Narsisme – atau terobsesi pada diri sendiri – adalah satu istilah yang telah lama mengalami pergeseran makna. Diambil dari nama pangeran dalam mitos Yunani, Narcissus yang jatuh cinta pada dirinya sendiri, narsis menggambarkan segala hal negatif yang berkaitan dengan rasa bangga pada diri yang berlebihan, kesombongan dan sifat egois.
Sayangnya saat ini banyak orang yang mengaggap bahwa narsisme adalah suatu hal yang wajar – apalagi dengan banyaknya medium ‘unjuk gigi’ seperti sosial media yang ada sekarang. Dan tampaknya jejaring sosial jugalah yang semakin memperkuat ‘fenomena’ sosial tersebut.
Baru-baru ini sekelompok ilmuwan dari High Point University di North Carolina melakukan sebuah studi tentang penggunaan website sosial media tertentu mengindikasikan tingkat narsisme yang tinggi dibandingkan jejaring sosial lain, lengkap dengan rentang usia mereka.
Info menarik: Path Dapatkan Pendanaan Seri C $25 Juta, Konsorsium Dipimpin oleh Bakrie Global Group
Anda pasti bisa menyebutkan beberapa ‘teman’ di Twitter dan Facebook yang mem-posting belasan komentar dalam setengah jam. Tahukah Anda, para ilmuwan tersebut berhasil membuktikan bahwa orang-orang narsis melayangkan Tweet lebih sering dibandingkan orang lain dan mendambakan follower Twitter lebih banyak sebagai cara agar mereka merasa lebih ‘diterima’.
Dan yang paling menarik adalah peneliti juga menyimpulkan user dewasa yang menderita ‘narsisme’ akut lebih memilih Facebook ketimbang Twitter. Hal ini tampaknya disebabkan oleh perbedaan generasi di antara orang-orang tersebut, walaupun mereka menginginkan hal yang sama: perhatian dan ‘pengikut’. Hal ini ditekankan oleh salah satu juru bicara High Point University, Shaun Davenport, “Narsisme ditunjukkan pertama kali dengan keinginan untuk mengumpulkan follower di Twitter sebanyak-banyaknya, kemudian muncul sebuah dorongan untuk melakukan tweet tanpa henti.”
Untuk melakukan studi ini, Devenport dan rekan-rekannya mengadakan sebuah survey online terhadap 669 orang dewasa dan 515 mahasiswa yang aktif di jejaring sosial. Mereka diminta untuk mengisi kuesioner tentang seberapa sering mengakses dan meng-update status Facebook serta Twitter setiap hari. Dan mereka mendapat satu kesimpulan bahwa Twitter merupakan medium yang lebih mudah untuk menjaring perilaku narsis ketimbang Facebook.
Orang-orang yang terlahir di era Millennial (antara awal tahun 1980-an hingga awal 2000-an) yang sering melakukan posting di Facebook memiliki motif narsis yang lebih rendah dibandingkan mereka yang melakukannya via Twitter.
Info menarik: Pew Research Center: Instagram Diprediksi Akan Segera Mengungguli Twitter
Namun begitu terdapat benang merah antara penggunaan Facebook dengan para user narsis dewasa, khususnya mereka yang masuk pada golongan Generation X dan ‘baby boomers‘ – orang-orang yang lahir setelah Perang Dunia 2 atau dari tahun 1946 hingga 1964. Jika Anda melihat seorang kerabat yang terlalu aktif menggunakan Facebook di usia paruh bayanya, maka bisa dibilang ia memiliki kecenderungan narsisme yang sama.
Tentu saja terlepas dari sosial media yang kita gunakan, sesuatu yang berlebihan sudah pasti tidak baik. Ada perbedaan yang jelas antara menggunakan jejaring sosial untuk bersosialisasi dan sebagai ajang untuk pamer. Beberapa orang akan berargumen ‘sosial media memang diciptakan untuk pamer’, tapi sadarkah kita bahwa narsisme adalah satu jenis bentuk ‘ketidaksehatan’ mental, dan bukan sebuah tren? Apalagi studi di atas bahkan belum meliputi Path dan Instagram…
Via Dailymail.co.uk. Sumber gambar header: portrait via Shutterstock.
*lagi ngaca*
Mungkin perlu penelitian lebih lanjut, unutk membedakan tweet narsis dan tweet informasi
*ngeles*
jelas beda lah mas aden antara tweet narsis dan informasi. tweet narsis rata-rata lebih mengekspose hal yang sifatnya pribadi. namun tidak bisa dipungkiri bahwa tweet informasi saat ini juga mulai melenceng dan tidak jelas validitasnya. ._.