Belakangan ini, cukup banyak pabrikan smartphone yang menawarkan fitur fast-charging pada produknya. Fitur ini dirancang untuk mengurangi waktu yang diperlukan guna mengisi baterai milik perangkat, yang biasanya bisa berlangsung hingga 2 jam atau lebih.
Dengan fast-charging, sederhananya baterai perangkat bisa terisi 3/4 hanya dalam waktu sekitar 30 menit. Namun bagaimana jika ada teknologi yang memungkinkan pengisian baterai dari nol hingga penuh hanya dalam waktu satu menit saja?
Teknologi tersebut berasal dari para cendekiawan di Stanford University. Mereka menciptakan prototipe baterai aluminium-ion yang bisa di-charge hingga penuh dalam waktu sekitar satu menit.
Tidak hanya menawarkan kecepatan charging yang luar biasa, ketahanan jangka panjangnya juga istimewa. Jika kapasitas baterai lithium-ion umumnya menurun setelah melewati 1.000 siklus charge-discharge, baterai aluminium-ion ini bisa bertahan hingga lebih dari 7.500 siklus tanpa pengurangan kapasitas aslinya.
Info menarik: Baterai Solid-State Lebih Awet Dua Kali Lipat Dibanding Baterai Lithium Biasa
Baterai aluminium sebenarnya bukan barang baru. Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah mencoba mengembangkan baterai aluminium-ion. Semuanya tidak berhasil karena tegangan listrik yang dihasilkan tidak cukup besar.
Berdasarkan pemaparan Hongjie Dai, seorang profesor kimia di Stanford, kunci performa baterai ada pada material katoda. Timnya menggunakan grafit sebagai katoda baterai, yang dipasangkan dengan anoda aluminium dan elektrolit cair, yang pada dasarnya merupakan larutan garam.
Melihat susunan komponen seperti itu, tidak heran apabila baterai aluminium-ion ini diyakini jauh lebih aman daripada baterai lithium-ion yang mudah terbakar. Sang profesor bahkan mengklaim baterainya tidak akan terbakar meski Anda bor hingga bolong.
Info menarik: Baterai Fleksibel Ini Siap Anda ‘Siksa’ Layaknya Kertas Lipat
Hasil pengembangan tim asal Stanford ini sendiri bukan tanpa kekurangan. Penyempurnaan masih perlu dilakukan agar bisa menyamai tegangan yang dihasilkan baterai lithium-ion, tapi paling tidak baterai aluminium-ion ciptaannya saat ini sudah bisa menghasilkan tegangan sebesar 2 volt, sekitar setengah dari yang dihasilkan oleh baterai lithium-ion dan jauh melebihi capaian baterai aluminium lain selama ini.
Terlepas dari itu, teknologi baterai baru ini juga membawa manfaat lain, yakni fleksibilitas, dalam makna harfiahnya. Baterai aluminium-ion ini bisa ditekuk dan dilipat, membuka peluang eksistensi perangkat elektronik fleksibel ke depannya.
Kalau disimpulkan, baterai aluminium-ion ciptaan tim Stanford ini akan bisa membawa lebih banyak manfaat ketimbang teknologi baterai yang dipakai saat ini. Ia tak cuma aman, tetapi juga fleksibel dan bisa di-charge dengan amat cepat. Ketahanan jangka panjangnya juga oke, setidaknya untuk prototipe saat ini. Dan yang tidak kalah penting, ongkos produksinya lebih kecil ketimbang baterai lithium-ion.
Inilah salah satu dari beribu alasan untuk mencintai sains… 🙂
Sumber: Stanford via The Telegraph.