Dark
Light

[idea@work] Petisi Digital: Simbol Kemerdekaan Aspirasi

by
3 mins read
February 20, 2013

Catatan Editorial: Artikel ini adalah tulisan tamu, Trenologi bekerja sama dengan Idea Imaji akan menghadirkan kolom idea@work setiap hari Rabu. Untuk kali ini tulisan akan membahas tentang petisi digital, beberapa contoh petisi online (termasuk di Indonesia) serta dituliskan pula contoh-contoh layanan untuk melakukan petisi online. Selamat membaca. 

Beberapa bulan ini timeline saya ramai dengan tweet atau post penyebaran petisi. Saya jadi kembali mengingat di tahun 2012, waktu itu timeline saya penuh dengan penyebaran petisi bertema KPK dan konflik Israel-Palestina. Salah satu yang mungkin juga dikenal oleh orang banyak  adalah petisi tuntutan untuk menyerahkan kasus dari Polisi kepada KPK yang digagas oleh Anita Wahid. Petisi dari anak almarhum Gus Dur ini menuai belasan ribu dukungan, belum lagi ditambah dukungan tidak langsung melalui hashtag #SaveKPK dan #PresidenKemana.

Juga ada juga petisi untuk menghentikan agresi militer Israel ke Palestina yang digagas oleh Faldo Maldini (melalui akun @FaldoMaldini) yang mencari 1.000.000 tanda tangan untuk menghentikan aksi militer Israel, yang ditujukan kepada presiden AS, Barrack Obama. Meskipun jauh dari angka yang diharapkan, petisi ini cukup banyak menuai dukungan masyarakat yang terlihat dari jumlah tanda tangan yang dikantongi hingga saat ini.

Berlanjut ke bulan Januari tahun 2013, ada 2 petisi yang menarik perhatian saya.Yang pertama adalah petisi oleh Ratna Sarumpaet, artis sekaligus aktivis perempuan dan HAM melalui akunnya @RatnaSpaet, yang menuntut pembubaran ormas Islam Front Pembela Islam (FPI), dengan judul petisi: Presiden RI-Susilo Bambang Yudhoyono: Bubarkan FPI Segera, yang telah menuai 10.579 tanda tangan. Petisi ini menjadi efektif karena di saat bersamaan, Ratna Sarumpaet juga meminta dukungan dari berbagai selebritis kenalannya yang memiliki ribuan sampai ratusan ribu follower seperti Afgan, Melly Goeslaw dan band Superman is Dead.

Petisi yang kedua adalah petisi yang dilayangkan oleh Melanie Subono yang, melalui akun Twitter-nya @melaniesubono, menolak pencalonan Daming Sunusi menjadi Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) karena pernyataan kontroversial Daming saat fit and proper test di DPR. Hingga saat tulisan ini dibuat, petisi ini sudah mendulang dukungan dengan 11.027 tanda tangan.

Secara sosiologis, petisi adalah alat yang dapat digunakan untuk mempertanyakan ataupun menuntut sesuatu yang dianggap kurang tepat ataupun tidak sesuai secara sosial. Di negara dengan sistem demokrasi, dengan Amerika Serikat sebagai salah satu contohnya, petisi adalah sistem turunan yang digunakan sebagai alat untuk melakukan verifikasi konsensus sosial secara objektif, serta diatur oleh hukum dan undang-undang. Contoh kasus petisi yang cukup menarik perhatian dunia beberapa waktu lalu adalah petisi Texas untuk melepaskan diri dari Amerika Serikat saat Barack Obama terpilih kembali menjadi presiden, dan petisi untuk melarang peredaran senjata serbu yang disebabkan penyerbuan ke sebuah sekolah dasar di Sandy Hook oleh seorang pemuda yang depresi yang berakhir dengan tewasnya belasan orang.

Sementara dalam budaya Timur, yang relatif baru mengenal demokrasi dibandingkan budaya barat, sistem turunan untuk melakukan dialektika sosial ini masih menjadi barang baru. Terlebih lagi, nilai budaya ketimuran lebih menekankan pada “memahami” daripada “menerangkan”, yang dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah “nrimo”. Hal ini membuat budaya penyebaran petisi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, tidaklah sesemarak di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Namun demikian, sejalan dengan berkembangnya demokrasi di Indonesia, saya mulai melihat perubahan dalam budaya dan tatanan sosial di negara ini. Munculnya beberapa contoh petisi di atas menyiratkan mulai pekanya masyarakat terhadap isu-isu sosial dan timbulnya kebutuhan untuk terlibat aktif dalam proses “dialog sosial” yang majemuk.

Dalam hal lainnya, Indonesia termasuk salah satu negara di Asia yang perkembangan teknologi dan media sosial-nya berlangsung pesat. Saat ini pun, di Indonesia telah terjadi penetrasi situs yang menyediakan platform pembuatan petisi dan pengumpulan tanda tangan.

Ada change.org dan causes.com yang sudah terintegrasi secara seamless dengan Facebook dan Twitter, lalu ada signOn.org, thepetitionsite.com dan bermacam lainnya. Untuk yang berbayar pilihannya ada democracyinaction.org atau nationbuilder.com yang juga mencakup layanan advokasi. Atau buat yang memiliki dana cukup besar, dengan nilai sekitar $1000 setiap bulan, pilihannya ada blackbaud.com atau convio.com. Melimpahnya platform ini bisa dilihat sebagai kesempatan besar untuk mereka yang mau terlibat dalam menentukan tatanan sosial Indonesia di masa yang akan datang.

Nah, setelah tahu latar dan cara kerja sebuah petisi, tertarikkah kita untuk turut berperan serta dalam bagian tatanan demokrasi ini?

Saat ini banyak masalah sosial yang bisa kita tarik ke permukaan. Contohnya: tuntutan penghentian penebangan pohon di kawasan resapan air, tuntutan hukum yang lebih keras terhadap pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, tuntutan hukuman kurungan seumur hidup untuk koruptor, dan lain sebagainya.

Menurut saya, daripada hanya jadi obrolan di warung kopi, gosip di dunia maya, atau, yang terburuk, jadi kabar burung dan simpang-siur, lebih baik kita kumpulkan keberanian, buat petisinya, lalu galang dukungannya. Selama hal tersebut mengarah untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih positif, rasa-rasanya tidak ada alasan untuk tidak mengangkat isu-isu tersebut ke permukaan dan turut serta dalam dialog bangsa ini. Jadi, yuk buat petisimu untuk Indonesia yang lebih baik!

[Gambar dari Change.org]

Gregorius Axel, seorang Project Manager di Idea Imaji yang nge-fans berat dengan karakter Gregory House. An overtime-gamer dan comicholic yang enjoy nonton film jelek di waktu senggang buat nyari “guilty pleasure” dan “beauty in absurdity”. Anda dapat menemukan tweet absurd saya di @G_Axel atau silakan lempar cendol gratisan ke akun Kaskus NyosorSambit.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Startup Promosi Online AdaDiskon Bertumbuh 300%, Kembangkan Platform CPC E-Commerce

Next Story

Band Pandai Besi Adakan Crowdfunding Untuk Rekaman di Lokananta

Latest from Blog

Don't Miss

Semua Hal yang Diumumkan NVIDIA pada Computex 2024

Dalam presentasi selama 1 jam 47 menit, CEO dan pendiri

Naming Rights Agreements in Esports

In recent years, more and more non-endemic brands have decided