleh berbagai komponen yang menjalankan proses bisnis di suatu negara.